Kamis 07 Mar 2019 07:53 WIB

Berencana Bunuh 100 Orang, Ludlow Divonis Seumur Hidup

Lewis Ludlow disebut telah berbaiat ke ISIS.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)
Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Lewis Ludlow dihukum seumur hidup karena  berencana membunuh 100 orang di London. Laki-laki berusia 26 tahun itu disebut telah membaiat ke ISIS.

Jaksa London, Rabu (7/3), mengatakan Ludlow berencana menyewa sebuah mobil.

Baca Juga

Ia ingin menabrakannya ke penjalan kaki di Oxford Street dengan harapan dapat membunuh 100 orang lebih di daerah yang ramai oleh turis itu.

Jaksa menambahkan Ludlow juga mempertimbangkan menyerang museum lilin Madame Tussauds dan katedral St Paul.

Telepon genggam Ludlow ditemukan di saluran pembuangan air rumahnya di Rochester, London. Di telpon genggam itu ada foto yang menunjukan Ludlow melakukan pengintaian. Juga ada foto yang menunjukan sumpah setianya kepada ISIS.

Di telepon genggam itu juga ada sebuah video Ludlow menyebut dirinya sebagai 'the Eagle'. Ludlow mengaku bersalah  atas rencana melakukan serangan terorisme pada Agustus tahun lalu.

Sejak itu Ludlow mengikuti program deradikalisasi Inggris yang bernama 'Prevent' dan cukup kooperatif dalam program tersebut. Tapi pengadilan mendapat laporan Ludlow hanya berpura-pura kooperatif selama menjalani Prevent.

Kasusnya membuat Prevent dan strategi keamanan Inggris dipertanyakan. Kegagalan Prevent tidak hanya terjadi pada Ludlow tapi juga Ahmad Hassan yang mencoba memasang bom di stasiun kereta bawah tanah London pada September 2017 lalu.

Hassan juga mengikuti program tersebut dan hakim melihat ada kemajuan dalam diri Hassan. Pada Juni tahun lalu, surat kabar The Times melaporkan pemerintah Inggris melakukan pemeriksaan terhadap 33 program deradikalisasi dan hanya dua yang efektif.  "Program-program itu tidak pernah sepenuhnya sempurna," kata Koordinator Nasional Prevent Inspektur Detektif Nik Adams.

Sejak 2015 institusi publik seperti sekolah, rumah sakit, dan universitas akan mengajukan laporan ke Prevent tentang hal-hal yang mengkhawatirkan mereka.

Sampai Maret 2018 ada sekitar 7.318 orang yang dirujuk ke Prevent. Sebagian besar karena dikhawatirkan terlibat dalam kelompok radikal. Baik polisi dan pemerintah Inggris yakin program ini alat yang sangat efektif untuk menghentikan radikalisasi sejak awal, dan telah disanjung penegakan hukum di seluruh dunia.

Namun, pada Januari lalu Menteri Keamanan Inggris Ben Wallace mengumumkan ia akan meninjau ulang program ini. Karena ada kritik yang yakin Prevent menjadi cara untuk memata-matai Muslim Inggris dan polisi juga sudah mengakui di beberapa komunitas Prevent menjadi racun.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement