Rabu 26 Jun 2019 00:30 WIB

Warga Australia Terjerat Utang Karena Tergoda "HP Gratis"

ACCC menyatakan akan menyelidiki apakah Telstra telah melanggar UU Konsumen

Red:
abc news
abc news

Seorang warga Australia yang tergoda iming-iming HP gratis, akhirnya dikejar-kejar debt collector karena tak sanggup membayar tagihan telepon ribuan dolar (puluhan juta rupiah).

Kasus yang dialami Caitlyn Roe ini terjadi setelah marketing raksasa telekomunikasi Telstra menawarinya sebuah telepon baru karena selama ini dia menjadi pelanggan perusahaan itu.

Roe (21 tahun), warga Aborigin dan ibu seorang anak, hanya menempuh pendidikan hingga kelas 9 dan diketahui kecanduan serta tidak pernah bekerja tetap.

Sebelumnya dia selalu menggunakan telepon prabayar, namun suatu hari Telstra menghubungi dan menawarkan HP "gratis" jika dia mau mengambil kontrak telepon.

Dia pun mendatangi gerai Telstra terdekat di kota tempat tinggalnya Broome, Australia Barat, untuk menandatangani kontrak jangka panjang itu.

"Pertamanya saya bisa membayar tagihan bulanan. Tidak sulit," katanya.

"Tapi setelah menggunakan semua data, tagihan itu mulai meningkat. Tidak ada yang menjelaskan sebelumnya mengenai biaya tambahan untuk kelebihan data," kata Roe.

Tagihan teleponnya hampir mencapai 2.200 dolar (sekitar Rp 22 juta) yang tentu saja tak sanggup dia bayar. Dia akhirnya berurusan dengan debt collector yang mengancam membawanya ke pengadilan.

"Saya takut sekali sampai berpikir akan masuk penjara gara-gara tak bisa bayar tagihan itu," katanya.

Dia mengaku kesulitan karena harus membayar sewa rumah dan mengasuh anak semata wayangnya.

Roe terus dikejar-kejar penagih utang dan selalu berusaha menghindar. Dia hanya mampu membayar 100 dolar untuk tagihan itu.

Michael Ackland dari bagian konsumen dan bisnis Telstra yang dihubungi ABC menyampaikan permintaan maaf "tanpa syarat" kepada Caitlyn Roe.

Dia mengaku terjadi kesalahan dalam proses penanganan kasus yang dialami Roe.

"Sebenarnya tagihannya sudah diputihkan secara internal namun hal ini tidak diproses secara tepat sehingga utang tersebut berakhir dengan surat dari pihak penagih tersebut," kata Ackland.

He menambahkan produk-produk Telstra kini "sebagian besar tidak lagi mempunyai tagihan untuk penggunaan kelebihan data".

"Hal itu telah kami tarik dari pasar karena menimbulkan permasalahan," ujarnya.

 

Secara terpisah, komisi persaingan usaha dan perlindungan konsumen Australia (ACCC) kini memeriksa praktek marketing yang dilakukan Telstra

ACCC menyatakan akan menyelidiki apakah Telstra telah melanggar UU Konsumen - yang jika terbukti bisa dikenai denda jutaan dolar (puluhah milir rupiah).

Data yang diperoleh ABC menunjukkan banyaknya konsumen Telstra yang hidupnya bergabung pada tunjangan pemerintah melalui Centrelink. Namun mereka ini terikat kontrak dengan Telstra dengan nilai hingga 250 dolar perbulan.

Selain nilai kontrak ini, mereka juga dibebankan tambahan penggunaan kelebihan data yang puluhan juta rupiah.

Sejumlah warga pedalaman yang dihubungi ABC mengaku malu untuk bicara soal utang tagihan telepon mereka ke Telstra.

Salah satunya, warga Ardyaloon, sekitar 200 kilometer di utara Kota Broome, menunjukkan tagihan Telstra senilai $7.800 (hampir Rp 80 juta).

Selain itu, ada pula tagihan pelanggan lainnya senilai 6.582 dolar.

Namun kedua tagihan ini akhirnya diputihkan oleh Telstra setelah kedua pelanggan mendapat bantuan dari konsuler keuangan.

Warga setempat Irene Davey mengatakan banyak warga di komunitas pedalaman ini yang tidak mendapat penjelasan dan tidak mengerti adanya biaya kelebihan penggunaan data.

Sementara menurut Jody Wiggan dari komunitas Djarindjin yang tak jauh dari Ardyaloon mengatakan Telstra telah membawa masalah besar bagi warga di sana.

"Banyak kerabat saya melakukannya - membeli iPhone dan segala kontraknya. Ini tagihan berkelanjutan, mereka tidak tahu kapan akan berhenti," katanya.

 

Konselor keuangan di Broome, Alan Gray, menuding kangtor pusat Telstra sebagai biang keladinya.

"Telstra telah menginstruksikan bagian penjualannya untuk menarik penduduk miskin ke dalam kontrak yang tak bisa dilunasi," katanya.

"Klien saya keluar dari toko berpikir bahwa pembayaran 200 dolar telah mencakup semuanya. Dalam satu atau dua bulan kemudian, mereka menerima tagihan 2.000, 3.000 atau bahkan 4.000 dolar untuk kelebihan data," kata Gray.

Dalam banyak kasus, tagihan tersebut kemudian dijual kepada perusahaan debt collector, yang kemudian mengancam mengambil tindakan hukum.

Tahun lalu Gray sendiri berhasil membuat Telstra memutihkan 26 tagihan bernilai lebih dari 100.000 dolar (sekitar Rp 1 miliar).

 

Pada bulan Februari, investigasi pengawas industri telekomunikasi menemukan praktek penjualan yang justru meningkatkan utang konsumen, sehingga mereka kesulitan membayar tagihan.

Laporan Telecommunications Industry Ombudsman (TIO) menemukan para staf lebih fokus mencapai penjualan daripada menilai apakah suatu produk cocok untuk konsumen.

Sementara ACCC dalam pernyataan tertulis menyebutkan pihaknya sedang menyelidiki tuduhan terhadap Telstra mengenai praktik penjualan yang dilakukan perusahaan ini kepada warga Abroigin yang rentan.

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement