Selasa 23 Jul 2019 18:08 WIB

Jumlah Pemegang Visa Sementara Australia Lampaui Populasi Kota Hobart

Jumlah orang di Australia berstatus visa sementara naik lebih dari dua kali lipat

Red:
abc news
abc news

Jumlah orang di Australia yang menunggu keputusan visa telah melonjak hingga tingkat yang setara dengan populasi kota Hobart di Tasmania.

Poin utama:

• Jumlah orang di Australia yang berstatus visa sementara (bridging visa) naik lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun terakhir

• Para ahli bertanya-tanya apa dampak masuknya para pekerja baru ini ke pasar tenaga kerja

• Imigran tampaknya memanfaatkan penundaan untuk tinggal di Australia lebih lama

 

Menurut Departemen Dalam Negeri Australia, sebanyak 229.000 orang dengan visa sementara (bridging visa) berada di Australia pada bulan Maret. Populasi Hobart pada sensus terakhir adalah 222.000 jiwa.

Dan sebuah laporan terbaru telah mengidentifikasi dampak kelompok ini terhadap pasar tenaga kerja untuk pertama kalinya.

Komite Pembangunan Ekonomi Australia (CEDA) menganalisis sensus tersebut untuk menemukan bahwa kelompok ini memiliki tingkat pengangguran sekitar 20 persen.

Jumlah itu tinggi dibandingkan dengan rata-rata Australia, tetapi masih berarti empat dari lima orang yang mencari pekerjaan sudah bekerja - setara dengan puluhan ribu orang dalam angkatan kerja.

Seorang imigran diberikan visa sementara ketika satu visa sudah tidak berlaku namun mereka masih menunggu aplikasi visa baru mereka selesai.

Waktu pemrosesan untuk visa dan jumlah banding di pengadilan terkait imigrasi telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Penundaan yang cepat ini, berarti lebih banyak orang tetap menggunakan visa sementara.

Melinda Cilento, CEO CEDA, mengatakan bahwa para imigran temporer telah meningkatkan kesejahteraan Australia secara keseluruhan, meskipun meningkatnya jumlah visa sementara memang memerlukan pemeriksaan lebih seksama.

"Masyarakat melihat itu dan bertanya-tanya seberapa baik sistem itu bekerja dan apakah ini benar-benar berfungsi seperti yang kami inginkan," katanya.

"Banyak dari orang-orang yang berstatus visa sementara ini masih memiliki hak kerja - itu juga pertanyaan yang akan ditanyakan masyarakat: Apakah ini hasil yang kita cari?."

Pada hari Selasa (23/7/2019), Senator Linda Reynolds, yang mewakili Menteri Dalam Negeri Australia, mengatakan kepada Senat bahwa pertumbuhan jumlah visa sementara disebabkan oleh peningkatan kedatangan secara umum dan ia mengantisipasi pertumbuhan lebih lanjut.

"Dengan bertambahnya jumlah itu, tentu saja Anda akan mengalami peningkatan dalam semua jenis kategori orang yang datang, dan memutuskan untuk tinggal," katanya.

"Jadi, anda akan berharap jumlah itu tumbuh hanya dari fakta jumlah orang yang datang ke sini melalui udara."

Di balik pertumbuhan yang meningkat

Komite parlementer Australia baru-baru ini menyoroti tren yang berkembang dari warga Malaysia yang datang ke Australia dengan visa turis lalu mengajukan suaka.

Menurut data Departemen Dalam Negeri Australia, pada Juni 2014, hanya 7 persen warga Malaysia yang tinggal di Australia dengan visa sementara.

Pada Maret tahun ini, jumlah itu telah meningkat menjadi 34 persen.

Kini, makin banyak warga Malaysia dengan visa sementara ketimbang dengan visa lainnya, bahkan dengan visa pelajar subclass 500 yang populer.

Tapi itu bukan hanya masalah dengan warga negara Malaysia saja. Jumlah visa sementara telah meningkat untuk sebagian besar negara.

Peter McDonald, seorang profesor demografi di University of Melbourne, mengatakan kelompok orang yang berstatus visa sementara telah "membludak" dan sekarang "sangat besar dibanding masa lalu".

"Selama ini, jumlah orang dengan visa sementara dipandang sebagai indikator efisiensi pemerintah dalam memproses aplikasi karena sebagian besar orang dengan visa sementara mengajukan permohonan untuk tempat tinggal permanen," katanya.

McDonald menjelaskan pertumbuhan itu tidak hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah orang yang datang dengan pesawat kemudian mengklaim suaka - seperti kelompok warga Malaysia yang teridentifikasi - tetapi juga antrian panjang untuk visa pasangan.

"Biasanya, di masa lalu, [pasangan] dapat status tempat tinggal permanen mereka segera," kata Profesor McDonald.

"Tetapi Pemerintah sekarang telah memperkenalkan penundaan yang lama dalam proses itu, dan sekarang ada sekitar 80.000 pasangan warga Australia yang menunggu tempat tinggal permanen mereka."

Pada hari Selasa (23/7/2019), Senator Reynolds mengatakan bahwa Pemerintah mengambil "langkah-langkah yang tepat" untuk menangani kedatangan dari udara.

Ia mengatakan ada penurunan 32 persen dari jumlah aplikasi visa perlindungan dari Malaysia dalam lima bulan pertama di tahun 2019 dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2018. Di semua negara, penurunan tersebut berada di angka 20 persen.

Dampak terhadap pasar tenaga kerja

Sebuah laporan terpisah dari University of Adelaide yang dirilis pada bulan Maret menemukan bahwa sektor hortikultura bergantung pada pekerja Malaysia, tetapi juga bahwa pekerja itu rentan terhadap eksploitasi.

Sebagai bagian dari serangkaian wawancara, laporan itu menyebut bahwa salah satu pihak terkait mengatakan "warga Malaysia ... adalah orang-orang yang dieksploitasi".

"Ketika Anda tahu ada warga Malaysia di pertanian, sangat sedikit dari mereka yang legal," kata pihak tersebut.

Seorang kontraktor perekrutan tenaga kerja dilaporkan mengatakan warga Malaysia "cukup menggunakan visa turis untuk datang ke Australia dan mereka tinggal lebih lama dari tiga bulan dan bekerja di Australia, dan itulah yang terjadi ... mereka adalah pekerja yang sangat keras dan kemudian mereka menjadi warga ilegal" .

Warga Malaysia bisa melakukan perjalanan ke Australia dengan visa turis resmi yang diperoleh secara online.

Pejabat perbatasan Australia menolak masuk 20 warga Malaysia di bandara Australia setiap minggnyau, untuk mengatasi apa yang dijuluki sebagai "penipuan sistematis".

Visa liburan sambil bekerja atau visa 'backpacker', visa keterampilan rendah yang paling populer di Australia, tak tersedia bagi warga Malaysia.

Menteri Imigrasi Malaysia, David Coleman, belum memberikan komentar.

Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement