Rabu 15 May 2019 22:26 WIB

Angkatan Bersenjata Jerman Tunda Latihan di Irak

Jerman menunda latihan di Irak karena ketegangan di kawasan meningkat.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nashih Nashrullah
Tentara Jerman
Foto: alarabiya
Tentara Jerman

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN— Jerman menunda operasi latihan militer di Irak. Pada Rabu (15/5) juru bicara Kementerian Pertahanan Jerman mengatakan penundaan ini disebabkan meningkatnya ketegangan di kawasan tersebut. 

Jerman sendiri tidak mengindikasi akan ada serangan yang didukung Iran. Juru bicara Kementerian Pertahanan itu menambahkan program latihan dapat dilanjutkan dalam beberapa hari kedepan. 

Baca Juga

Situs berita Focus melaporkan keputusan itu sudah diambil dalam koordinasi dengan Irak selaku negara rekanan. Latihan militer itu bertujuan untuk melawan ISIS di kawasan tersebut. 

Juru bicara untuk Kementerian Pertahanan Jerman mengatakan ada 160 pasukan bersenjata Jerman yang terlibat dalam latihan di Irak. Ketegangan di Timur Tengah meningkat setelah Amerika Serikat (AS) mengerahkan banyak aset militer mereka ke sana. 

Pada Kamis (9/5) lalu dua pejabat pemerintah AS yang tidak disebutkan namanya mengatakan ada dua kapal induk bomber yang rencananya akan dikerahkan ke kawasan itu. Salah satu pejabat mengatakan mereka tengah membahas untuk kembali memasang sistem pertahanan Patriot di Timur Tengah.

Menurut pemerintah Presiden AS, Donald Trump, ancaman dari Iran semakin menguat. Pemerintah AS belum menjelaskan dengan rinci seperti apa ancaman Iran. 

Tapi pejabat pemerintah AS mengatakan salah satu elemennya Iran menempatkan misil di perahu kecil di pinggir pantai, memicu kekhawatiran Teheran mungkin bersiap menyerang pasukan atau kepentingan AS di kawasan. 

Sementara pada hari Selasa (14/5) lalu Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengatakan Teheran tidak ingin berperang dengan Amerika Serikat. "Tidak akan ada perang, bangsa Iran telah memilih jalur perlawanan, baik kami maupun mereka tidak mencari perang, mereka hal itu bukan minat mereka," kata Khamenei. n Lintar Satria/Reuters 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement