Rabu 04 Sep 2019 11:32 WIB

Aktivis Hong Kong Minta Dukungan Taiwan untuk Tekan Cina

Joshua Wong tiba di Taiwan untuk kunjungan selama dua hari.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Siswa sekolah di Hong Kong berunjuk rasa dan menolak bersekolah di Hong Kong, China, Senin (2/9).
Foto: Danish Siddiqui/Reuters
Siswa sekolah di Hong Kong berunjuk rasa dan menolak bersekolah di Hong Kong, China, Senin (2/9).

REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Aktivis Hong Kong Joshua Wong meminta rakyat dan politikus Taiwan melakukan protes massa menjelang Hari Nasional Cina pada 1 Oktober. Ini dilakukan untuk meningkatkan tekanan terhadap Beijing atas Hong Kong.

"Kami berharap teman-teman dari berbagai pihak di Taiwan dapat bergabung dengan kami dalam menentang dekrit dan penggunaan 'white terror' untuk menekan orang-orang Hong Kong," kata Wong dalam konferensi pers di Taipei, Selasa (3/9), dilansir Korea Times, Rabu (4/9).

Baca Juga

Wong juga berharap teman-teman di Taiwan yang berada di luar sistem politik akan mengadakan protes massal di Taiwan sebelum 1 Oktober (Hari Nasional China) untuk menyatakan dukungan mereka kepada orang-orang di Hong Kong. Wong tiba di Taiwan pada Selasa untuk kunjungan selama dua hari. Ia berharap mendapatkan dukungan dari pemerintah Presiden Tsai Ing-wen dan tiga partai politik utama.

"Masalah-masalah hari ini, termasuk (kegagalan) untuk menarik kembali undang-undang ekstradisi, kebrutalan polisi dan (tidak adanya) pemilihan umum bukanlah apa yang (Pemimpin Eksekutif Hong Kong) dapat Carrie Lam tangani karena keputusan ada pada Xi Jinping," kata Wong, yang juga sekretaris jenderal partai pro-demokrasi Demosisto.

Protes antipemerintah telah dilakukan di seluruh Hong Kong selama 13 pekan terakhir. Ini dipicu oleh Rancangan Undang-Undang (RUU) ekstradisi, yang akan memungkinkan tersangka untuk dikirim ke Cina untuk diadili. Wong mengatakan, pemerintah sedang mempertimbangkan memberlakukan jam malam untuk menekan orang-orang Hong Kong.

photo
Aktivis prodemokrasi Hong Kong Joshua Wong (kiri) dan Agnes Chow saat bertemu media di luar kantor pemerintah di Hong Kong, 18 Juni 2019. Kedua aktivis tersebut ditangkap polisi Hong Kong, Jumat (30/8).

Ini setelah Lam mengatakan pemerintahannya akan mempertimbangkan untuk menggunakan semua hukum yang mereka miliki, termasuk kekuatan darurat era kolonial. Selama kerusuhan pada 1967, ini memberikan wewenang kepada kepala eksekutif untuk membuat peraturan apa pun untuk kepentingan umum jika terjadi bahaya darurat atau bahaya publik.

Selain Taiwan, ia mengatakan pendukung di Inggris, Amerika Serikat (AS), Kanada, Australia, Jepang, dan Korea juga akan menggelar protes massa untuk menunjukkan dukungan mereka. Wong mengungkapkan sekitar 1.000 orang telah ditangkap oleh polisi Hong Kong. Ia mengunjungi pulau itu juga untuk memeriksa cara-cara yang dapat membantu warga Hong Kong yang merasa perlu meninggalkan kota.

"Saya berharap pihak berwenang dan parlemen di Taiwan dapat menyusun semacam undang-undang praktis atau langkah-langkah untuk melindungi rakyat Hong Kong," kata Wong.

Tsai, dari Partai Democratic Progressive telah menyatakan dukungan kuat untuk protes RUU anti-ekstradisi. Ia turut menginstruksikan otoritas terkait untuk membantu warga Hong Kong yang membutuhkan perlindungan menetap di pulau itu.

Pada Selasa, tabloid Cina Global Times menggambarkan Wong sebagai bagian dari generasi pengkhianat baru. Ini karena ia mendesak Kongres AS untuk mendukung Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong yang akan memungkinkan presiden untuk menghukum para pejabat China.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement