REPUBLIKA.CO.ID, HUELGOAT -- Sarah Waddington mungkin akan benci dengan Inggris setelah adanya referendum British Exit (Brexit). Pada 2016, ia telah meninggalkan kehidupannya di Cornwall, menjual rumahnya dan pindah ke Brittany, daerah pesisir di Barat Laut Prancis.
"Saya suka Prancis," kata Waddington (66 tahun) yang merupakan pensiunan pegawai negeri sipil. "Prancis lebih berorientasi pada komunitas, lebih peduli. Lebih peduli pada orang tua dari pada di Inggris," kata dia seperti dikutip Washington Post, 7 April 2018.
Beberapa tahun belakakangan, lebih dari 14 ribu warga Inggris membangun rumah mereka di pinggiran Prancis. Mereka merehab rumah-rumah granit, membuka toko kecil dan aktif di klub catur dan berbagai organisasi komunitas.
Di desa ini, ekspatriat Inggris David Neal membuka Brittany Pub, yang menyediakan ikan dan kentang, dan menyediakan tontonan dengan Channel Inggris.
Namun, kini warga Inggris di tempat itu dan penghujung Eropa lainnya menghadapi ketidakjelasan. Jika Perdana Menteri Theresa May tidak dapat meyakinkan Pimpinan Eropa untuk menjamin perpanjangan masa Brexit pekan ini, Inggris Raya dijadwalkan keluar dari Uni Eropa tanpa syarat pada 12 April. Dengan begitu, maka warga Inggris di seluruh Eropa harus pulang ke negaranya.
Tiap negara yang tergabung di Uni Eropa sejatinya sudah menyiapkan rencana masing masing dalam mengurus para penduduk Inggris yang terkatung-katung pasca-Brexit ini. Sebanyak 11 dari 27 negara, warga Inggris tetap diperbolehkan tinggal selama yang mereka inginkan. Tetapi di 17 negara lainnya, para warga Inggris harus mengurus kependudukan.
Di Prancis, mereka hanya punya waktu satu tahun mengurus dokumen mereka, atau mereka akan kehilangan fasilitas kesehatan hingga ancaman deportasi. Seperti diberitakan Washington Post, para warga Inggris itu sebenarnya ingin tinggal di Prancis. Bahkan, banyak di antara mereka yang sudah mengurus dengan Prancis untuk mengurus izin tinggal tetap itu.
Christina Jones (71 tahun) butuh waktu enam minggu untuk dirinya dan suaminya untik mendapat izin tinggal, untuk melamar sebagai Warga tetap Prancis. "Kami punya kehidupan yang baik di sini," ujarnya. Meski ia pun menyadari Brexit pada 2016 lalu menyulitkna dirinya dan ekspat-ekspat lainnya.
Nasib para warga Inggris di Prancis ini pun masih tergantung pada bagaimana finalisasi keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa.
Yang menjadi perhatian lain, sejak Juni 2016, Poundsterling terus melemah dari 1,28 Euro ke 1,17 Euro. Kondisi ini pun makin memperburuk keadaan warga Inggris yang berada di berbagai belahan Eropa, khususnya di Prancis.
Terlebih lagi, para penduduk Inggris itu menggantungkan nasib pada uang pensiunan dengan mata uang Inggris. Mereka khawatir mereka akan berada di bawah garis kemiskinan Prancis.
Seorang agen real estate di Huelgoat, Sylvie Mayer (60 tahun) mengaku sudah merasakan efek Brexit. Hal ini ditandai dari berkurangnya warga Inggris yang membeli properti di kawasan Brittany. Pada musim panas 2016, 80 persen kliennya orang Inggris. Saat ini, hanya setengahnya uang merupakan orang Inggris.
Maud Camus (33 tahun) bekerja di Huelgoat Cafe La Pailotte. Ia mengatakan, 40 persen kliennya adalah orang Inggris. Ia membayangkan masa depan di mana Brexit semakin menyulitkan orang Inggris untuk tinggal di Prancis.
"Kalau warga Inggris tidak di sini, pasti tempat ini semakin sepi. Tanpa mereka, Hidup semakin runyam," ujar dia.