Kedua kelompok mahasiswa pendukung China dan Hong Kong yang terlibat bentrokan saat menggelar unjuk rasa di University of Queensland (UQ) di kota Brisbane, mengaku sama-sama terintimidasi.
Keributan dua pendukung
- Perkelahian sempat terjadi saat mahasiswa pendukung China dan Hong Kong berunjuk rasa di kampus University of Queensland
- Kepolisian Queensland mengatakan tidak ada penangkapan dari insiden di kampus dan mereka akan terus memantau situasi
- Pengamat mengatakan akan ada lebih banyak unjuk rasa terkait Hong Kong yang akan digelar di Australia
Ratusan mahasiswa berkumpul di sebuah lapangan University of Queensland, hari Rabu (24/7) untuk menyampaikan pandangan mereka soal kebijakan-kebijakan China terkaiat Hong Kong, Taiwan dan warga Uighur di provinsi Xinjiang.
Ada dua aksi unjuk rasa yang berlangsung di University of Queensland hari itu, dengan yang pertama dilakukan pada pukul 10:00 pagi sebagai protes atas rancangan undang-undang ekstradisi pada Hong Kong yang ditangguhkan.
Mahasiswa yang mengikuti aksi mengatakan aksi di pagi hari berlangsung damai, mereka hanya menandatangani dinding yang dibuat seperti "Tembok Lennon" di Hong Kong, tempat dimana para aktivis Hong Kong menempelkan tulisan-tulisan mereka yang berisi tuntutan.
Tetapi di siang hari, mahasiswa pro-China terlibat bentrok dengan kelompok lain saat mereka menyanyikan lagu-lagu nasional dan dilaporkan meneriakkan yel-yel berbunui "China hebat".
Video yang diunggah di jejaring sosial menunjukkan teriakan dan ejekan berubah menjadi kekerasan fisik, lalu polisi datang untuk membubarkan para mahasiswa yang sudah melakukan aksi selama empat jam.
Mahasiswa Hong Kong Diserang
Mahasiswa asal Hong Kong, Christy Leung, mengatakan kepada ABC jika dia terkejut ketika seorang mahasiswa menyerangnya saat ia memegang poster yang menjelaskan soal unjuk rasa yang terjadi di Hong Kong baru-baru ini.
"Tiba-tiba, seorang lelaki tinggi dan kuat menendang poster, menarik tangan saya, dan merobek poster yang saya pegang," ujarnya.
"Saya tidak panik, tapi saya terkejut.
"Saya takut akan terjadi perkelahian ketika laki-laki lain bergegas datang untuk melindungi saya."
Christy yang sedang mengambil studi manajemen perhotelan dan pariwisata, mengatakan setelah posternya dihancurkan, sekitar 200 demonstran pro-China mengepung dirinya dan teman-temannya yang pendukung Hong Kong.
"Mereka menggiring kami ke lapangan dan mengintari kita selama setengah jam," katanya.
"Kami takut sesuatu akan terjadi, jadi kami membubarkan diri setelah mereka pergi."
Leung mengatakan replika 'Tembok Lennon' buatan mereka juga dirusak dengan kata-kata menyerang orang-orang Hong Kong.
Minghui Zhu, mahasiswa asal China berusia 18 tahun yang sedang ambil kuliah keuangan, termasuk di antara ratusan mahasiswa mendukung kelompok pro-China.
Ia mengatakan kepada ABC bahwa ketegangan meningkat setelah aksi unjuk rasa di sesi pagi yang dia gambarkan sebagai diskusi yang tenang antara kedua pihak.
"Pasti ada seseorang yang secara sengaja melakukannya dan membuat orang gelisah," katanya, sambil menambahkan ada kehadiran orang-orang bukan China yang mengolok-olok mereka.
"Beberapa siswa berkulit putih terus-menerus memaki kami dengan kata-kata yang mempermalukan orang China, seperti 'pergi kembali ke China'," katanya.
Dalam sebuah pernyataan hari Rabu (24/7), pihak University of Queensland mengatakan mereka berharap mahasiswa dan staf universitas bisa "mengungkapkan pandangan mereka sesuai aturan dan secara bermartabat, serta sesuai dengan kebijakan universitas".
Polisi Queensland mengatakan kepada ABC bahwa mereka "hadir dan membantu memantau situasi dan menjaga situasi tetap kondusif ", tetapi tidak ada penangkapan yang dilakukan.
Mahasiswa China Mendapat Makian
Minghui mengaku ia "sangat terharu" melihat mahasiwa internasional China "bersatu untuk membela tanah air mereka dan mengekspresikan rasa cinta kepada negaranya", tapi ia juga merasa "sangat malu " atas perkelahian tersebut.
Ia tidak ingin insiden itu berlanjut karena itu akan membuat "sangat sulit" bagi kehidupan mahasiswa China di kampus University of Queensland kedepannya.
Minghui dan mahasiswa China lainnya dia universitas tersebut berencana membagikan kaos dengan slogan-slogan China secara gratis untuk mempromosikan budaya negaranya.
Sejak rangkaian unjuk rasa berlangsung di Hong Kong, banyak warganya yang mulai bertanya-tanya cara pindah ke negara lain, dengan Australia menjadi tujuan utama.
Ada harapan agar aktivis pro-demokrasi dan pro-China untuk mengakhiri konflik mereka, tapi sejumlah pengamat mengatakan akan ada lebih banyak protes terkait isu China di Australia.
Mark Harrison, dosen senior bidang kajian China di University of Tasmania, mengatakan protes yang terjadi pada hari Rabu pagi sebagai pertanda yang mengkhawatirkan dan "sesuatu yang harus diantisipasi ".
Ia mengatakan ada beberapa masalah yang dapat meningkatkan ketegangan di kalangan diaspora China di Australia dan di tempat lain di dunia, termasuk terkait warga Muslim Uighur China di Xinjiang dan status Taiwan.
"Ada komunitas Taiwan yang sangat besar di Australia, jauh lebih besar dari komunitas Hong Kong dan ini akan menjadi ujian nyata dari kehidupan berpolitik kita," kata Dr Harriso.
Minghui mengatakan beberapa kelompok mahasiswa asal China di University of Queensland saat ini telah mencari dukungan dari konsulat dan kedutaan besar China.
Duta Besar Inggris untuk Australia mengatakan ia berharap tak akan ada lagi ketegangan di luar Hong Kong.
"Saya rasa sangat disesalkan insiden bentrokan ini terjadi dan itulah sebabnya mengapa menyelesaikan masalah di Hong Kong menjadi penting," kata Vicki Treadell.
"Kami tidak ingin melihat ketegangan itu berlanjut ke wilayah lain."
Sementara bagi Christy dan rekan-rekan aktivis pro-demokrasi lainnya mengatakan akan "terus berjuang" di Australia melalui aksi demonstrasi selama Hong Kong masih berjuang.
Laporan ini telah disunting dari laporan aslinya dalam bahasa Inggris.
Simak berita dunia lainnya di situs ABC Indonesia dan bergabunglah dengan komunitas kami di Facebook.