Rabu 10 Jul 2019 20:50 WIB

Nekad Ingin Mendaki Uluru Sebelum Ditutup, Turis Ramai Berkemah Di Pinggir Jalan

Perkemahan illegal telah merusak lingkungan yang rentan

Red:
abc news
abc news

Menjelang penutupan pendakian peramen yang akan dimulai 26 Oktober mendatang, arus pengunjung terus meningkat. Pengelola kawasan wisata Uluru kewalahan mengatasi turis yang masuk tanpa izin dan berkemah secara illegal dan menyampah di sekitar kawasan wisata ikonik Australia tengah tersebut.

Uluru terus dibanjiri pengunjung:

  • Pengunjung yang menduga akan mendapat penginapan di sekitar uluru telah masuk tanpa izin dan membuang sampah sembarangan di lahan yang dilindungi dan properti pribadi
  • Perkemahan illegal telah merusak lingkungan yang rentan
  • Derasnya arus pengunjung ini telah mendorong pengelola pariwisata di wilayah itu untuk mengerahkan kapasitas mereka menjelang penutupan pendakian Uluru pada bulan Oktober

 

Warga Aborijin Anangu pemilik lahan tradisional Uluru telah berulang kali menyatakan keinginan agar masyarakat menunjukan rasa hormat mereka pada nilai-nilai budaya pada batu Uluru dengan tidak memanjatnya.

Tiga bulan sebelum penutupan pendakian bukit batu monolith itu, menjamur perkemahan ilegal di Taman Nasional Uluru-Kata Tjuta, sebuah tempat peristirahatan yang berlokasi di dekatnya, dan resor di Yulara juga telah penuh dipesan. Kondisi ini telah memaksa wisatawan berkemah secara ilegal di pinggir jalan.

Stephen Schwer, kepala eksekutif Tourism Central Australia, mengatakan pengunjung perlu merencanakan perjalanan mereka terlebih dahulu.

"Jika orang merencanakan perjalanan mereka, menghubungi pusat informasi kami, kami dapat menemukan akomodasi alternatif terdekat ... Mereka perlu mencari tahu ke pusat-pusat informasi saat mereka hendak melakukan perjalanan di sepanjang trek," katanya.

"Mereka yang akhirnya terpaksa berkemah di pinggir jalan kebanyakan adalah orang-orang yang berasumsi mereka pasti akan mendapat akomodasi, dan ketika tidak mendapatkannya, mereka mengusahakan sendiri tempat itu dan karenanya mereka akan masuk tanpa izin."

Dia mengatakan para pemilik usaha penggembalaan ternakdi daerah itu melaporkan pelanggaran pengunjung yang memasuki lahan mereka tanpa izin meningkat tajam.

"[Turis] berpikir mereka melakukan hal yang baik dengan berkemah gratis di sepanjang jalan; apa yang sebenarnya mereka lakukan adalah masuk tanpa izin ke tanah penggembalaan yang dikelola bersama dan dilindungi, dan banyak orang tampaknya tidak memahami itu," Kata Schwer.

"Ada tempat khusus untuk berkemah yang terbuka selama 24 jam di sepanjang jalan itu, mereka bisa berkemah di sana selama 24 jam, tetapi mereka tidak bisa memarkir kendaraan mereka disisi jalan seenaknya."

Schwer mengatakan berkemah ilegal membahayakan lingkungan, karena turis tidak mengakses fasilitas yang sesuai dan malah membuang sampah mereka di tempat-tempat yang tidak pantas.

"Ketika ada jenis arus pelancong yang membawa kendaraan mereka seperti yang kita lihat saat ini, itu memicu masuknya limbah," katanya.

'Adu mulut pemilik lahan dengan pelancong'

 

Jumlah pengunjung di stasiun Curtin Springs dan rumah bandar, yang berlokasi 100 kilometer dari Uluru, juga turut meningkat sebesar 20 persen dibandingkan tahun lalu, menurut pemilik stasiun itu, Lindy Severin.

"Kondisinya sangat sibuk ... mereka ingin anak-anak mereka memiliki kesempatan untuk mendaki Uluru, dan itulah sebabnya mereka ada di sini," katanya.

Dia mengaku telah menyaksikan orang-orang berkemah secara ilegal, meninggalkan sampah, menyalakan api, dan bahkan ia bahkan harus mengevakuasi limbah hitam dari karavan mereka yang tertinggal di properti miliknya.

"Ada daerah terbatas untuk membuang limbah hitam di Australia Tengah ini - baik di Alice Spring atau Ayers Rock di dekat sini - dan kami memiliki pengunjung yang tidak mau mengantri untuk membuang limbah," kata Lindy Severin.

"Jika mereka membuangnya di stasiun, maka itu berpotensi melanggar standar organik. Ini juga menjijikkan."

"Sampah berserakan dimana-mana, kertas toilet bekas dipakai ... kami tidak keberatan dengan orang-orang yang meninggalkan sampah di kantong sampah [di roadhouse] - jangan hanya meninggalkan sampah manusia dan sampah berserakan di sisi jalan."

 

Severin mengatakan orang-orang secara teratur berkemah di sepanjang koridor jalan, mengikuti jalan setapak di jalan raya, atau menabrak semak-semak - semuanya milik pribadi.

Dia telah memasang papan pemberitahuan di stasiunnya dan perlu membawanya sendiri untuk mengusir pergi para pelancong yang memasuki propertinya.

"Itu menciptakan berbagai macam risiko," katanya.

"Jika Anda memarkir kendaraan anda masuk ke lahan rerumputan kami, dan saya yakin pasti anda telah melakukannya juga di tempat lain, maka itu berisiko membuat stasiun kami terkontaminasi gulma.

"Kebanyakan orang tidak bermasalah, [tetapi] saya tidak pernah berhenti menghadapi perlakuan tidak menyenangkan dari para pelancong itu."

Severin mengatakan situasinya telah menjadi sulit dihindari.

"Saya tidak ingin terlibat adu mulut dengan orang lain dan kami juga tidak ingin membuat liburan orang terganggu, tetapi kami juga tidak ingin perilaku ini terjadi di properti kami," katanya.

Simak beritanya dalam bahasa Inggris disini.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement