Selasa 16 Jul 2019 14:58 WIB

Dewan Militer Sudan Ajukan Rancangan Konstitusi Negara

Pejabat militer dan orang sipil akan bergiliran memimpin dewan.

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Pemimpin militer baru Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan.
Foto: Screengrab from Sudan TV/Arab News
Pemimpin militer baru Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Dewan Transisi Militer Sudan (TMC) mengatakan telah mengajukan rancangan konstitusi kepada oposisi untuk dipertimbangkan. Dilansir di Al Arabiya, Selasa (16/7), dewan militer yang memegang kekuasaan sementara di negara itu dijadwalkan bertemu dengan oposisi untuk membahas kesepakatan mengenai pemerintahan.

Pekan lalu, TMC dan oposisi sepakat membagi kekuasaan dengan membentuk dewan kedaulatan bersama yang akan memerintah negara selama masa transisi tiga tahun ke depan. Dalam kesepakatan tersebut, para pejabat militer dan orang-orang dari kalangan sipil akan bergiliran memimpin dewan.

Baca Juga

Kedua belah pihak juga sepakat membentuk pemerintah sipil yang terdiri dari para teknokrat. Namun, beberapa perincian yang meliputi konstitusi negara serta sejumlah hal mengenai pembagian kekuasaan dalam dewan kedaulatan, sebelum pemilihan umum digelar di Sudan.

Sudan dilanda gelombang demonstrasi nasional yang dimulai pada Desember 2018. Aksi protes yang berlarut-larut membuat mantan presiden Omar Al-Bashir mengundurkan diri dari jabatannya pada 11 April lalu, setelah berkuasa di negara itu selama 30 tahun.

Al-Bashir memimpin Sudan pada 1989 melalui sebuah kudeta militer. Selama masa jabatannya, ia pernah mendapatkan  tuntutan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) setelah aksinya mengerahkan pasukan militer di Darfur, Sudan Barat, di mana konflik berlangsung di wilayah itu sejak 2003.

Pasca pengunduran diri al-Bashir, dibentuklah dewan tranisisi militer yang dikepalai Jenderal Ibn Auf, yang saat itu juga menjabat sebagai menteri pertahanan Sudan. Dia mengatakan bahwa dewan militer akan memimpin pemerintahan selama dua tahun. Selain itu, Ibn Auf memberlakukan jam malam dan memutuskan menangguhkan konstitusi.

Rakyat Sudan tak dapat menerima hal itu karena dianggap tak sejalan dengan semangat reformasi yang mereka suarakan. Di sisi lain, mereka memandang Ibn Auf sebagai tokoh yang memiliki kedekatan dengan al-Bashir. Rakyat Sudan pun melanjutkan aksi demonstrasinya. Mereka bersumpah tidak akan berhenti melakukan aksi protes hingga semua tuntutannya terpenuhi.

Gelombang desakan akhirnya membuat Ibn Auf memutuskan mundur dari posisinya sebagai kepala dewan transisi militer. Jabatan tersebut hanya dia emban selama sehari, kemudian diserahkan kepada al-Burhan. Saat ini, al-Burhan sedang berupaya memenuhi semua tuntutan rakyat Sudan, termasuk membersihkan pemerintahan dari tokoh-tokoh yang menjadi bagian dari rezim al-Bashir.

Meski demikian, rakyat Sudan terus menggelar aksi demonstrasi dan turun ke jalan-jalan di negara itu. Mereka tetap menuntut agar TMC segera mengadakan pemilihan presiden yang bebas dan menyerahkan kekuasaan terhadap pemerintah sipil yang terpilih.

Pada pertengahan Mei, TMC sempat mengumumkan kesepakatan dengan oposisi mengenai struktur pemerintahan utama di negara itu atau sebagai otoritas transisi Sudan saat ini telah dicapai. Selain itu, durasi masa transisi kepemimpinan juga telah diputuskan, yakni berlangsung selama tiga tahun, dengan enam bulan pertama dilakukan sebaik-baiknya untuk mencapai perdamaian di dalam negeri.

Namun, kesepakatan antara oposisi dan dewan militer Sudan tak kunjung tercapai. Hingga akhirnya, perjanjian antara kedua belah pihak sempat dibatalkan dan dialog diakhiri, menyusul insiden pembubaran pengunjuk rasa oleh pasukan militer pada 3 Juni lalu.

Oposisi mengatakan insiden tersebut adalah sebuah pembantaian. Terdapat setidaknya 118 kematian yang dikonfirmasi terjadi dalam bentrokan antara pasukan militer dan pengunjuk rasa itu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement