Selasa 04 Jun 2019 13:02 WIB

Taiwan: Cina Tutupi Kebenaran Peristiwa Tiananmen

Taiwan kerap menggunakan momen peringatan Tiananmen untuk mengkritik Cina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Gita Amanda
Tiananmen Square
Foto: ABCNews
Tiananmen Square

REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan, Pemerintah Cina terus menutup-nutupi tragedi berdarah yang terjadi pada 4 Juni 1989 di Lapangan Tiananmen. Padahal, tak dapat dimungkiri bahwa terjadi kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap demonstran pro-demokrasi dalam peristiwa tersebut.

“Pemerintah Cina tidak hanya tidak berencana untuk bertobat atas kesalahan masa lalu, tapi juga terus menutupi kebenaran,” kata Tsai melalui akun Facebook pribadinya pada Selasa (4/6), menjelang peringatan 30 tahun peristiwa Tiananmen.

Baca Juga

Dalam unggahan yang disertai foto dirinya sedang memegang lilin, Tsai juga menyatakan keprihatinan atas erosi kebebasan Cina di Hong Kong. Hal itu kemudian dia bandingkan dengan apa yang diperjuangkan Taiwan.

“Taiwan pasti akan membela demokrasi dan kebebasan. Terlepas dari ancaman dan infiltrasi, selama saya menjadi presiden, Taiwan tidak akan tunduk pada tekanan,” ujarnya.

Taiwan memang kerap menggunakan momen peringatan peristiwa Tiananmen untuk mengkritik Cina. Taipei kerap mendesak Beijing agar mengakui kesalahan yang dibuatnya dalam kejadian kelam tersebut.

Pada 15 April hingga 4 Juni 1989, mahasiswa di Cina memimpin gerakan protes terhadap pemerintah. Mereka menyuarakan kekecewaannya atas ketidakstabilan ekonomi dan praktik korupsi. Aksi yang semula hanya berskala kecil itu kemudian diikuti massa yang lebih luas.

Kala itu aksi mahasiswa berubah menjadi demonstrasi pro-demokrasi. Namun, Pemerintah Cina meresponsnya dengan represif. Militer dikerahkan untuk menekan dan menghantam massa. Menurut laporan, lebih dari 200 orang tewas dan 7.000 lainnya mengalami luka-luka dalam peristiwa tersebut.

Namun, aktivis dan pegiat HAM di sana meyakini jumlah korban tewas dalam peristiwa Tiananmen mencapai ribuan orang.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement