Senin 12 Aug 2019 16:48 WIB

Strategi Demostran Hong Kong Bertahan Diri dari Polisi

Para demonstran ini terlihat sangat kompak dan bersatu.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Pengunjuk rasa menggunakan payung untuk melindungi diri dari gas air mata di Hong Kong, Ahad (28/7).
Foto: AP Photo/Vincent Yu
Pengunjuk rasa menggunakan payung untuk melindungi diri dari gas air mata di Hong Kong, Ahad (28/7).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Dalam melakukan aksi protes kepada pemerintahan Hong Kong, para demonstran memiliki taktik pertahanan yang membuat mereka bertahan melakukan aksi hingga hampir 10 pekan. Mereka kerap menuduh polisi Hong Kong telah memakai langkah berlebihan dalam menangani para demonstran.

Aksi terakhir para demonstran terjadi pada akhir pekan lalu dengan beberapa wilayah terkena tembakan gas air mata dari pihak kepolisian. Di distrik Wan Chai, pengunjuk rasa melemparkan bom molotov dan batu bata ke arah polisi yang membalasnya dengan pukulan tongkat. Sejumlah orang, termasuk seorang petugas polisi terluka dalam bentrokan.

Baca Juga

Di stasiun kereta, polisi juga menembak pengunjuk rasa dengan peluru karet dari jarak dekat dan para demonstran terkena pukulan tongkat polisi ketika hendak naik eskalator. Bentrokan pada pekan ini berawal di unjuk rasa yang damai di Taman Victoria pada Sabtu (11/8) ketika para demonnstran pindah dan berjalan menujuk jalan raya.

Walaupun polisi sudah melarangnya. Ada beberapa konfrontasi di beberapa di distrik.

Pada Ahad (11/8), polisi mencatat telah menangkap 16 pendemo dengan tuduhan menggelar demo tidak sah, hingga kepemilikan senjata ofensif. Selama aksi protes dari awal Juni, polisi mencatat sekitar 600 orang ditangkap.

Para demonstran memiliki taktik sehingga mampu mendapatkan simpati dunia, meski kesemrawutan terjadi di mana-mana di distrik-distrik Hong Kong. Pertama, demonstrasi yang terorganisir ini dilalui tanpa adanya pemimpin. Semua warga kompak turun ke jalan-jalan kota melakukan aksi menolak RUU ekstradisi pemerintah meski sudah ditangguhkan.

Kedua, para demonstran turun ke jalan dalam pertemuan spontan. Dalam panggilannya, mereka mendapatkan pesan di aplikasi obrolan terenskripsi dan menggunakan forum online. Para demonstran juga menggunakan fitur AirDrop untuk saling mengirimkan teks atau gambar tanpa koneksi internet.

Para demonstran ini terlihat sangat kompak dan bersatu. Bahkan mereka mengumpulkan dana secara online untuk membayar iklan internasional demi mendapatkan perhatian dunia, termasuk The New York Times.

Untuk memperoleh perhatian internasional pun, para demonstran melakukan aksinya di pintu kedatangan internasional bandara. Sekitar empat hari berturut-turut demonstran secara tertib dan berteriak meminta dukungan dari warga yang baru tiba dari negara lain di Hong Kong.

Polisian menembakkan gas air mata guna membubarkan warga yang protes, para demonstran menggunakan taktik dengan strategi flash mob. Taktik ini adalah bergerak dan berpindah-pindah target lokasi. Mereka dengan kompak muncul di jalan-jalan pusat perbelanjaan besar serta stasiun kereta api.

Kemudian, para demonstran menggunakan taktik rantai manusia. Tidak terlalu jauh dari bentrokan, para pengunjuk rasa bekerja mendapatkan peralatan yang dibutuhkan mereka yang berada di garis depan yang berhadapan dengan polisi. Beberapa terbentuk dan menyebar dengan cepat, tetapi yang lain berada di tempat untuk beberapa waktu, dengan pengunjuk rasa bertukar posisi sesuai kebutuhan.

Sebuah video merekam rantai manusia itu beraksi. Rantai menusia itu dengan sigap memberikan helm, payung, dan kaca mata secara estafet. Mereka tetap stabil kepada para pengunjuk rasa di depannya.

Komunikasi yang terjadi di antara para demonstran juga cukup unik. Mereka seperti menggunakan bahasa isyarat untuk mendapatkan persediaan atau peralatan yang dibutuhkan di area tertentu.

Demonstran yang terdiri dari kelompok besar terlihat memberi sinyal kepada mereka yang lebih jauh untuk membawa atau mengirimkan barang. Misalnya, jika demonstran di barisan paling depan memerlukan helm, kerumunan memberi sinyal tangan di atas kepala.

Polisi secara teratur menembakkan gas air mata dan semprotan merica ke arah para demonstran. Sebagai perisai, demonstran sering menggunakan peralatan seperti kacamata dan masker gas atau masker wajah untuk melindungi diri mereka sendiri. Lapisan penutup kulit juga telah digunakan untuk melindungi kulit dari sensasi terbakar gas air mata.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement