Selasa 29 Jan 2019 16:18 WIB

Partai Aung San Suu Kyi Ingin Ubah Konstitusi Myanmar

Konstitusi saat ini melanggengkan kekuatan militer di parlemen.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Aung San Suu Kyi
Foto: AP
Aung San Suu Kyi

REPUBLIKA.CO.ID, NAY PYI DAW -- Partai pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), telah mengajukan proposal untuk mengubah konstitusi negara. Hal itu diyakini akan memperuncing perselisihan antara NLD dan junta militer Myanmar.

Ketua majelis rendah parlemen Myanmar T Khun Myat mengatakan, anggota parlemen NLD Aung Kyi Nyunt telah mengajukan proposal darurat pada Selasa (29/1). Dalam proposal itu, dia meminta pembentukan komite untuk mengubah konstitusi.

Anggota parlemen dari militer Brigadir Jenderal Maung Maung mengaku keberatan atas proposal yang diajukan Aung Kyu Nyunt. Namun keberatannya ditolak T Khun Myat.

Parlemen akan melakukan pemungutan suara apakah proposal yang diajukan NLD perlu dibahas lebih lanjut. Untuk lolos, diperlukan suara mayoritas sederahana.

Konstitusi pada 2008, yang dirancang selama pemerintahan militer, menjamin tentara memperoleh seperempat kursi parlemen. Dalam pasal 436 konstitusi, militer diberi hak untuk memveto reformasi konstitusi.

Konstitusi juga memberikan militer wewenang untuk mengontrol kementerian keamanan utama. Hal itu termasuk urusan pertahanan dan dalam negeri.

Baca juga, Ramai-Ramai Menghukum Suu Kyi.

Selain itu, konstitusi telah menjadi tembok bagi Suu Kyi untuk menjadi presiden. Sebab konstitusi yang dirancang militer melarang calon presiden dengan pasangan asing atau anak-anak. Suu Kyi diketahui memiliki dua putra dari mendiang suaminya yang merupakan akademisi Inggris.

Belum diketahui ketentuan apa dari konstitusi yang hendak diubah oleh NLD. Tak jelas pula apakah NLD telah mendapatkan dukungan dari militer yang diperlukan untuk meloloskan tindakan semacam itu.

Suu Kyi telah cukup lama menyuarakan niatnya untuk mereformasi konstitusi. Menurutnya hal itu penting sebagai bagian dari transisi demokrasi pasca 50 tahun pemerintahan militer yang ketat.

"Amandemen konstitusi adalah sakah satu tujuan pemerintah kami. Penyelesaian transisi demokrasi kita harus melibatkan penyelesaian konstitusi yang benar-benar demokratis," ujar Suu Kyi ketika menghadiri sebuah forum di Singapura pada Agustus tahun lalu.

Namun Suu Kyi menyadari bahwa reformasi konstitusi bukan hal mudah untuk dilakukan. Pada masa lalu, seorang penasihatnya, yakni Ko Ni, secara terbuka menyerukan reformasi konstitusi untuk mengurangi peran militer di pemerintahan.

Ko Ni tewas ditembak di Bandara Internasional Yangon pada 29 Januari 2017. Tak diketahui siapa yang memerintahkan pembunuhannya atau apakah militer Myanmar terlibat dalam kejadian tersebut. Namun insiden penembakan Ko Mi membuat upaya reformasi semakin parah.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement