Selasa 27 Aug 2019 13:03 WIB

Persaingan Kian Ketat Untuk Mendapatkan Visa Tinggal Tetap di Australia

Setiap tahunnya, Australia menerima migran dalam berbagai jenis kategori

Red:
abc news
abc news

Karena tekanan politik dan juga melambatnya pertumbuhan ekonomi, sejak tahun 2018 Australia praktis menurunkan jumlah penerimaan migran dari luar negeri, sehingga banyak calon migran harus bersaing dengan sesama mereka untuk dapat visa untuk tinggal permanen di Australia.

Persaingan Mendapat Visa Permanen

Setiap tahunnya, Australia menerima migran dalam berbagai jenis kategori dengan masing-masing kategori tersebut memiliki jumlah yang harus dipenuhi.

Oleh karena itu, para calon migran tidak saja harus memenuhi persyaratan yang ada namun juga harus bersaing dengan yang lain untuk mendapatkan tempat yang semakin terbatas setiap tahunnya.

Salah satu jenis visa yang paling banyak dicari adalah Skilled Independent Visa (Visa Independen Trampil) yang memungkinkan yang mendapatkannya akan bisa langsung mendapat visa tinggal permanen.

Untuk tahun 2018-2019, penerimaan migran keseluruhan ke Australia sudah turun sebesar 30 ribu, dari angka 190 di tahun sebelumnya, menjadi 160 ribu orang.

Dari angka tersebut, jumlah mereka yang diterima lewat Visa Independen Trampil hanya sebanyak 18.500 orang, turun dari angka 43 ribu dari tahun sebelumnya.

Mereka yang mendapatkan Visa Independen Trampil akan bisa bekerja dan tinggal dimana saja di Australia, tanpa pembatasan, dan karenanya jenis visa tersebut sangat dicari-cari.

Namun karena kuota menurun, Departemen Imigrasi juga memperketat persyaratan guna bisa mendapatkan visa tersebut dengan menaikkan persyaratan kemampuan berbahasa Inggris, dan juga memperkecil jumlah pekerjaan yang dibutuhkan oleh Australia.

Sejak 1 Juli 2018, persyaratan untuk pengajuan visa pekerja trampil ke Australia naik dari 60 menjadi 65.

Namun menurut salah sebuah situs agen migrasi di Australia, seseorang yang ingin mendapatkan visa permanen mereka yang memiliki angka 70 sampai 75 besar kemungkinan mendapatkan undangan untuk mengajukan permohonan untuk mendapatkan visa permanen.

 

Hal itulah yang sekarang dialami oleh Susan Purba yang lulus dari Universitas RMIT di Melbourne dengan gelar S1 Akuntansi.

Sejak bulan Desember 2017, Susan terus menetap di Melbourne dengan mendapatkan visa tinggal sementara dengan harapan nantinya bisa mendapatkan visa permanen sebelum visa tinggal sementara itu berakhir bulan Oktober 2019.

Namun dalam percakapannya dengan agen migrasi Susan mendapat informasi bahwa syarat pengajuan visa permanen ini semakin sulit dari tahun ke tahun.

"Makin tahun makin susah karena pendatang dari negara lain makin banyak. Dan untuk menggunakan persyaratan bidang Akuntansi, agak mustahil karena poinnya tinggi yaitu 75."

Demi status permanen, Susan juga sempat diusulkan oleh agen migrasi untuk mendaapt gelar sarjana di bidang pendidikan karena standar poinnya lebih rendah yaitu 65.

Karena tidak sesuai minat, Susan memilih untuk melanjutkan pendidikannya di bidang terapi kecantikan di Institut Academia di Melbourne.

"Saya memang mau belajar bidang ini dan secara pribadi belum mau pulang ke Indonesia," kata Susan kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.

Bisa selamanya menjadi warga sementara

Tiap jenis pekerjaan memiliki kuota yang sudah ditetapkan, dengan masing-masing pekerjaan juga memilki angka minimal yang harus dicapai tergantung apakah pekerjaan tersebut langka atau tidak di Australia dari sisi keahliannya.

Mereka yang memenuhi syarat minimal boleh mengajukan diri, namun kemudian menunggu undangan apakah akan dipertimbangkan untuk mendapat visa permanen atau tidak.

Untuk pekerjaan sebagai akuntan, angka yang diperlukan untuk mendapat visa parmanen adalah 90, dengan mereka yang memiliki angka 65 boleh mengajukan diri untuk dipertimbangkan.

Hal yang sama juga dialami oleh Gautam Kapil, seoranng analis bisnis di bidang ICT yang tinggal di Sydney.

Menurut SBS News, Kapil sudah mengajukan minatnya untuk mendapatkan visa permanen sejak bulan Mei tahun lalu, dengan angka yang dimilikinya sebanyak 70.

Dia sampai sekarang masih menunggu undangan dari Departemen Imigrasi untuk bisa mengajukan permohonan tersebut.

"Saya tidak tahu apa yang akan terjadi." katanya mengenai proses visa yang sedang dilakukannya.

Menurut angka terbaru dari Departemen Dalam Negeri Australia, hanya 100 orang yang diundang untuk mengajukan permohonan untuk visa permanen, dengan angka minimal 85 di pekerjaannya Analis Bisnis ICT.

"Itu adalah persyaratan minimum dan kami mendengar bahwa banyak yang diundang dan mendapatkan visa adalah mereka yang memiliki angka 90-100."

"Saya tidak mungkin mencapai angka tersebut." kata Kapil.

Menurut seorang agen migrasi di Melbourne Jujhar Bajwa kepada SBS News, banyak kliennya yang menghabiskan waktu selama beberapa tahun untuk belajar dan bekerja di Australia namun sekarang semakin kesulitan untuk mendapatkan visa permanen.

"Banyak pelamar yang sudah memiiki pengalaman kerja bertahun-tahun, dan juga gelar sarjana yang mahal di bidang akuntansi, teknik, dan IT dan juga memiliki kemampuan bahasa Inggris bagus, namun tidak bisa mendapatkan visa karena persaingan yang tinggi dan jenis visa yang terbatas." katanya.

Menurut perkiraan ada sekitar dua juta orang yang memiliki visa tinggal sementara di Australia di tahun 2017-2018, dengan 800 ribu diantaranya adalah mahasiswa internasional.

Dengan tambahan mahasiswa baru di tahun 2018 sebanyak 398.563 orang, hanya 13.138 mantan mahasiswa yang mendapatkan visa permanen di tahun tersebut.

Bajwa mengatakan bahwa semakin sulit bagi para lulusan universitas baru di sini untuk mendapatkan visa permanen.

"Setiap hari saya bertemu dengan belasan orang yang menampakkan wajah kecewa. Banyak diantaranya sudah menikah dan punya anak."

"Mereka menghabiskan bertahun-tahun sekolah, bekerja dan mendapatkan pengalaman yang relevan, dan sekarang mungkin mereka akan selamanya menjadi pemegang visa sementara." kata Bajwa.

Simak berita-berita lainnya dari ABC Indonesia

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement