Selasa 27 Aug 2019 12:22 WIB

Oposisi Australia ke Jakarta, Perjanjian Perdagangan Bebas Jadi Sorotan

Pemimpin Oposisi Australia Anthony Albanese berkunjung ke Jakarta, Senin

Rep: Farid M Ibrahim/ Red:
abc news
abc news

Pemimpin Oposisi Australia Anthony Albanese berkunjung ke Jakarta hari Senin (26/8/2019), menandai perjalanan pertamanya keluar negeri sejak memimpin Partai Buruh. Namun di dalam negeri dia mendapat tekanan untuk mendukung ratifikasi perjanjian perdagangan bebas kedua negara.

Perjanjian Dagang Indonesia-Australia

"Hubungan kita dengan Indonesia itu sesuatu yang mutlak," ujar Albanese seperti dilaporkan kantor berita AAP.

Menurut dia, menjadikan Indonesia sebagai tujuan kunjungan luar negeri pertamanya, menunjukkan betapa pentingnya posisi tetangga terdekat Australia ini bagi Partai Buruh yang beroposisi.

Dalam kunjungan ini dia didampingi Menlu (bayangan) Penny Wong dan anggota DPR Luke Gosling, yang ditugasi menangani hubungan ekonomi dengan Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Timor-Leste.

 

Sementara itu Menteri Perdagangan Australia Simon Birmingham mendesak oposisi untuk mendukung ratifikasi perjanjian perdagangan bebas kedua negara, yang akan dilakukan di parlemen akhir tahun ini.

Perjanjian perdagangan bebas Australia - Indonesia (IA CEPA) telah ditandatangani menteri perdagan kedua negara pada 4 Maret 2019 di Jakarta. Namun perjanjian ini memerlukan ratifikasi parlemen masing-masing negara sebelum bisa diberlakukan.

Perjanjian yang disepakatai ini secara bertahap akan menghapuskan hingga 94 persen tarif yang mencakup 99 persen dari produk perdagangan Australia.

"Petani Australia akan diuntungkan dari kesepakatan ini. Produsen biji-bijian, ternak dan daging, susu dan hortikultura semuanya akan diuntungkan oleh tarif lebih rendah dan akses lebih baik ke pasar Indonesia," ujar Menteri Birmingham seperti dikutip Australian Financial Review (AFR).

Dia mengatakan perjanjian itu akan memberikan lebih banyak pilihan pasar bagi petani dan pengusaha Australia.

Kalangan pabrik baja, industri ternak dan daging, serta industri tambang di Australia secara terbuka telah menyatakan dukungan bagi perjanjian itu.

Oposisi Australia sendiri menunjukkan komitmennya bagi peningkatan hubungan perdagangan dengan negara-negara tetangga terdekatnya.

Sejak mengambilalih kepemimpinan Partai Buruh dari Bill Shorten pasca kekalahan Pemilu, Anthony Albanese telah membentuk satuan tugas perdagangan regional yang dipimpin Luke Gosling.

 

Namun di internal oposisi masih ada sikap "wait and see" terkait ratifikasi perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia.

AFR melaporkan, Menteri Perdagangan (bayangan) Madeleine King pekan lalu menyatakan pihaknya akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan para pemangku kepentingan.

"Kami akan mendengar kekhawatiran dari sejumlah pihak terkait dengan perjanjian perdagangan ini sebelum membuat keputusan," katanya.

Parlemen Australia telah membentuk komite untuk meratifikasi perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia. Setelah disetujui oleh komite, proses voting akan digelar sebelum Natal tahun ini.

Banjir pekerja Indonesia ke Australia

Menanggapi penandatanganan perjanjian pada Maret lalu, kalangan serikat buruh di Australia menyatakan ketidaksetujuannya. Mereka menyebut hal ini akan menyebabkan "banjir" pekerja Indonesia ke Australia.

Dewan Serikat Pekerja ACTU misalnya menyebut perjanjian ini sebagai "kesepakatan cerdik" yang menguntungkan para pemegang visa sementara.

Secara terpisah serikat pekerja manufaktur mengatakan tidak ada bukti substantif kesepakatan itu akan menguntungkan para pekerja Australia.

 

Di Indonesia sendiri, sejumlah kalangan telah menyuarakan sikap penolakan. Salah satunya, LSM koalisi masyarakat sipil untuk keadilan ekonomi.

Menurut Kartini Samon dari LSM tersebut, perjanjian ini justru akan membuat Indonesia kebanjiran barang impor dari Australia.

Seperti dikutip media lokal, Kartini menyebut neraca perdagangan Indonesia-Australia selama ini selalu defisit.

Data Kementerian Perdagangan RI menyebutkan defisit tersebut pada tahun 2018 mencapai 3,02 miliar dolar AS.

Sekitar 33 persen impor pertanian Indonesia sepanjang tahun 2018 juga berasal dari Australia.

Apalagi, kata Kartini, kebanyakan ekspor Indonesia ke Australia sebenarnya sudah banyak yang mendapatkan tarif 0 persen.

Sementara itu, Teguh Boediyana dari Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia menyatakan khawatir perjanjian ini akan menghambat swasembada peternakan di Indonesia pada tahun 2026 seperti yang ditargetkan pemerintah.

ABC/AAP

Bagaimana pendapat anda mengenai berita ini, silahkan isi survei singkat berikut

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement