REPUBLIKA.CO.ID, PORT MORESBY -- Perdana Menteri Papua Nugini Peter O'Neil mengundurkan diri. Hal ini menyusul adanya pembelotan dari pemerintahannya kepada oposisi. O'Neil yang telah menjabat selama tujuh tahun menghadapi seruan untuk mundur selama berpekan-pekan karena serangkaian masalah.
Pembelotan yang dilakukan oleh pemerintahannya membuat O;Neil merasa tidak memiliki dukungan untuk melanjutkan jabatannya. O'Neil akan menyerahkan jabtannya kepada mantan perdana menteri Papua Nugini, Sir Julius Chan.
"Penting bagi kita untuk menjaga sejumlah stabilitas. Kami telah mendengar seruan dan kami telah sepakat untuk perubahan pemerintahan," ujar O'Neil, dilansir BBC, Ahad (26/5).
O'Neill berada di bawah tekanan atas sejumlah masalah, termasuk proyek gas bernilai miliar dolar yang ditandatangani awal tahun ini dengan perusahaan Prancis Total dan perusahaan Amerika Serikat (AS) ExxonMobil. Meskipun proyek ini hampir akan menggandakan ekspor gas PNG, masyarakat setempat khawatir mereka tidak akan mendapatkan keuntungan apapun dari investasi tersebut.
Australian Financial Review melaporkan, politisi oposisi pada Jumat lalu berjanjia akan mendorong penyelidikan di Australia dan Swiss atas pinjaman sebesar 830,76 juta dolar AS yang diatur oleh kelompok keuangan UBS.
Sebuah laporan oleh Komisi Ombudsman Papua Nugini, dalam kesepakatan 2014 negara meminjam dari UBS untuk membeli 10 persen saham di perusahaan energi yang terdaftar di Bursa Efek Australia Oil Search.
Uang itu digunakan untuk membeli ladang gas Elk Antelope yang sedang dikembangkan oleh Total. Papua Nugini diperkirakan telah kehilangan 287 juta dolar AS, karena terpaksa menjual saham ketika harga jatuh pada 2017.
Pengganti O'Neil, Sir Julius mengatakan, dia menginginkan transisi yang baik untuk memastikan stabilitas di Papua Nugini. Dia berterima kasih kepada O'Neil karena telah pemimpin Papua Nugini.
"Warga Papua Nugini, besok kalian akan melihat ke belakang dan melihat semua hal yang telah dia (O'Neil) lakukan. Namun, seperti layaknya kehidupan, kalian harus melanjutkan hidup," kata Sir Julius.