Selasa 20 Aug 2019 15:39 WIB

Rusia Sebut AS Buka Peluang Ketegangan Militer

Rusia menyesalkan uji coba rudal jelajah darat AS.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Militer Amerika Serikat (AS) mulai memindahkan sebagian sistem pertahanan antirudal Terminal High Altitude Area Defence (THAAD) yang kontroversial ke lokasi penempatannya di Korea Selatan, Rabu (26/4).
Foto: Reuters/Missile Defense Agency
Militer Amerika Serikat (AS) mulai memindahkan sebagian sistem pertahanan antirudal Terminal High Altitude Area Defence (THAAD) yang kontroversial ke lokasi penempatannya di Korea Selatan, Rabu (26/4).

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov menyesalkan adanya uji coba rudal jelajah darat oleh Amerika Serikat (AS). Menurutnya, hal itu dapat meningkatkan ketegangan militer antara Moskow dan Washington pasca-bubarnya perjanjian Intermediate-range Nuclear Forces (INF).

“Semua itu disesalkan. AS jelas telah menetapkan arah untuk meningkatkan ketegangan militer. Kami tidak menyerah pada provokasi,” kata Ryabkov pada Selasa (20/8), dilaporkan laman kantor berita Rusia, TASS.

Baca Juga

Menurutnya, uji coba rudal itu membuktikan bahwa AS telah mengembangkan sistem tersebut cukup lama. “Hampir tidak ada konfirmasi yang lebih jelas dan lebih eksplisit tentang fakta bahwa AS telah mengembangkan sistem semacam itu untuk waktu yang lama, dan persiapan untuk menarik diri dari perjanjian termasuk, khususnya, penelitian, serta pengembangan yang relevan,” ujarnya.

Dia kembali menegaskan bahwa Rusia tidak akan menyerah pada provokasi uji coba rudal jelajah AS. “Seperti yang dikatakan Presiden Rusia (Vladimir Putin) di Prancis kemarin, kami tegaskan kembali komitmen kami pada moratorium unilateral dalam penerapan sistem jarak menengah berbasis darat sampai AS menyebarkan sistem semacam itu di beberapa bagian dunia,” kata Ryabkov.

AS diketahui telah melakukan uji coba rudal jelajah darat. Uji coba rudal tersebut dilakukan di Pulai San Nicolas, Kalifornia. Menurut Pentagon, rudal berhasil menjangkau dan mengenai target setelah menempuh jarak lebih dari 500 kilometer. “Data yang dikumpulkan dan pelajaran yang diperoleh dari tes ini akan memberi informasi kepada Departemen Pertahanan untuk mengembangkan kemampuan (rudal jarak menengah di masa mendatang,” kata Pentagon.

Uji coba rudal semacam itu sebenarnya dilarang dalam perjanjian INF. Namun saat ini INF telah bubar sejak AS resmi hengkang pada 2 Agustus lalu. Sebelumnya Pemerintah Rusia mengatakan masih siap menjalin dialog dengan AS untuk membahas tentang rudal jarak menengah dan pendek.

“Kami menjaga pintu (dialog) tetap terbuka. Selama AS tidak menyebarkan sistem (rudal) seperti itu ke Eropa, kami tidak akan melakukan hal yang sama, dan selama tidak ada rudal AS di Asia, tidak akan ada rudal kami di kawasan,” kata Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu.

Menurut dia, Rusia telah berulang kali menyerukan dialog untuk membahas masalah tersebut. “Antara Februari dan 2 Agustus, kami terus membuka pintu (dialog),” ujar Shoigu. Namun Washington memang belum menanggapi seruan tersebut.

Awal bulan ini, Rusia telah menyerukan AS bergabung dengan insiatif untuk mendeklarasikan moratorium penempatan rudal jarak pendek dan menengah. Moskow menilai, tindakan tersebut diperlukan untuk menjamin keamanan global.

AS memang berencana menempatkan rudal jarak menengah di Asia. Hal itu telah diumumkan Menteri Pertahanan AS Mark Esper. Dia menginginkan penempatan rudal itu dapat direalisasikan dalam waktu beberapa bulan. “Tapi hal-hal ini cenderung memakan waktu yang lebih lama dari yang Anda perkirakan,” ujarnya.

Rusia dan AS diketahui telah sama-sama keluar dari perjanjian INF yang ditandatangani pada 1987. Perjanjian itu melarang kedua negara untuk memproduksi serta memiliki rudal nuklir dengan daya jangkau 500-5.500 kilometer.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement