Ahad 27 Jan 2019 19:54 WIB

Amnesty International Ungkap Dugaan Penyiksaan Aktivis Saudi

Penahanan aktivis HAM ini terjadi pada Mei 2018 tanpa alasan yang kuat.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nashih Nashrullah
Seorang warga membawa bendera Arab Saudi (Ilustrasi)
Foto: REUTERS
Seorang warga membawa bendera Arab Saudi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH— Kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) Amnesty International mengungkapkan kesaksian baru tentang penyiksaan yang dialami para aktivis HAM di Arab Saudi. 

Dilansir dari Middle East Monitor Ahad, (27/1) para aktivis juga mendapatkan perlakukan yang sangat buruk saat diinterogasi.  

Dalam pernyataan mereka, Amnesty International mengatakan kesaksian baru ini sama dengan kesaksian yang mereka dapatkan pada November 2018 lalu. 

Dengan adanya kesaksian ini, Amnesty International meminta Kerajaan Arab Saudi memberikan akses kepada kelompok independen untuk mengunjungi dan memeriksa tempat di mana para aktivis ditahan. 

Menurut kesaksian baru ini ada sepuluh aktivis yang menjadi korban pelecehan seksual. Selain itu kesaksian ini juga menunjukan betapa buruknya perlakukan yang dialami para aktivis dalam tiga bulan pertama penahanan mereka. 

"Salah satu petugas interogasi mengatakan kepada salah satu aktivis perempuan bahwa keluarganya meninggal dunia dan membuatnya percaya selama satu bulan," kata salah satu kesaksian tersebut.  

Kesaksian lainnya mengatakan petugas interogasi memaksa aktivis laki-laki dan perempuan untuk berciuman di depannya. 

Salah satu aktivis perempuan mengatakan petugas interogasi menuangkan air kedalam mulutnya saat ia berteriak menahan sakit karena disiksa. 

Aktivis laki-laki dan perempuan lainnya mengatakan mereka disiksa menggunakan alat kejut. 

"Kami sangat mengkhawatirkan keselamatan aktivis yang ditahan secara sewenang-wenang selama hampir sembilan bulan hanya karena mereka membela hak asasi manusia," kata Direktur Peneliti Timur Tengah Amnesty International, Lynn Maalouf. 

Maalouf mengatakan pihak berwenang Arab Saudi berulang kali menunjukan mereka tidak berniat melindungi para aktivis yang ditahan dari siksaan petugas interogasi. 

Maalouf menambahkan Arab Saudi juga tidak berkenan melakukan penyelidikan atas tuduhan penyiksaan ini. 

"Atas alasan ini kami meminta pihak berwenang Arab Saudi mengizinkan kelompok independen mendapatkan akses ke tempat penahanan para aktivisi secepatanya dan tanpa halangan apa pun," kata Maalouf. 

Pada November 2018 Amnesty merilis dokumen yang menggambarkan bagaimana para aktivis HAM ditahan secara sewenang-wenang. Tidak hanya laki-laki pihak berwenang Arab Saudi juga menahan banyak aktivis perempuan. 

Mereka disiksa menggunakan alat kejut dan dicambuk terus-menerus. Sehinga membuat mereka tidak dapat berdiri dan berjalan dengan baik. Dalam kesaksian baru ini menunjukan semakin banyak aktivis yang disiksa dengan cara yang sama. 

Kelompok advokasi HAM lainnya Human Rights Watch (HRW) juga meminta akses ke pusat penahanan para aktivis. HRW mengatakan Komisi Perlindungan HAM Arab Saudi dan Jaksa Agung Arab Saudi tidak cukup independen dan transparan untuk melakukan penyelidikan atas tuduhan penyiksaan ini. 

"Penyidik internal Arab Saudi memiliki peluang yang kecil untuk mengetahui kebenaran tentang perlakuan terhadap para tahanan, termasuk tokoh-tokoh terkemuka atau menahan orang yang bertanggung jawab atas kejahatan ini," Deputi Direktur HRW Timur Tengah, Michael Page.   

Page mengatakan jika Arab Saudi benar-benar ingin mengetahui apa yang terjadi sesungguhnya dan menangkap pelaku yang bertanggung jawab mereka harus mengizinkan kelompok independen mengunjungi tahanan. Pada Desember lalu Amnesty Internasional sudah mengirimkan surat ke Kerajaan Arab Saudi meminta akses ke para aktivis. 

Namun kelompok pembela HAM itu belum mendapatkan tanggapan sampai saat ini. Kementerian Media Arab Saudi membantah tuduhan penyiksaan ini dan mengatakan tuduhan tersebut 'tidak mendasar'.    

Penahanan aktivis HAM ini terjadi pada Mei 2018. Mereka ditahan tanpa tuduhan dan tidak diizinkan memiliki pengacara. Penyiksaan para aktivis ini menyebar menyusul kemarahan masyarakat internasional atas pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di Istanbul, Turki. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement