Rabu 24 Jul 2019 07:17 WIB

Listrik Mulai Mengalir di Beberapa Wilayah Venezuela

Pemadaman listrik telah meningkatkan kesulitan bagi banyak rakyat Venezuela.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Warga Venezuela memprotes pemadaman listrik besar-besaran saat kampanye bersama pemimpin oposisi Juan Guaido di Caracas, Venezuela, Selasa (23/7).
Foto: AP Photo/Ariana Cubillos
Warga Venezuela memprotes pemadaman listrik besar-besaran saat kampanye bersama pemimpin oposisi Juan Guaido di Caracas, Venezuela, Selasa (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Perusahaan listrik Venezuela, Corpoelec menyatakan listrik kembali menyala sepenuhnya di ibu kota, Caracas, Selasa (23/7). Sebanyak sembilan negara bagian dalam proses pemulihan listrik.

Pemadaman pada Selasa telah membuat setengah dari 23 negara bagian Venezuela gelap gulita. Toko-toko tutup pada Senin malam karena kurangnya listrik menghalangi penggunaan kartu kredit dan debit.

Baca Juga

"Saya lapar, dan saya ingin makan. Tapi tidak ada tempat untuk menggesek kartu saya karena tidak ada mesin yang berfungsi, dan dengan krisis keuangan, saya bahkan tidak bisa membeli hot dog dengan uang tunai," kata seorang warga Caracas, Hernan Montalbo dilansir Aljazirah, Rabu (24/7).

Pemerintah Presiden Nicolas Maduro menyatakan kepada rakyat Venezuela untuk tidak bekerja atau sekolah pada Selasa untuk membantu proses rekoneksi. Menteri Informasi Venezuela Jorge Rodriguez mengatakan, pemadaman disebabkan serangan elektromagnetik. Dia tidak memberikan detail atau bukti tambahan.

Pemadaman telah meningkatkan kesulitan bagi banyak rakyat Venezuela. Mereka sudah berhadapan dengan kekurangan makanan, obat-obatan, dan tingkat inflasi tertinggi di dunia.

"Situasi ini telah mempengaruhi saya dalam segala hal. Saya tinggal di lantai 11 dan saya tidak punya listrik, saya tidak punya air, karena tanpa listrik, (air) tidak dapat dipompa, saya tidak bisa membeli apa pun dengan kartu debit, dan saya tidak punya punya uang tunai," kata seorang warga Caracas, Alberto.

Pemimpin oposisi Juan Guaido, membawa kerumunan pendukung ke jalan-jalan untuk memprotes pemadaman. Protes tersebut menandai enam bulan setelah ia meminta Konstitusi untuk menyatakan dirinya sebagai presiden sementara Venezuela. Guaido mengatakan pemerintah yang ia sebut sebagai diktator kini sedang runtuh.

"Kita harus menang," katanya.

Majelis Nasional yang dikendalikan oposisi juga menyetujui undang-undang yang akan memungkinkan Venezuela untuk kembali ke Inter-American Treaty of Reciprocal Assistance (TIAR). Kelompok garis keras oposisi telah menekan Guaido untuk bergabung dengan TIAR dalam meminta intervensi militer asing menyingkirkan Maduro.

"TIAR itu bukan sihir, itu bukan tombol yang kami tekan dan kemudian besok semuanya terselesaikan. Dalam dirinya sendiri, itu bukan solusi, itu mengharuskan kita untuk turun ke jalan dengan kekuatan yang lebih besar," kata Guaido mengatakan kepada sebuah rapat umum pendukung di Caracas.

Perjanjian itu menyatakan serangan terhadap salah satu anggota, yang mencakup sebagian besar negara-negara Belahan Barat termasuk Amerika Serikat (AS), Brasil dan Kolombia harus dianggap sebagai serangan terhadap semuanya. Namun, analis percaya intervensi regional tidak menjadi bagiannya.

"Opsi intervensi regional jelas sangat jauh. Bahkan jika TIAR diakui, perjanjian itu mengakui sebagai opsi terakhir, opsi intervensi regional, banyak langkah hukum lain yang perlu diambil sebelum itu," kata pengacara konstitusi Venezuela, Jose Vicente Haro.

Bagi yang lain, langkah itu adalah tindakan simbolis yang bertujuan menghasilkan persetujuan diantara para pendukung. "Meskipun banyak pendukung oposisi (bermimpi) dengan opsi intervensi militer, kenyataannya adalah itu bukan langkah mudah, bahkan bagi AS yang merupakan satu-satunya negara yang mampu melakukan itu. Ini lebih merupakan langkah untuk menghasilkan berita, daripada yang nyata," kata seorang profesor dari National Autonomous University of Mexico, Javier Buenrostro.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement