Jumat 07 Jun 2019 02:55 WIB

Polisi Australia Geledah Kantor ABC dan Rumah Wartawan

Berita yang dipersoalkan menyangkut perilaku pasukan khusus Australia di Afghanistan.

Red:
abc news
abc news

Kebebasan pers di Australia kini terancam setelah petugas Kepolisian Federal (AFP) menggeledah kantor lembaga penyiaran nasional ABC di Sydney serta rumah seorang jurnalis terkait pemberitaan. Namun PM Scott Morrison menyebut tidak seorang pun berada di atas hukum.

Berbekal surat perintah pengadilan, petugas AFP mendatangi kantor pusat ABC itu, dalam upaya mereka mencari sumber pemberitaan yang menyediakan informasi kepada ABC.

Berita yang dipersoalkan itu menyangkut perilaku pasukan khusus Australia di Afghanistan yang diduga keras melakukan pembunuhan secara melawan hukum serta perilaku tidak pantas lainnya.

Pemberitaan ABC News yang dikenal sebagai Afghan Files itu dilakukan pada tahun 2017 oleh jurnalis investigatif Dan Oakes dan Sam Clark, berdasarkan bocoran dokumen rahasia dari Departemen Pertahanan.

Perintah pengadilan memberi kewenangan kepada polisi untuk menggeledah email-email dari Oakes, Clark dan Direktur Pemberitaan ABC Gaven Morris.

Serial pemberitaan ABC News itu mengungkap secara terperinci operasi pasukan khusus Australia, termasuk pembunuhan pria tak bersenjata serta anak-anak Afghanistan. Selain itu juga membeberkan "budaya petarung" di kalangan prajurit.

Secara terpisah AFP juga melakukan penggeledahan di rumah jurnalis News Corp Annika Smethurst di Canberra.

Dalam keterangan persnya AFP menyebutkan kedua penggeledahan itu tidak ada sangkut-pautnya satu sama lain, namun keduanya terkait dengan pemberitaan informasi rahasia.

Pemberitaan seperti ini, kata AFP, "Bertentangan dengan UU Kriminal Tahun 1914, yang dapat membahayakan keamanan nasional Australia".

AFP berdalih pihaknya menerima dua rujukan terpisah dari pimpinan lembaga negara terkait dengan permasalahan serius ini.

"Ketika AFP menerima rujukan seperti itu, AFP memeriksa aspek kriminalitasnya dan tidak menghakimi permasalahan itu sendiri," kata AFP dalam keterangan tertulis.

Kepada ABC, AFP menyatakan pihaknya ingin mencari email-email terkait dengan semua orang yang disebutkan dalam surat perintah pengadilan serta data antara April 2016 dan Juli 2017.

Pukulan ke jantung demokrasi

Jurnalis senior Australia Kerry O'Brien mengecam tindakan polisi ini dan menyebutnya sebagai pukulan telak ke jantung demokrasi, yaitu kebebasan pers.

"Yang terjadi adalah media yang menjalankan tugasnya mengkritisi wilayah pemerintah dimana kritik tidak mudah dilakukan," katanya.

"Kita sedang bicara soal peran whistleblowers, mereka yang termotivasi dan terganggu dengan apa yang mereka lihat di dalam tubuh pemerintah," tambahnya.

 

PM Scott Morrison bersikukuh bahwa pemerintahannya mendukung kebebasan pers namun "tidak seorang pun berada di atas hukum".

"Persoalan ini ditangani AFP secara operasional... di luar sepengetahuan pemerintah, dan bukan atas permintaan menteri manapun," ujar PM Morrison.

"Persoalan ini telah dirujuk ke polisi federal beberapa waktu lalu, tahun lalu, bahkan mendahului sebelum saya menjadi Perdana Menteri," tambahnya berdalih.

Juru bicara oposisi Partai Buruh urusan Kejaksaan Agung Mark Dreyfus menuduh Pemerintahan PM Morrison sebagai "Pengecut" karena tidak mau menjawab pertanyaan seputar penggeledahan ini.

Menurut Dreyfus, Mendagri Peter Dutton (yang membawahi kepolisian federal) harus berterus terang terkait tindakan polisi ini.

"Morrison jangan sembunyi di balik Dutton, yang secara pengecut juga bersembunyi di balik polisi," ujarnya mengecam pemerintah.

Dia mendesak PM Morrison dan Mendagri Dutton menjelaskan mengapa kebebasan yang diperjuangkan para pendahulu kini terancam.

 

Direktur Utama ABC David Anderson menjelaskan petugas AFP mengambil sekitar 100 dokumen yang disimpan dalam dua buah folder USB.

Dia memastikan dokumen-dokumen tersebut akan tetap tersegel selama dua pekan di saat ABC mempertimbangkan langkah hukum yang akan diambil.

"Kami yakin tidak berbuat melanggar hukum dalam menyiarkan berita tersebut. Kami yakin pemberitaan itu semata-mata untuk kepentingan umum," jelasnya.

Dirut Anderson menyatakan telah menerima telepon dan email dari lembaga pemberitaan dunia seperti BBC dan The New York Times terkait penggeledahan ini.

"Kami akan terus membela berita-berita kami dan pegawai kami. Isu ini melampaui industri media semata. Kebebasan pers merupakan jantung demokrasi kita dan kita harus berupaya sekuat tenaga menjaga kebebasan tersebut," tegasnya.

The New York Times dalam laporannya mengenai penggeledahan polisi ke kantor ABC menyebut "Australia Mungkin Jadi Negara Demorasi Paling Tertutup".

LSM internasional seperti Reporters Without Borders juga mendesak PM Morrison untuk berhenti melecehkan jurnalis dengan dalih "keamanan nasional".

Simak berita lainnya dari ABC Indonesia.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement