Rabu 11 Sep 2019 09:43 WIB

Menteri Jepang Usulkan Air Radioaktif Dibuang ke Laut

Ruang penyimpanan air terkontaminasi di Fukushima akan penuh pada 2022.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Pusat kota Okuma di Fukushima, Jepang, Selasa (9/4). Pemerintah Jepang membuka kembali Okuma pascabencana nuklir Fukushima.
Foto: Kyodo News via AP
Pusat kota Okuma di Fukushima, Jepang, Selasa (9/4). Pemerintah Jepang membuka kembali Okuma pascabencana nuklir Fukushima.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Menteri Lingkungan Jepang Yoshiaki Harada mengatakan perusahaan energi Tokyo Electric Power harus membuang air radioaktif yang berasal dari bekas pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima ke Samudra Pasifik. Hal itu perlu dilakukan karena ruang penyimpanan air terkontaminasi itu sudah penuh.

Tokyo Electric atau Tepco mengumpulkan lebih dari 1 juta ton air yang terkontaminasi dari pipa pendingin pabrik Fukushima. Sebelumnya air itu digunakan untuk mempertahankan inti nuklir tetap mencair.

Baca Juga

"Satu-satunya pilihannya adalah mencairkannya dan mengalirkan ke laut, seluruh pejabat pemerintah akan membahas hal ini, tapi saya akan menawarkan opini sederhana saya," kata Yoshiaki Harada, Rabu (11/9).

Sebelum membuat keputusan untuk menyingkirkan air radioaktif itu pemerintah Jepang menunggu laporan dari panel ahli. Di tempat terpisah Kepala Staf Kabinet Yoshihide Suga mengatakan pendapat Harada sebagai 'pendapat pribadi'.

Juru bicara Tepco mengatakan perusahannya tidak dalam posisi sebagai pihak yang menentukan apa yang harus dilakukan. Tapi akan mengikuti kebijakan ketika pemerintah sudah memberikan keputusan.

Ruang penyimpanan untuk menyimpan air akan penuh pada 2022. Harada tidak menyebutkan berapa banyak air yang harus dibuang ke laut.

Lampu hijau dari pemerintah Jepang untuk membuang limbah itu ke laut akan memicu amarah negara tetangga seperti Korea Selatan. Pada bulan lalu pemerintah Korsel sudah memanggil duta besar Jepang untuk menjelaskan bagaimana air Fukushima itu ditangani.

"Kami hanya berharap dapat mendengar detail pembahasan yang tengah dilakukan di Tokyo jadi tidak ada pengumuman yang mengejutkan," kata diplomat Korsel yang minta namanya tidak disebutkan karena hubungan bilateral kedua negara isu yang sensitif.

Dalam pernyataannya Kementerian Luar Negeri Korsel mengatakan mereka telah meminta Jepang 'untuk mengambil langkah yang bijaksana dan cermat dalam membuat keputusan dalam isu ini'. Hubungan dua negara bertetangga itu sedang mendingin karena perselisihan yang bermula dari masalah kompensasi korban kerja paksa selama masa kolonial Jepang di Semenanjung Korea.

Pembangkit listrik yang berada di pantai biasanya membuang limbah mereka ke laut. Limbah itu mengandung tritium, sebuah isotop radioaktif dari hidrogen yang sulit dipisahkan dan cenderung tidak berbahaya. Tahun lalu Tepco sempat mendapat perlawanan dari nelayan setelah mereka mengakui air di dalam bak mereka berisi zat kimia selain Tritium.

"Pemerintah harus berkomitmen pada satu-satunya pilihan yang dapat diterima lingkungan untuk menangani krisis air yang sudah lama disimpan dan diproses untuk menghilangkan radioaktif, termasuk tritium," kata pakar nuklir Greenpeace Jerman Shaun Burnie. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement