Senin 18 Mar 2019 13:46 WIB

Kisah Husna dan Ahmed Saat Penembakan Masjid Christchurch

Husna tertembak saat menunggu Ahmed yang berkursi roda di Masjid Christchurch.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Seorang gadis kecil berjalan untuk meletakkan bunga di dinding Kebun Raya di Christchurch, Selandia Baru, Ahad, (17/3). Meletakkan bunga sebagai aksi solidaritas pascapenembakan di dua masjid Kota Christchurch pada Jumat (15/3).
Foto: AP / Vincent Thian
Seorang gadis kecil berjalan untuk meletakkan bunga di dinding Kebun Raya di Christchurch, Selandia Baru, Ahad, (17/3). Meletakkan bunga sebagai aksi solidaritas pascapenembakan di dua masjid Kota Christchurch pada Jumat (15/3).

REPUBLIKA.CO.ID, CHRISHCHURCH -- Di sebuah kursi roda, Farid Ahmed menunggu istrinya, Husna, untuk menjemput dan membawanya keluar dari Masjid Al Noor di Christchurch. Saat itu penembakan brutal sedang berlangsung. Nahas, Husna tewas tertembak.

Saat Brenton Tarrant mendatangi Masjid Al Noor, Ahmed, yang lumpuh akibat tertabrak mobil, sedang duduk di kursi roda di dalam masjid bersama Husna. Ketika tembakan mulai dilepaskan, Husna berusaha membawa keluar para Muslimah dan anak-anaknya dari pintu samping masjid.

Baca Juga

"Pegang anak-anakmu, datanglah ke sini," pekiknya saat itu. Dia memandu sekelompok Muslimah beserta anak-anaknya keluar dari pintu samping, melewati gerbang, menjauhkan mereka dari mara bahaya.

Setelah yakin mereka aman, Husna kembali ke masjid untuk menolong suaminya. Dia tidak punya pilihan lain selain mempertaruhkan nyawanya sendiri. Di dalam, Ahmed telah pasrah dan berpikir bahwa dirinya akan terbunuh.

Ketika kembali ke masjid, Husna ditembak dari belakang. Ia meninggal seketika. Ahmed masih belum mengetahui bahwa istrinya telah tiada.

Kala itu Ahmed memang berada di ruang samping dan tak bisa melihat Tarrant menembaki orang-orang di dalam masjid. Namun, letupan senjata dan jeritan sangat jelas terdengar.

Tak berselang lama, Ahmed melihat celah di antara orang-orang yang berhamburan melarikan diri dalam ketakutan. Ia memutuskan untuk mencoba mendorong kursi rodanya sendiri. "Saya mengambil kesempatan itu dan keluar perlahan-lahan. Saya berharap setiap saat saya akan ditembak di kepala dari belakang," katanya putus asa kepada New Zealand Herald, Senin (18/3).

Ia mengaku melihat pemandangan yang mengerikan. "Saya melihat darah, saya melihat orang terluka, saya melihat jenazah, orang panik," ujar Ahmed.

Setelah keluar dari masjid, dia pun menghampiri mobilnya di halaman parkir. Dia memutuskan menunggu Husna menjemputnya di sana.

Orang-orang melewatinya berlarian. Namun, Ahmed tak panik dan tetap menunggu Husna datang. Setelah tak terdengar suara tembakan, dia memutuskan masuk kembali ke dalam masjid.

Pada momen itu Ahmed baru menyadari betapa sadisnya aksi penembakan yang dilakukan Tarrant. Orang-orang tergeletak bersimbah darah. Mereka yang masih selamat memohon bantuan Ahmed. Ada pula yang menanyakan kapan ambulans datang. Ahmed hanya bisa menjawab bahwa bantuan akan datang segera.

Ahmed meminta mereka yang masih selamat untuk bertahan dan bersabar. Saat itu terdapat petugas polisi yang masuk ke masjid dan memerintahkan Ahmed keluar.

Dia masih mencari informasi tentang keadaan istrinya. Namun, yang dapat dia lakukan hanya duduk dan menunggu. Sampai akhirnya seorang petugas polisi, yang juga merupakan temannya, memberikan kabar bahwa Husna telah meninggal.

Hatinya tentu terkoyak. Namun, Ahmed merasa bangga. "Dia memberikan nyawanya untuk menyelamatkan orang lain dan itu adalah pekerjaan terakhirnya," ujar Ahmed.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement