Senin 15 Jul 2019 13:54 WIB

Papua Nugini Buru Pelaku Pembantaian Perempuan dan Anak

Sebanyak 30 perempuan dan anak-anak dibantai dalam serangan antar-suku.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nur Aini
Papua Nugini
Foto: touristmaker.com
Papua Nugini

REPUBLIKA.CO.ID, PORT MORESBY -- Menteri kepolisan Papua Nugini, Bryan Kramer mengatakan, kematian brutal sekitar 30 perempuan dan anak-anak di Papua Nugini menjadi pembunuhan dengan motif balas dendam terburuk dalam sejarah negara itu. Pemerintah setempat telah mengirimkan pasukan keamanan dan memburu pelaku pembunuhan.

"Pembunuhan mengerikan 23 wanita (dua di antaranya hamil) dan (sembilan) anak-anak (sebagai) pembunuhan balas dendam terburuk dalam sejarah negara kita," kata Kramer dilansir dari Guardian, Senin (15/7).

Baca Juga

Kramer memberi pernyataan tersebut setelah mengunjungi provinsi Hela. Motif pembantaian itu tidak jelas pada pekan lalu. Menurut laporan, jumlah total korban tewas dari serangkaian serangan juga bervariasi.

Setelah perjalanan satu hari ke daerah itu, Kramer mengatakan tampaknya suku yang berperang telah mengambil langkah langka. Mereka menargetkan perempuan dan anak-anak, setelah ibu tua dari seorang pemimpin suku terbunuh dalam serangan sebelumnya.

Kekerasan suku merupakan masalah yang sudah berlangsung lama di daerah itu. Pihak berwenang dan penduduk setempat menyatakan, serangan terhadap perempuan dan anak-anak pada dasarnya belum pernah terjadi sebelumnya.

Dalam sebuah pernyataan di Facebook, Kramer mengatakan ia diberitahu tentang timbulnya kekerasan terbaru yang berpusat di sekitar suku Oi Kiru dan Libe yang berperang. Seorang dari suku Libe terbunuh pada Juni. Kemudian memicu serangan balas dendam di mana enam anggota Oi Kiru meninggal, termasuk ibu dari pemimpin suku, yang merupakan pembunuhan pertama seorang ibu tua yang terjadi.

Kramer mengatakan senapan bertenaga tinggi kemudian digunakan dalam pembalasan pembunuhan di sebuah desa kecil, Peta, di mana tiga wanita dan tiga anak tewas.

Petugas yang bertanggung jawab atas pusat kesehatan Karida, Philip Pimua sebelumnya mengatakan para korban dipotong-potong. "Beberapa memiliki bagian tubuh yang tidak bisa kita kenali yang mana, hanya wajah yang bisa kita kenali, namun tidak kaki, tangan," kata dia.

Kramer mengatakan, mereka yang bertanggung jawab dilaporkan telah meninggalkan provinsi itu. Sementara, penduduk Karida mengatakan mereka tidak akan membalas setelah kunjungannya ke daerah itu.

"Diskusi tingkat tinggi tentang rencana aksi penyebaran strategis dengan menggunakan teknologi drone dan pengawasan satelit, akan digunakan untuk melacak dan menangkap mereka yang melarikan diri," kata dia.

"Unit intelijen juga akan dibentuk untuk mengumpulkan informasi dari masyarakat," ucap Kramer.

Pemerintah Marape mengirim pasukan pertahanan sebagai tanggapan atas meningkatnya kekerasan pekan lalu. Sementara, PBB menyerukan intervensi segera untuk membawa para pelaku ke pengadilan.

"Salah satu hari paling menyedihkan dalam hidup saya" kata Marape tentang pembantaian Karida pekan lalu. Ia berjanji menggunakan langkah-langkah hukum terkuat untuk menghukum para pelaku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement