Rabu 18 Sep 2019 21:12 WIB

Studi Terbaru Ungkap Kapasitas Reproduksi Pria Punya Jam Biologis

Kapasitas reproduksi pria ternyata dipengaruhi oleh usia.

Red:
abc news
abc news

Kapasitas reproduksi pria ternyata dipengaruhi oleh usia. Kini, beberapa dokter untuk program bayi tabung atau IVF menyarankan agar pada batas usia tertentu, para pria mempertimbangkan untuk membekukan sperma mereka, sama seperti para perempuan yang membekukan sel telur mereka.

Poin utama:

• Studi baru mengonfirmasi adanya penurunan kesuburan terkait usia yang terjadi pada pria

• Beberapa peneliti kesuburan mengatakan pria bisa mempertimbangkan membekukan sperma mereka jika mereka belum memiliki anak ketika mereka muda

• Pakar lain di bidang ini mengatakan ilmuwan harus fokus pada bagaimana membuat laki-laki dan perempuan memiliki anak lebih awal

Pada konferensi Komunitas Kesuburan Australia hari Senin (16/9/2019), peneliti bernama Franca Agresta dari Melbourne IVF mempresentasikan temuan baru yang menyoroti penurunan kesuburan pria terkait dengan usia.

"Ada efek penuaan yang harus diwaspadai pria," katanya.

"Tidak mengherankan mengingat sebagian besar proses biologis dipengaruhi oleh penuaan."

Studi ini melihat keberhasilan pasangan IVF di mana sang pria berusia di bawah 40 tahun (dengan usia rata-rata 33) atau di atas 40 tahun (dengan usia rata-rata 44).

Setelah menganalisis lebih dari 1.400 siklus transfer embrio tunggal selama lima tahun, para peneliti menemukan bahwa ketika pria berusia di bawah 40 tahun, sperma mereka bisa mengarah pada setidaknya kehamilan awal dalam 39 persen kasus.

Untuk pria di atas 40 tahun, menurut penelitian -yang juga melibatkan Rumah Sakit Royal Women dan University of Melbourne -itu, angka ini turun menjadi 26 persen.

Agresta mengatakan penelitian itu mengesampingkan faktor-faktor lain yang bisa mempengaruhi kesuburan pria, seperti sperma yang jelas-jelas berkualitas rendah. Hal lain yang tak diperhitungkan dari penelitian ini adalah pasangan yang menggunakan injeksi sperma intracytoplasmic, bentuk khusus IVF yang bertujuan untuk mengobati kasus infertilitas pria yang parah.

Untuk mengontrol setiap kontribusi perempuan terhadap infertilitas, para peneliti membatasi pasangan yang berpartisipasi. Mereka adalah pasangan yang telah melakukan tidak lebih dari dua siklus IVF, dan pihak perempuan berusia di bawah 35 tahun.

Agresta mengatakan penelitian sebelumnya cenderung dikacaukan oleh salah satu dari faktor-faktor ini.

"Kami berusaha menjaga populasi sebersih mungkin sebanyak yang kami bisa, hanya untuk melihat efek usia ayah."

 

Disarankan untuk punya anak lebih dini

Agresta mengatakan lebih dari sepertiga siklus pengobatan di Australia dan Selandia Baru terjadi pada pria di atas usia 40 tahun.

Sperma pada pria yang lebih tua bisa memiliki lebih banyak kerusakan DNA dari faktor lingkungan atau perubahan epigenetik yang mempengaruhi kesuburan, tambahnya.

Ia mengatakan, hal yang terbaik adalah pasangan bisa memiliki anak sedini mungkin.

"Ada dua pihak dalam pembuahan, dan sperma serta sel telur keduanya berdampak pada hasil."

Tetapi, ia menambahkan, mengingat "kondisi kehidupan" tak selalu memungkinkan untuk hal itu, pria bisa mempertimbangkan untuk melakukan pembekuan sperma.

"Jika Anda mendekati usia 40-an dan Anda ingin memiliki anak dan Anda belum memiliki kesempatan itu, maka itu jelas merupakan pilihan," kata Agresta.

Ia mengatakan, jauh lebih mudah dan lebih murah untuk membekukan sperma daripada telur.

Kesuburan pria menurun tapi tak ada menopouse

Temuan ini mendukung penelitian lain yang menunjukkan sperma pria yang lebih tua cenderung memiliki lebih banyak kerusakan DNA dan pasangan mereka memiliki lebih sedikit kehamilan alami dan lebih banyak keguguran, kata ahli endokrin Robert McLachlan dari Healthy Male, yang melakukan penelitian dan pendidikan tentang kesehatan reproduksi pria.

Namun, katanya, penurunan kesuburan yang berkaitan dengan usia pria tidak seabsolut perempuan. Setiap perempuan akhirnya mencapai menopause dan kemudian tak bisa hamil, tetapi beberapa pria bisa memiliki anak hingga usia tua mereka.

"Saya suka kesetaraan gender tetapi Anda tak mendapatkan kesetaraan gender dengan penuaan reproduksi, seperti yang Anda tahu - tanyakan saja pada Mick Jagger. Banyak pria memiliki anak yang sangat sehat berusia 50-an, 60-an, dan 70-an," kata Profesor McLachlan, yang juga seorang konsultan untuk Monash IVF.

 

Sementara Jagger dan Murdoch memiliki anak di usia 70-an, mereka melakukannya dengan perempuan yang jauh lebih muda, yang akan meningkatkan peluang mereka untuk memiliki anak yang sehat.

Profesor McLachlan tidak terlalu mendukung gagasan pembekuan sperma dan ragu banyak pria akan melakukannya, sebagian karena jika seorang pria membekukan spermanya, itu akan memerlukan perawatan invasif bagi pasangan perempuannya.

"Itu berarti pasangannya harus melakukan inseminasi in vitro di klinik untuk menggunakan sperma beku yang disimpannya lima tahun sebelumnya," katanya.

"Itu tak terlalu romantis, kan?"

Sperma yang menua juga dikaitkan dengan masalah seperti skizofrenia, kekerdilan dan autisme pada anak-anak yang lahir dari ayah yang lebih tua, menurut Roger Hart, seorang profesor kedokteran reproduksi di University of Western Australia.

"Seorang pria di atas 40 tahun memiliki 10 kali beban mutasi dalam sperma, dan seorang pria di atas 70 tahun memiliki 100 kali beban," katanya, seraya menambahkan bahwa efek usia ini menambah faktor-faktor lain yang sudah mengurangi kesuburan pria seperti faktor lingkungan dan gaya hidup.

Profesor Hart, yang juga direktur medis di Fertility Specialists Australia Barat, mengatakan unit kesuburannya menetapkan batas atas untuk usia pria yang menyumbangkan sperma, yakni antara 35 dan 40 tahun.

Tapi ia juga berpikir, tak mungkin para pria akan melakukan pembekuan sperma.

"Pria cenderung tidak mengambil pendekatan reproduksi yang sangat bertanggung jawab. Perempuan jauh lebih pragmatis tentang hal-hal ini," katanya.

Apakah akan digunakan?

Ada juga pertanyaan apakah pria benar-benar akan menggunakan sperma yang dibekukan.

Bukti menunjukkan sebagian besar perempuan yang telah membekukan sel telur mereka sejauh ini tampaknya tidak menggunakannya, karena mereka tetap hamil secara alami.

 

Profesor Hart mengatakan, hal yang seringkali diabaikan bahwa ketika pasangan menunda memiliki keluarga, pasangan pria biasanya terlibat dalam keputusan itu.

"Kami cenderung fokus pada perempuan, yang ternyata tak benar," katanya.

"Perempuan selalu dibilang mereka menunda melahirkan anak, tetapi pria juga."

"Jadi segala sesuatu yang meningkatkan kesadaran publik tentang fakta bahwa menunda melahirkan anak adalah tidak baik, adalah penting."

Profesor McLachlan setuju.

"Lebih baik untuk mencoba dan merencanakan untuk melakukan hal-hal secara alami - itu jauh lebih murah dan jauh lebih menyenangkan daripada reproduksi yang dibantu menggunakan sperma beku," katanya.

"Saya berharap kita bisa menemukan cara di tengah masyarakat untuk mengedepankan konsepsi ketika secara biologis lebih mudah dan tidak terlalu banyak intervensi. Agak menyedihkan kita harus sampai pada hal ini."

Simak informasi terkait komunitas Indonesia di Australia lainnya hanya di ABC Indonesia dan bergabunglah dengan komunitas kami di Facebook.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement