Senin 20 Jan 2020 02:55 WIB

Polisi Hong Kong Bubarkan Massa dengan Gas Air Mata

Polisi antihuru-hara terlihat mengejar serta menangkap beberapa demonstran Hong Kong.

Polisi Hong Kong Bubarkan Massa dengan Gas Air Mata. Polisi antihuru-hara Hong Kong bentrok dengan demonstran yang menyerukan reformasi pemilihan dan boikot partai Komunis China di Hong Kong, Ahad (19/1).
Foto: AP Photo/Ng Han Guan
Polisi Hong Kong Bubarkan Massa dengan Gas Air Mata. Polisi antihuru-hara Hong Kong bentrok dengan demonstran yang menyerukan reformasi pemilihan dan boikot partai Komunis China di Hong Kong, Ahad (19/1).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Polisi Hong Kong menembakkan gas air mata untuk membubarkan ribuan pengunjuk rasa antipemerintah, Ahad (19/1). Massa berkumpul di sebuah taman di Hong Kong pusat, namun kemudian melanggar perintah polisi dengan menyebar ke jalanan.

Polisi segera bertindak ketika demonstrasi di taman berubah menjadi aksi pawai. Beberapa unit polisi dengan perlengkapan antihuru-hara terlihat mengejar para demonstran serta menangkap beberapa orang.

Baca Juga

Sebuah mobil meriam air memasuki jalan-jalan di pusat kota dan ditempel oleh sebuah jip antipeluru, namun tidak digunakan. Para penyelenggara aksi unjuk rasa pada awalnya meminta izin untuk melakukan pawai, tapi kepolisian hanya membolehkan demonstrasi dilangsungkan di taman dengan alasan pawai-pawai sebelumnya berujung pada kekerasan.

Demonstrasi pada Ahad bertajuk "Pengepungan Universal terhadap Komunisme" itu merupakan aksi terbaru penentangan terhadap pemerintah sejak Juni tahun lalu. Sejak Juni, protes tersebut telah meluas menjadi tuntutan soal hak pilih universal serta penyelidikan independen atas tindakan polisi terhadap para demonstran.

Dalam beberapa minggu terakhir ini, aksi protes tidak terlalu sering berlangsung. Pada 1 Januari, pawai yang diikuti ribuan orang diwarnai dengan tembakan gas air mata oleh polisi untuk membubarkan massa.

Pihak berwenang Hong Kong telah menahan lebih dari 7.000 orang, yang banyak di antaranya didakwa melakukan kerusuhan. Dengan dakwaan itu, mereka menghadapi ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun. Tidak ada kejelasan soal berapa jumlah orang yang masih ditahan.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement