REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL – Bagi para wisatawan yang ingin merasakan keanekaragaman satwa liar yang hidup bebas dapat menjumpainya di Zona Demiliterisasi Semenanjung Korea (DMZ). Meskipun sering digambarkan sebagai perbatasan paling berbahaya di dunia, tetapi kini tempat tersebut dapat menjadi opsi baru untuk berwisata dan menemukan berbagai satwa liar.
Komando Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNC) telah menyetujui fase pertama dari proyek 'Jejak Perdamaian' Korea Selatan. Termasuk rencana untuk membuka tiga rute di sepanjang DMZ.
Jejak pertama yang disetujui terletak di Goseong, Provinsi Gangwaon. Wilayah ini berada di sisi timur Semenanjung Korea.
Dilansir dari CNN, berdasarkan media lokal Korea Selatan, sebuah program tur Goseong mulai diluncurkan pada Sabtu (27/4) lalu. Hal ini menandai ulang tahun pertama Deklarasi Panmunjom yang ditandatangani oleh Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.
Pengunjung dapat memulai pendakian mereka dari Unification Observatory dan berjalan melewati pagar kawat berduri sebelum tiba di Observatorium Gunung Kumgang.
“Komando PBB dan pemerintah Korea Selatan telah menunjukan kerja tim yang luar biasa, kolaborasi dan koordinasi di seluruh proses ‘Jejak Perdamaian’ dan akan terus melanjutkannya,” kata Pemimpin UNC, Jenderal Robert Abrams dalam sebuah pernyataan.
Ia menyebut, Angkatan Bersenjata Republik Korea Selatan (ROK) telah bekerja cukup lama untuk memastikan keberhasilan prakarsa yang sangat penting tersebut. Sambil memastikan keselamatan para pengunjung yang juga menjadi hal utama.
DMZ merupakan sebuah tanah tak bertuan yang memiliki panjang sekitar 257 kilometer yang didirikan dalam Perjanjian Genjatan Senjata Perang Korea tahun 1953. Lokasinya berada sekitar 48 kilometer di utara kota Seoul, Korea Selatan.
Selama lebih dari enam dekade, sekitar empat kilometer dari luas wilayah ini ditutup dari campur tangan manusia, diberi pagar pembatas, dan ranjau darat. Berkat pembatasan tersebut, area ini tidak sengaja menjadi tempat perlindungan bagi semua jenis spesies yang terancam punah.
Sejumlah satwa liar yang pernah terpantau berada di wilayah DMZ ini seperti bangau mahkota merah, bangau putih, bebek mandarin, rusa kesturi (musk deer), kambing gunung, dan masih banyak lagi. Bahkan, sebuah laporan mengatakan, di dalam wilayah DMZ, terlihat macan tutul Amur.
Berdasarkan laporan Lembaga Ekologi Nasional Korea Selatan, ada sekitar 6 ribu spesies flora dan fauna yang hidup di dalam DMZ. “Jika Anda melakukan percobaan mengenai bagaimana spesies baru dapat dipulihkan ketika bumi telah hancur, DMZ akan menjadi tempat terbaik,” ujar Kepala Lembaga Penelitian Ekologi DMZ, Kim Seung-ho.
Sejak didirikan pada tahun 2004 silam oleh Kim, institut ini telah melakukan penelitian di DMZ dan berkonsultasi dengan departemen terkait milik pemerintah untuk membantu mereka menemukan cara dalam melestarikan lingkungan dengan lebih baik.
Kim mengatakan, ia telah menjelajahi area terbatas DMZ setiap akhir pekan selama hampir 20 tahun. Sesekali ia juga mengajak sesama peneliti dan penggemar satwa liar yang penasaran. Dia menuturkan, butuh satu dekade untuk mempelajari setiap jalanan dan mengetahui di mana dapat menemukan para penghuni area tersebut.
Banyak pihak di Korea Utara dan Republik Korea Selatan, serta organisasi lingkungan hidup internasional yang telah menyerukan pelestarian DMZ selama beberapa dekade terakhir. Namun, prosesnya tidaklah mudah. Sebab, mengharuskan Korea Utara dan Korea Selatan untuk bersatu.
“Salah satu pertanyaan paling menyakitkan bagi saya adalah bagaimana Korea Utara dan Korea Selatan dapat bersatu dengan menggunakan DMZ sebagai alat rekonsiliasi? Saya ingin melindungi sumber daya biologis DMZ sebagai alat untuk menyembuhkan luka perpisahan itu,” papar Kim.