REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Kapal supertanker Pacific Voyager berbendera Inggris dilaporkan aman dan baik-baik saja setelah berhenti di Teluk (Gulf) pada Sabtu (6/7). Seorang pejabat Inggris mengatakan, laporan itu diterima usai Iran membantah bahwa komandan Pengawal Revolusi senior telah menyita kapal tersebut.
Berhentinya kapal tanker merupakan bagian dari prosedur rutin untuk menyesuaikan waktu kedatangan di pelabuhan berikutnya.
Seorang pejabat di Operasi Perdagangan Maritim Inggris (UKMTO) mengatakan, mereka telah melakukan kontak dengan kapal tanker itu. UKMTO merupakan pihak yang mengoordinasikan pengiriman di Teluk.
Sebelumnya, komandan Pengawal Revolusi senior pada Jumat (5/7) disebut mengancam akan menyita sebuah kapal Inggris sebagai pembalasan penahanan kapal tanker Iran Grace 1 di Gibraltar. Pacific Voyager berhenti di Teluk dalam perjalanan ke Arab Saudi dari Singapura.
Kantor berita Fars melaporkan, ulama Iran Mohammad Ali Mousavi Jazayeri mengatakan bahwa Inggris harus takut tentang kemungkinan pembalasan Teheran atas penyitaan tanker Grace 1.
"Saya secara terbuka mengatakan bahwa Inggris harus takut pada tindakan pembalasan Iran atas penyitaan ilegal kapal tanker minyak Iran," kata anggota badan ulama Majelis Ahli itu.
Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Inggris Theresa May membahas cara untuk mempertahankan tekanan terhadap Iran melalui panggilan telepon pada Jumat. Namun, menurut pernyataan resmi dari Gedung Putih atas komunikasi keduanya tersebut, tidak menyebutkan insiden kapal tanker.
"Mereka membahas kerja sama ... untuk memajukan kepentingan keamanan nasional bersama, termasuk upaya untuk menegakkan sanksi terhadap Suriah, untuk memastikan bahwa Iran tidak mendapatkan senjata nuklir, dan untuk mencapai final, denuklirisasi Korea Utara yang sepenuhnya diverifikasi," tulis pernyataan Gedung Putih.