Bagi sebagian orang mendengarkan radio mungkin sudah hobi, ataupun keinginan mendapatkan informasi. Namun bagi Rudy Hartono, hobi tersebut membuatnya bisa melakukan perjalanan ke luar negeri beberapa kali dan juga mendapatkan bayaran.
Rudy Hartono sekarang ini tinggal di Pemangkat, sebuah kota berjarak 140 km dari ibukota provinsi Kalimantan Barat, Pontianak, namun bulan Maret lalu berkunjung ke Melbourne dan Sydney.
Rudy Hartono adalah salah seorang yang aktif mendengarkan siaran radio luar negeri, dan karena itu, dia sudah mengunjungi beberapa negara, atas undangan radio luar negeri negara tersebut ataupun atas biaya sendiri.
Dia juga adalah salah satu pendengar yang mendapat bayaran tiap bulan sebesar 5 ribu yen Jepang (sekitar Rp 600 ribu) dari Radio NHK Jepang karena posisinya sebagai apa yang disebut Monitor Teknik bagi radio tersebut, yang memiliki siaran dalam bahasa Indonesia.
Sejauh ini, Rudy sudah mengunjungi 7 negara karena kecintaannya mendengarkan siaran radio luar negeri.
"Saya mulai mendengar radio sejak tahun 1988, ketika itu masih kelas 1 SMP. Itupun mendengar radio dari radio tetangga. Sebab ayah saya tak mampu membeli radio," kata Rudy kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya.
"Siaran radio pertama kali saya dengar adalah Radio Australia. Ketika memulai siaran di subuh hari, terdengar ocehan burung kookubura membuka cakrawala dunia melalui Radio Australia."
Menurut Rudy yang sehari-hari bekerja di sebuah perusahaan kelapa sawit tersebut, di tahun 1980-an, ketika internet belum ada, radio merupakan salah satu sumber informasi bagi warga di kota-kota kecil di seluruh pojok Indonesia.
"Mendengar radio luar negeri merupakan kebanggaan tersendiri," katanya.
"Ketika itu berita miring tentang Indonesia tidak didapatkan dari media siaran lokal yaitu TVRI dan RRI. Dan ketika mendapat berita aktual dan terpercaya dari siaran radio asing, maka tidak ada pilihan, selain mendengarkan radio siaran luar negeri," kata Rudy lagi.
Rudy tidak mendengar Radio Australia saja, namun juga dari berbagai negara yang memiliki siaran bahasa Indonesia.
"Kala itu Radio Australia dianggap paling vokal dengan memancarkan siarannya tentang berbagai isu menarik di dunia, termasuk Indonesia."
"Saya juga mendengar siaran radio lainnya seperti Suara Amerika VOA dengan acara Indonesia terkini, BBC London yang paling senang menyoroti Indonesia hingga membuat acara Ungkapan Pendapat sangat sukses."
Ditambah dengan Suara Jerman Deutsche Welle dengan acaranya Indonesia Plus Minus, Radio Nederland dengan acaranya Situs sejarah dan kemerdekaan, kelima radio ini merupakan siaran radio favorit bagi Rudy Hartono ketika itu.
Selain itu, Rudy Hartono juga kemudian secara teratur memonitor radio-radio asing lainya yang memiliki siaran dalam bahasa Indonesia seperti Radio China, Radio Korea KBS, Radio Vietnam VOV, Radio Jepang NHK, Radio Taiwan, Radio Saudi, Radio Iran, Radio Turki, Radio Malaysia, Radio Singapura, dan Radio Thailand.
Bagaimana ceritanya Rudy Hartono mendapat bayaran dari Radio NHK Jepang sebagai monitor teknik?
Menurut Rudy, pada saat kejayaan siaran radio luar negeri di tahun 1980-an ke bawah, banyak stasiun radio memanjakan pendengarnya.
Namun belakangan, dengan semakin berkembangnya internet, pendengar radio mulai menurun, dan beberapa stasiun radio luar negeri harus berusaha menarik minat pendengar di Indonesia.
Salah satunya adalah Radio NHK Jepang, yang menawarkan pendengar menjadi Monitor Teknik dengan bayaran 5000 Yen setiap bulan dan dibayar setiap bulan sebanyak 30 ribu Yen.
"Pendengar bisa menawarkan diri menjadi Monitor Teknik dan setelah lewat seleksi ketat oleh tim NHK, saya terpilih dan sudah selama 11 tahun terakhir menjadi monitor teknik bagi mereka," kata Rudy lagi.
Pekerjaan Monitor Teknik menurut Rudy adalah melaporkan hasil pemantauan dari berbagai seksi bahasa di daerah masing-masing.
Laporan itu dalam bahasa Inggris dan mengisi format yang telah ditetapkan. Untuk tanggal pemantauan juga sudah ditetapkan NHK dengan jadwal terinci selama satu tahun.
Perjalanan ke luar negeri karena radio
Selain mendapat bayaran, Rudy Hartono ayah dari dua anak tersebut berkesempatan juga mengunjungi berbagai negara, di antaranya ada yang diundang oleh radio atau memenangkan sayembara.
Dia pertama kali diundang ke luar negeri adalah ketika mengunjungi ibukota China, Beijing di tahun 2010.
"Saat itu saya memenangkan sayembara 60 tahun hubungan diplomatik antara Tiongkok dan Indonesia yang diadakan oleh Radio China," katanya.
"Saya sering mengikuti sayembara yang diadakan oleh Radio China namun selalu memenangkan hadiah hiburan. Tapi tahun 2010 adalah keberuntungan saya," kata Rudy lagi sambil menambahkan rutinitasnya mendengar radio juga menjadi salah satu faktor dia menang sayembara ke Beijing.
Selain ke China, Rudy Hartono juga pernah diundang ke Vietnam dan Taiwan.
"Saat itu Radio Vietnam VOV ulang tahun ke 70 sedangkan Radio Taiwan ulang tahun ke 60. Saat berada di negara tersebut segala biaya akomodasi dan konsumsi ditanggung."
"Bahkan jalan-jalan ke berbagai destinasi wisata juga dibayari," ujar Rudy.
Dari pengalaman berkunjung ke luar negeri karena radio tersebut, Rudy Hartono mengatakan adalah ketika di Beijing, yang merupakan kunjungan pertamanya ke luar negeri, Rudy dan temannya tersesat di stasiun kereta bawah tanah.
"Saya dan teman tersesat di jalur padat kereta api bawah tanah Beijing. Karena kereta api Beijing memiliki dua lantai sehingga membingungkan."
"Kami awalnya mencoba tenang dan bertanya kepada polisi yang berjaga, namun mereka tidak bisa berbahasa Inggris."
"Namun ada saja bantuan datang dari pemuda setempat yang mengantarkan kami ke jalur keluar stasiun tersebut," tambahnya lagi.
Walau di rumah mendengar radio sendirian, namun Rudy Hartono kemudian juga menjalin persahabatan dengan para pendengar radio siaran luar negeri lainnya, sehingga kemudian terbentuk perkumpulan.
Perkumpulan tersebut kemudian bertemu secara teratur.
Rudy juga pernah mengunjungi Radio NHK Jepang, bersama beberapa pendengar radio lainya di tahun 2017, menggunakan biaya honor yang diterimanya dari radio Jepang tersebut selama 11 tahun terakhir.
Di Kalimantan, Rudy Hartono mendirikan perkumpulan yang disebut Borneo Listeners Club (BLC) yang didirikan di tahun 2010.
"Saya pertama kali menghadiri temu keluarga pendengar radio ke-2 di Solo tahun 2008. Di situ saya berkenalan dengan banyak peserta lain."
"Saya mendengar ketika itu dunia keradioan lesu, perkumpulan pendengar juga banyak yang vakum. Hingga munculnya satu ide untuk dirikan klub pendengar di Kalimantan Barat."
"Di tahun 2010, barulah klub pendengar itu berdiri dan kami beri nama Borneo Listeners Club (BLC)."
Salah satu program dari BLC menurut Rudy Hartono adalah apa yang mereka sebut DX Tour, dimana beberapa pendengar berkumpul untk mengunjungi stasiun radio di negara asalnya.
"DX Tour hingga saat ini sudah diadakan sebanyak 4 kali yaitu ke Malaysia, Korea, Taiwan dan Jepang. Untuk DX Tour ke 5 akan berkunjung ke Vietnam (VOV) pada tahun 2020."
Dari berbagai pengalaman mendengarkan siaran radio sampai berinteraksi dengan para pendengar lain dari seluruh Indonesia, Rudy Hartono menuliskannya dalam dua buku yang sudah diterbitkan berjudul My Radio My Life (2018) dan My Radio My Life 2 (2019).
"Menulis buku adalah cita-cita sejak lama ketika pertama kali saya memiliki laptop yaitu pada tahun 2004. Di sinilah saya memulai menulis sepenggal cerita perjalanan hidup saya bersama radio dan sahabat pendengar," tuturnya.
Ikuti berita-berita ABC Indonesia lainnya di sini