Kamis 12 Sep 2019 14:51 WIB

Pendemo Ciptakan Lagu Bagi Demokrasi Hong Kong

Lagu tersebut menyatukan para pengunjuk rasa Hong Kong.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Demonstran pro-China memegang bendera dan menyanyikan lagu nasional di pusat perbelanjaan International Finance Centre (IFC) di Hong Kong, Kamis (12/9). Ribuan demonstran prodemokrasi bernyanyi di pusat perbelanjaan.
Foto: AP Photo/Kin Cheung
Demonstran pro-China memegang bendera dan menyanyikan lagu nasional di pusat perbelanjaan International Finance Centre (IFC) di Hong Kong, Kamis (12/9). Ribuan demonstran prodemokrasi bernyanyi di pusat perbelanjaan.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Para pemrotes prodemokrasi Hong Kong menciptakan sebuah lagu berjudul "Glory to Hong Kong". Lantunan lagu menggema melalui pusat perbelanjaan kota saat kerumunan orang berkumpul untuk aksi damai.

Dilansir South China Morning Post, para pemrotes membanjiri pusat perbelanjaan di seluruh Hong Kong, Selasa malam lalu. Aksinya sepertinya sudah direncanakan, yakni bernyanyi bersama dalam upaya baru menentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi yang memang sudah ditangguhkan.

Baca Juga

Lagu bertema gerakan ini menggema di setiap sudut kota. Semua orang menyanyikannya. Selain itu, lagu "Reclaim Hong Kong, Revolution of Our Times" dan "Stand with Hong Kong" juga digaungkan para pemrotes.

Lagu baru "Glory to Hong Kong" pun telah menyebar dengan cepat baru-baru ini, menggantikan "Sing Hallelujah to The Lord" dan "Do You Hear the People Sing", yang sebelumnya sangat terkenal di Hong Kong. Seorang musisi lokal menggubah "Glory to Hong Kong" dalam menanggapi panggilan daring untuk lagu tema aksi demonstrasi.

Lagu itu menyatukan para pengunjuk rasa dan meningkatkan moral mereka. Pengguna media sosial pun meminta lirik bermakna sehingga lagu ini menjadi viral.

Protes Selasa malam waktu setempat berlangsung damai. Salah satu aksi unjuk rasa terbesar adalah di pusat perbelanjaan MOSTown di Ma On Shan, New Territories. Di sana, sekitar 1.000 orang yang terdiri dari orang-orang muda berpakaian hitam berkumpul memenuhi setiap sudut jalan.

Di ruang terbuka di luar mal MTR di Wong Tai Sin, ratusan orang juga menggelar unjuk rasa, meneriakkan "Revolusi zaman kita" dan "Lima tuntutan, tidak kurang" sambil mengangkat ponsel mereka dengan lampu senter menyala.

Seorang pemrotes yang belajar keperawatan di Tung Wah College Vivin Tse (22 tahun) turut meramaikan aksi bernyanyi. "Lagu ini ("Glory to Hong Kong") menunjukkan proses protes lebih dari tiga bulan, Ini menceritakan bagaimana kami mencapai pada tahap ini," katanya.

"Dari protes damai pada awalnya hingga kekerasan polisi. Saya sudah terlibat sejak awal. Saya memiliki perasaan yang mendalam untuk ini," ujar Tse.

Di Mong Kok, sekitar 300 pemrotes yang sebagian besar mengenakan topeng dan pakaian gelap, berkumpul di pusat perbelanjaan Moko tak lama sebelum pukul 22.00. Nyanyian mereka memenuhi apa yang seharusnya menjadi kompleks yang sunyi saat akan ditutup.

Seorang warga Mong Kok, Tang mengatakan, lagu "Glory to Hong Kong" adalah representasi besar penderitaan yang dialami kota selama beberapa bulan terakhir. Ia berharap orang-orang masih bertahan untuk ke depannya.

"Saya menangis mendengarkan lagu itu," katanya. Ia menyukai akhir yang optimisttis, yakni keinginan untuk kemuliaan, keadilan, kebebasan dan demokrasi di kota.

Gelombang protes di Hong Kong awalnya dipicu penolakan atas RUU Ekstradisi. Unjuk rasa tetap berlanjut meski pemimpin Carrie Lam telah menarik sepenuhnya RUU Ekstradisi. Para pemrotes kini menyerukan penegakan demokrasi, yang dinilai sudah semakin terkikis oleh intervensi Cina.

Pekan lalu, ribuan pendemo beramai-ramai bergerak ke Konsulat AS. Mereka meminta Kongres AS di Washington untuk meloloskan UU berisi dukungan terhadap gerakan pro-demokrasi di Hong Kong.

Para pejabat Cina memperingatkan negara-negara lain agar tidak ikut campur dalam urusan di sana. Pada Senin (9/9), mantan menteri pertahanan AS Jim Mattis mengatakan, protes antipemerintah Hong Kong bukan menjadi masalah internal China. Kemudian menyatakan AS harus menawarkan setidaknya dukungan moral kepada para demonstran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement