Selasa 24 Sep 2019 17:53 WIB

Sepulang dari Indonesia, Ekspat Australia Kesulitan Dapat Kerja yang Selevel

85 persen ekspat Australia yang pulang alami kesulitan mencari kerja.

Rep: Farid M Ibrahim/ Red:
abc news
abc news

Sejumlah ekspatriat Australia yang kembali ke negaranya menemui kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang seleval dengan pekerjaan mereka di negara lain. Salah satunya dialami John Cheong-Holdaway yang pernah bekerja di Indonesia.

"Ketika pulang ke Australia dan mencari kerja untuk pertama kalinya, pekerjaan yang ditawarkan kepada saya levelnya jauh lebih yunior dibandingkan dengan pekerjaan saya di luar negeri," ujar John kepada program ABC TV News Breakfast pekan lalu (20/9/2019).

Dia sebelumnya bekerja sebagai konsultan kebijakan di sektor energi untuk Pemerintah Indonesia selama beberapa tahun. John memutuskan pulang ke Melbourne dan dari pengalaman orang Australia lainnya yang juga meninggalkan Indonesia, dia sudah mengantisipasi kesulitan tersebut.

"Para perekrut tenaga kerja seringkali menyampaikan ke saya bahwa CV saya 'sangat unik'," jelasnya.

"Saya pun harus menurunkan tingkat gaji yang saya harapkan untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus," tambahnya.

John mengatakan banyak orang yang merasa akan kesulitan bila bekerja di negara lain, misalnya akan menghadapi masalah geger budaya atau culture shock.

"Tapi orang tidak berpikir bahwa kembali ke negara asal nantinya akan sama sulitnya," katanya.

Mayoritas ekspat kesulitan saat pulang

Menurut hasil survei terbaru sebanyak 85 persen ekspat Australia yang pulang ke negaranya mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan.

Survei ini melibatkan 440 responden dari kalangan ekspat yang telah kembali, serta 331 organisasi perekrut tenaga kerja.

Survei dilakukan situs pencari kerja terbesar di dunia Indeed bekerja sama dengan Advance, sebuah organisasi yang menangani para ekspat Australia di luar negeri.

Hasil lainnya menunjukkan sebanyak 67 persen ekspat yang telah pulang ini ingin kembali lagi ke luar negeri demi mendapatkan pekerjaan yang cocok.

Sebaliknya di kalangan perekrut tenaga kerja, sebanyak 83 persen yang menyatakan akan berhati-hati dalam merekrut ekspat yang baru pulang ke Australia.

Sekitar 45 persen perekrut tenaga kerja juga menganggap para ekspat ini akan menuntut gaji yang lebih tinggi.

Hasil survei yang dirilis pada pertengahan September 2019 menyebutkan 34 persen ekspat yang kembali gagal mendapatkan interview kerja di bidang yang cocok dengan keahlian mereka.

Bagi yang berhasil pun, mereka umumnya butuh waktu 2 bulan lebih lama dibanding pencari kerja lokal.

 

Salah satu pertimbangan bagi John Cheong-Holdaway untuk kembali ke Australia, yaitu dia harus kembali sebelum berusia 40 tahun jika ingin berkarir di negaranya sendiri.

"Jika usia kita sudah lewat 40 tahun, tidak ada harapan lagi," ujar John kepada salah satu media lokal, awal September lalu.

Dia bersama istri dan putrinya pulang ke Melbourne dan akhirnya menerima pekerjaan yang levelnya lebih rendah dengan gaji separuh dibandingkan gajinya di Indonesia.

"Yang paling sulit saya lakukan yaitu mengupdate profil LinkedIn saya sebagai analis sektor energi," kata John.

Pasalnya, sejak satu dekade sebelumnya, dia telah menggeluti profesi ini.

Pimpinan Advance Yasmin Allen kepada ABC TV mengatakan para ekspat Australia yang menganggap CV mereka dengan pengalaman kerja di luar negeri sebagai bonus harus berpikir ulang.

"Yang terpenting sebenarnya adalah menjaga networking yang sudah kita miliki di sini sebelum pergi bekerja di luar negeri," katanya.

Menurut Yasmin, ketika para ekspat itu kembali ke Australia, tingkat keterampilan mereka seringkali tidak dihargai.

"Kita mencari teknologi baru, cara berpikir baru, dan cara-cara baru mengerjakan sesuatu. Namun begitu ada warga Australia dengan keterampilan seperti itu, mengapa kita tidak menghargainya?" katanya.

Data terakhir menunjukkan dari 1 juta lebih orang Australia yang tinggal dan bekerja di luar negeri, hampir setengahnya telah kembali dalam tempo lima tahun.

 

Simak artikel lainnya dari ABC Indonesia.

 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement