Selasa 20 Aug 2019 10:36 WIB

Kabut Asap, Jambi Liburkan Sekolah Selama Sepekan

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah daerah masih belum teratasi

Red:
abc news
abc news

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah daerah masih belum teratasi sepenuhnya. Titik panas atau Hotspot masih bermunculan di sejumlah kawasan. Di Sumatera, kabut asap pekat kiriman dari kebakaran ribuan hektar lahan gambut di Sumatera Selatan telah memaksa Pemerintah Kabupaten Jambi meliburkan sekolah selama sepekan mendatang.

Sudah lebih dari dua pekan, aktivitas warga di kota Jambi terganggu oleh kabut asap dari karhutla yang mengepung kota tersebut. Pada tanggal 17 dan 18 Agustus lalu, kondisi kabut asap dan partikel debu di kota itu masuk pada kategori 'berbahaya hingga sangat membahayakan'.

Karhutla di Kota Jambi

  • Pemkab Jambi liburkan sekolah tingkat PAUD, TK dan kelas 1-4 SD selama sepekan.
  • Jam sekolah bagi siswa kelas 5,6,7,8,9 dikurangi
  • Kabut asap pekat di Jambi berasal dari karhutla di Jambi dan Sumatera Selatan

 

Menyikapi kondisi ini pemerintah daerah kota Jambi memutuskan meliburkan sekolah selama satu minggu mulai senin 19 Agustus 2019.

"Untuk PAUD, TK dan sebagian SD kelas 1 -4) itu kita liburkan selama satu minggu. Sementara kelas 5 dan 6 SD dan SMP jam belajarnya kita mundurkan, yakni masuk pukul 9 pagi dan pulang pukul 1 siang." kata Syarif Fasha, Walikota Jambi kepada ABC melalui pesan Whatsapp.

Syarif Fasha mengatakan kebijakan ini akan terus disesuaikan dengan hasil pantauan karhutla dan kabut asap di kota Jambi.

"Kita akan sesuaikan dengan kondisi kabut asap, kan ada klasifikasinya, jika statusnya naik ke 'berbahaya' pasti kami akan liburkan kembali," kata Syarif Fasha.

Dan untuk tingkat SMA, Syarif Fasha mengatakan itu dibawah kewenangan Pemerintah Propinsi. Namun dilaporkan siswa SMA juga diberlakukan aturan serupa dengan SMP yakni dikurangi waktu belajarnya dari jam 9 sampai jam 1 siang.

Selain itu Pemkab Jambi juga telah memerintahkan instansi pelayanan kesehatan untuk memprioritaskan dan menggratiskan layanan bagi warga yang mengeluhkan kesehatan akibat terpapar kabut asap pekat.

Sementara itu seorang warga yang juga akademisi di Sekolah Tinggi Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan (STISIP) Nurdin Hamzah Jambi menilai keputusan meliburkan siswa ini sudah sedikit terlambat. Karena menurutnya kondisi kabut asap yang membahayakan warga sudah berlangsung sejak sepekan terakhir.

"Kabut di Kota Jambi masih pekat. Sudah lebih baik hari ini tapi masih pekat. Abu sudah masuk ke dalam rumah. Partikel debunya itu kelihatan melayang-layang, kalau kita keluar pakai jilbab putih atau hitam itu baru sebentar saja sudah kelihatan sekali ada lapisan debu putih-putih gitu." Tutur Wenny menggambarkan kabut asap yang menyelimuti kota tempat tinggalnya.

"Harusnya sekolah diliburkan sejak satu minggu lalu, karena memang sudah parah seperti ini sejak seminggu lalu. Mata pedih dan tenggorokan jadi kering. Anak-anak teman saya itu sudah mengeluh sakit batuk, pilek, sesak bahkan sudah sejak seminggu lalu banyak yang bolos tidak sekolah karena situasi asap ini." Lanjutnya.

Meski sudah hampir dua pekan berlangsung, namun Wenny mengatakan bantuan masker belum merata didapatkan warga dan jika berlangsung lama penyediaan masker ini cukup memberatkan warga.

"Warga kalau keluar rumah harus pakai masker dan harus pakai yang anti polusi N95, karena kalau pakai masker yang biasa itu sebentar saja udah penuh sama debu dan nafas jadi terasa panas dan sesak di rongga dada. Kondisi kabut asap sekarang hampir sama seperti tahun 2015. Tapi yang pakai masker N95 itu hanya orang tertentu, karena harganya cukup mahal, kebanyakan warga pakai masker yang tipis." katanya.

Sebagai warga, Wenny berharap kabut asap ini dapat segera diatasi. Ia mengaku sangat geram dengan fakta daerahnya selalu menjadi langganan bencana kabut asap. Karenanya ia mendesak aparat berwenang tegas terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan.

"Kebijakan untuk menangani karhutla ini diseruiuskanlah, Terutama kepada Bupati dan Gubernurnya, masak sejak 2015 kita jadi daerah langganan hotspot. Pada 2015 kan sampai Presiden turun tangan dan sudah ada kebijakan karhutla, tapi kok terjadi lagi."

"Harapan saya harusnya masalah ini bisa diminimalisir dan beri sanksi tegas bagi yang membakar lahan," katanya.

Asap kiriman dari Sumatera Selatan

 

Jambi merupakan 1 dari 4 wilayah di Provinsi Jambi yang tengah dilanda kabut asap. Data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jambi menyebutkan kabut asap ini merupakan dampak dari karhutla yang terjadi di wilayah Jambi dan provinsi tetangga Sumsel.

Pantauan satelit BMKG mencatat pertanggal hari 18 Agustus 2019 ada 6 titik hotspot di Provinsi Jambi.

Sementara hari ini pemerintah Kabupaten (Pemkab) Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan secara khusus menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Jambi yang terdampak kabut asap dari kebakaran hutan dan lahan di wilayah mereka khususnya di Desa Muara Medak.

"Kedatangan kami di sini karena telah terjadinya asap yang masuk ke wilayah Provinsi Jambi. Oleh karena itu, dengan ini kami sampaikan atas nama Pemkab Musi Banyuasin, kami menyatakan permohonan maaf kepada masyarakat di Jambi atas asap yang masuk ke Jambi,'' kata Staf Ahli Bupati Bidang Politik dan Hukum Pemkab Muda, Haryadi Karim dalam jumpa persnya di Makorem Jambi, ambi, Senin (19/8/2019).

Haryadi mengatakan sudah hampir satu minggu hutan dan lahan di Desa Muaro Medak terbakar dengan luas lahan yang terbakar telah mencapai 3.290 hektar.

"Luas hektar yang terbakar saat ini ada sebanyak 3.290 hektar semuanya terjadi di Desa Muaro Medak, Muba. Lahan yang terbakar itu semuanya merupakan lahan dari masyarakat,'' ujar Haryadi.

Sementara Dansatgas Karhutla Jambi, Kolonel Arh Elphis Rudy luas hutan dan lahan yang terbakar di wilayah Jambi sejak Januari hingga Agustus 2019 mencapai lebih 300 hektar.

"Sejauh ini ada 350 hektar lahan yang terbakar yang ada di Jambi sejak Januari sampai Agustus 2019. Karhutla itu masih dapat diatasi,'' ujarnya

 

Sementara itu karhutla di daerah lain juga masih belum teratasi. Di Kalimantan Barat misalnya kota Pontianak hari ini Senin (19/8/2019) sempat diguyur hujan lebat karenanya kondisi kabut asap sedikit berkurang. Namun karhutla masih berlangsung di sejumlah wilayah di luar kota Pontianak. Pekan lalu otoritas setempat juga sempat meliburkan sekolah di Kota Pontianak karena kabut asap tebal menyelimuti kota tersebut.

Badan Meteorolohi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setempat bahkan memantau ada 404 Titik panas yang menjadi indikasi awal kebakaran hutan dan lahan terdeteksi di 12 kabupaten dan satu kota di wilayah Kalimantan Barat. Dengan titik panas terbanyak berada di Kabupaten Ketapang, Kalbar.

Kepolisian Daerah Kalimantan Barat mengungkapkan pihaknya telah menangkap 40 tersangka kasus kebakaran hutan dan lahan. Sebanyak 33 tersangka kasus perorangan, dan sisanya tersangka pembakaran hutan yang terkait korporasi.

Organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sempat mengkritik ketimpangan penegakan hukum terkait karhutla, dimana mereka yang dijadikan tersangka lebih banyak dari kalangan warga ketimbang korporasi.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sepanjang tahun 2019 ini ada 10 provinsi yang mengalami kebakaran hutan dan lahan. Kalimantan Tengah tercatat sebagai daerah dengan kasus karhutla terbanyak.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement