Mungkin Anda pernah mendengar laporan di media-media Indonesia soal studi banding yang dilakukan oleh wakil rakyat dan pejabat di Indonesia dan menghabiskan uang negara. Hal yang sama juga terjadi di Australia, tepatnya di negara bagian Queensland dengan ibu kota Brisbane.
Angka terbaru menunjukkan para pegawai negeri sipil di Queensland telah menghabiskan hingga AU$ 5 juta, atau lebih dari Rp 47,5 miliar, untuk berpergian ke luar negeri dalam 12 bulan terakhir.
Seperti yang dilakukan badan otoritas keuangan di negara bagian tersebut, Queensland Treasury Corporation (QTC), yang membiayai 16 pejabatnya untuk berpergian dan konferensi, dengan nilai hampir setengah juta dolar Australia.
Kepala QTC, Gerard Bradley bersama dua staf seniornya, Jose Fajardo dan Michael Anthonisz, menghabiskan $107,600, atau lebih dari Rp 1 miliar, untuk berpergian selama dua minggu ke Amerika Serikat, Mexico, Peru, Kolombia, Chili untuk "pertemuan tingkat tinggi berdasarkan kontak yang telah dijalin selama bertahun-tahun".
Juru bicara Gerard mengatakan perjalanan tersebut adalah untuk menarik para investor ke Queensland.
TAFE Queensland menjadi agen dan perusahaan pemilik pemerintah yang paling banyak menghabiskan pengeluaran, dengan jumlah yang diklaim AU$ 552.169. lebih dari Rp 5,2 miliar.
Angka-angka tersebut diperoleh dari data pemerintah Australia yang baru-baru diterbitkan online.
Sementara itu departemen pemerintah di Queensland yang paling banyak menghabiskan dana adalah Departemen Pendidikan, dengan lebih dari AU$ 1,1 juta, lebih dari Rp 10,4 miliar, untuk mengirim 390 guru, kepala sekolah dan eksekutif ke seluruh penjuru dunia.
Departemen Kehakiman dan Jaksa Agung dilaporkan telah menghabiskan AU$ 100.500, lebih dari Rp 955 juta, termasuk untuk perjalanan kepala Pengadilan Banding Queensland, Walter Sofronoff, yang bepergian dengan istrinya ke Inggris untuk melakukan tur dke sejumlah pengadilan dan Mahkamah Agung di Inggris.
Di negara bagian lainnya, yakni Victoria, dengan Melbourne sebagai ibukotanya, Komisi Anti Korupsi Victoria menemukan hampir semua pemerintahan daerahnya beresiko melakukan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa.
Temuan juga menunjukkan para pejabat lokal sebenarnya mengetahui hal ini, namun cenderung membiarkannya.
Selain itu, ada pula potensi korupsi pada pengawasan proyek serta pengelolaan konflik kepentingan pejabat.
"Modus yang dilakukan pejabat bernama Lukas Carey yaitu, mengalokasikan kontrak proyek-proyek Pemkot ke perusahaan istrinya sendiri. Selain itu, dia masih juga menerima komisi dari dua kontraktor lainnya," sebut Komisi Anti Korupsi Victoria.
Lukas telah dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara tiga tahun, serta denda AU$ 31.200, atau lebih dari Rp 296 juta. Istrinya juga dikenai denda sebesar AU$ 20.500, atau hampir Rp 195 juta.
Berita selengkapnya bisa Anda baca dalam bahasa Inggris di sini.