Selasa 09 Jul 2019 14:01 WIB

Demonstran tidak Puas dengan Pernyataan Pemimpin Hong Kong

Demonstran Hong Kong ingin Carrie Lam mundur dari jabatannya.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ani Nursalikah
Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, 10 Juni 2019.
Foto: AP Photo/Vincent Yu
Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam, 10 Juni 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) ekstradisi yang menjadi pemicu krisis politik di wilayah tersebut telah dibatalkan. Namun, pernyataan Lam ini tidak memuaskan sejumlah demonstran, termasuk mahasiswa yang menjadi bagian dari aksi protes di Hong Kong sejak Juni lalu.

"Yang kami inginkan adalah membatalkan RUU sepenuhnya. Dia (Lam) hanya memainkan permainan kata-kata," ujar General Officer dari Student Union of Chinese Univesity of Hong Kong, Chan Wai Lam William, Selasa (9/7).

Baca Juga

Tuntutan dari pengunjuk rasa yang lainnya adalah Lam mengundurkan diri dari jabatannya sebagai kepala eksekutif Hong Kong. Selain itu, mereka juga menuntut penyelidikan independen terkait tindakan polisi terhadap para demonstran.

Sementara itu, pemimpin aksi unjuk rasa, Jimmy Sham dan Bonnie Leung mengatakan, Lam bersikap munafik dan mengklaim telah memenuhi tuntutan pengunjuk rasa. Menurut mereka, Lam tidak pernah berdiskusi secara langsung dengan perwakilan para pengunjuk rasa terkait RUU ekstradisi tersebut.

"Dia (Lam) harus berbicara dengan para demonstran muda. Para demonstran muda telah keluar di jalan-jalan, di luar markas pemreintah untuk menyerukan suara meraka agar didengar," ujar Leung.

Undang-undang ekstradisi akan memungkinkan para tersangka kejahatan diekstradisi ke Cina daratan. Para pengkritik khawatir mereka akan mendapatkan persidangan yang tidak adil, dan dipolitisasi oleh Partai Komunis yang berkuasa.

Dalam aksi protes terbaru pada Ahad (8/7) lalu, puluhan ribu demonstran bergerak menuju stasiun kereta api berkecepatan tinggi yang menghubungkan Hong Kong dengan Cina daratan. Mereka membawa spanduk bertuliskan "Free Hong Kong", dan beberapa membawa bendera era kolonial Inggris.

Para pengunjuk rasa ingin membawa pesan protes damai kepada orang-orang di China daratan. Apalagi, media Cina yang dikelola pemerintah tidak meliput aksi protes secara luas, namun hanya fokus pada bentrokan dengan polisi dan kerusakan.

Pada 1 Juli bertepatan dengan peringatan 22 tahun penyerahan Hong Kong dari Inggris ke Cina diwarnai oleh aksi protes. Mereka memaksa masuk ke gedung legislatif dan melakukan pengrusakan sehingga bentrokan dengan polisi tak terhindarkan.

Di sisi lain, para pengunjuk rasa juga menuntut penyelidikan independen terhadap dugaan kekerasan yang dilakukan oleh polisi pada 12 Juni. Ketika itu, polisi menggunakan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan kerumunan massa di jalan-jalan utama Hong Kong. Terkait dengan hal ini, Lam mengatakan, penyelidikan akan dilakukan di bawah Departemen Kehakiman sesuai dengan bukti, hukum, dan juga kode penuntutan.

Sebelumnya, dalam konferensi pers Lam mengatakan, pekerjaan pemerintah terhadap RUU ekstradisi tersebut sudah gagal total. Lam mengklaim dirinya telah memenuhi tuntutan para pengunjuk rasa. Dia berharap masyarakat Hong Kong dapat memberikan peluang dan ruang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terutama dalam bidang ekonomi, serta lapangan kerja.

"Permohonan tulus saya adalah tolong beri kami kesempatan, waktu, ruang, untuk membawa Hong Kong keluar dari jalan buntu saat ini dan mencoba untuk memperbaiki situasi saat ini," kata Lam.

sumber : Reuters/AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement