REPUBLIKA.CO.ID, ULAANBAATAR -- Ribuan pengunjuk rasa anti-pemerintah turun ke jalan-jalan di ibu kota Mongolia, Ulaanbaatar untuk menuntut pemerintahan mundur. Tuduhan korupsi dan kegagalan pemerintahan telah membuat perekonomian di negara tersebut mengalami kemunduran.
"Resign! Resign! Resign!," teriak para pengunjuk rasa, Kamis (30/5).
Beberapa pengunjuk rasa membawa spanduk yang mengecam pemerintah karena dianggap gagal mengatasi korupsi, krisis ekonomi, dan krisis kesehatan. Beberapa demonstran juga tampak membawa karikatur politikus terkemuka. Sekretaris Jenderal oposisi Partai Demokrat, Tsevegdorj Tuvaan, kepada Reuters bahwa pemerintah tidak memenuhi janji yang telah mereka lontarkan.
"Parlemen tidak dapat membuat pemerintah bekerja dan bertanggung jawab. Jadi kami hari ini menuntut agar mereka bertanggung jawab," ujar Tuvaan, Kamis (30/5).
Pemerintah Mongolia telah berjanji untuk membangun infrastruktur, memperbaiki layanan sosial dan perumahan. Pemerintah akan menarik miliaran dolar dari investasi asing untuk pembangunan tersebut. Namun, hingga saat ini pembangunan yang dijanjikan belum terwujud.
Pemerintahan saat ini dijalankan oleh Mongolian People’s Party, sementara kepresidenan dipegang oleh anggota oposisi Partai Demokrat, Battulga Khaltmaa. Perselisihan dengan investor asing seperti Rio Tinto, membuat pemerintah mengeluarkan banyak anggaran sehingga Mongolia mengalami krisis ekonomi pada 2016 dan belum pulih hingga sekarang.
Sebelumnya, seorang anggota parlemen dipaksa untuk mengundurkan diri karena terlibat dalam sebuah skandal. Namun, pihak oposisi menilai aksi turun ke jalan ini sangat penting untuk pemilihan umum pada 2020.
Seorang pengunjuk rasa, Tseren Tsagan mengatakan, saat ini harga barang kebutuhan pokok di Mongolia telah merangkak naik. Namun di sisi lain, pendapatan atau gaji mereka tidak dinaikkan sehingga sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.