REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Mantan presiden Sudan Omar al-Bashir terlihat pertama kali di publik sejak kudeta penggulingan dirinya April lalu, Ahad (16/6). Bashir diantar dari penjara menuju kejaksaan untuk mendengar pembacaan tuduhan korupsi.
Dilansir di BBC, Senin (17/6), dengan dikelilingi penjaga keamanan, pria 75 tahun tersebut tampak mengenakan jubah tradisional putih dan serban di kepala. Jaksa mengatakan timbunan mata uang asing ditemukan dalam karung gandum di rumah Bashir saat ia dikudeta.
Ia berjalan dengan cepat dari sebuah kendaraan ke kantor kejaksaan, tersenyum dan mengobrol dengan para penjaga. Namun, saat kembali beberapa menit ia muncul dengan wajah cemberut.
Bashir juga menjadi incaran Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC). Ia diduga mengatur kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan di Darfur, Sudan. Ia menolak tuduhan tersebut.
Wakil Presiden militer Mohamed Hamdan "Hemeti" Dagolo berjanji mengadili kerusuhan mematikan baru-baru ini. Menurut aktivis oposisi, lebih dari 100 orang demonstran meninggal pada 3 Juni.
"Kami bekerja keras mencari mereka yang bertanggung jawab," katanya dalam pidato di televisi.
Hemeti membawahi Pasukan Pendukung Cepat (RSF) yang populer dengan nama Janjaweed. Kelompok ini dituduh melakukan pembunuhan bulan ini dan terkait kejahatan saat konflik Darfur.
Otoritas militer Sudan menghadapi kecaman keras internasional setelah tindakan keras awal bulan ini. Sudan juga telah diskors dari Uni Afrika.
Pada Jumat setelah kunjungan ke Khartoum, Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Afrika, Tibor Nagy, menyerukan penyelidikan yang kredibel dan independen terhadap pembunuhan tersebut. Pembicaraan antara para pengunjuk rasa dan Dewan Transisi Militer (TMC) buntu setelah kekerasan.