Aktivis dan pengacara HAM Veronica Koman menyatakan dirinya akan terus menyuarakan pelanggaran HAM dan ketidakadilan yang dialami rakyat Papua. Dia telah meminta pihak keluarganya untuk bersabar karena persoalan yang dialami rakyat di sana jauh lebih berat.
"Saya tidak akan berhenti," kata Vero dalam wawancara khusus dengan program The World ABC TV yang ditayangkan pada Kamis (3/9/2019) malam.
Dia kini diburu oleh pihak Kepolisian RI setelah sebelumnya dijadikan tersangka, sehingga selama beberapa waktu tampaknya mengambil sikap low profile, khususnya terhadap media.
Sebelum berbicara dengan presenter ABC Beverley O'Connor, Vero juga sudah melakukan interview dengan stasiun televisi Australia lainnya, yaitu SBS TV.
Ditanya mengenai keputusannya untuk akhirnya bersedia diwawancara, Vero menyatakan hal itu didorong oleh situasi di Papua yang semakin memburuk.
"Sebab saya kira saat ini kita menyaksikan periode paling suram di Papua dalam 20 tahun terakhir. Kini ada tindakan keras yang belum pernah terjadi sebelumnya di sana," jelasnya.
Apakah Vero tidak khawatir dengan keselamatan dirinya sendiri saat ini?
"Tentu saja saya khawatir dengan diri saya dan keluarga saya di Indonesia. Tapi hal itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang dialami rakyat Papua," ujarnya.
Menanggapi status tersangka yang dikenakan terhadap dirinya dengan tuduhan sebagai provokator, Vero melihat hal itu tak lebih dari upaya Pemerintah RI untuk menghancurkan kredibilitasnya.
"Sebab mereka tidak bisa membantah data serta rekaman video dan foto yang saya punya sehingga mereka hanya bisa menyerang kredibilitas saya," kata Vero.
Mengenai upaya pihak berwenang Indonesia untuk meminta bantuan Interpol dan Pemerintah Australia untuk memulangkannya ke tanah airnya, Vero juga mengaku khawatir dengan hal itu.
"Tapi saya berharap Pemerintah Australia tidak akan menuruti tuntutan bermotif politik ini. Sebab Pemerintah Indonesia kini membungkam siapa saja yang menyuarakan mengenai Papua," tegasnya.
Sejauh ini Pemerintah Australia pun belum pernah melakukan kontak kepada Veronica Koman.
Dalam konferensi pers di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB akhir September lalu, PM Scott Morrison dan Menlu Marise Payne dimintai tanggapan soal kerusuhan terbaru di Papua.
"Hal ini merupakan permasalahan yang terus dipantau oleh perwakilan kami di Jakarta bersama pihak berwenang di sana," kata Menlu Payne.
"Kami meminta kedua pihak yang terlibat untuk menahan diri," tambahnya.
Veronia berharap agar Pemerintah Australia paling tidak meminta ke Pemerintah RI untuk membuka akses ke Papua untuk para jurnalis internasional dan Komisi HAM PBB.
Akses untuk masuk ke Papua bagi Komisi HAM PBB sebenarnya telah dijanjikan Pemerintah RI sejak dua tahun lalu.
"Sya kira masalah HAM itu melampaui perjanjian bilateral kedua negara," katanya.
Australia dan Indonesia saat ini terikat pada perjanjian Lombok Treaty yang disepakati pada tahun 2006 dan mulai berlaku sejak 7 Februari 2008, yang mengikat Australia untuk menghormati kedaulatan NKRI yang mencakup wilayah Papua di dalamnya.
Ditanya apakah aktivitas Vero yang menyebarkan rekaman dan informasi kejadian di Papua melalui medsos bukannya semakin memperkeruh situasi, dia mengatakan dirinya justru telah memfilter segala informasi yang dia sebarkan tersebut.
"Misalnya saat terjadi kerusuhan di Wamena, saya sangat berhati-hati untuk tidak menyebarkan rekaman yang melibatkan konflik horisontal antara penduduk asli dan pendatang. Saya sangat berhati-hati mengenai hal itu," katanya.
Lalu, apa sebenarnya dampak yang bisa dicapai dengan segala aktivitas yang dilakukan Vero dan para aktivis lainnya terkait situasi di Papua?
"Kami ingin mengekspos situasi Papua ke dunia luar... apa yang saya laporkan melalui medsos paling tidak bisa memandu para jurnalis untuk mengabarkan apa yang terjadi," jelasnya.
Meski kini dia terpaksa meninggalkan tanah airnya, namun Vero dengan tegas menyatakan tidak akan berhenti.
"Keluarga saya diintimidasi, orangtua saya sudah dua kali menangis meminta saya berhenti," kata Vero.
"Tapi saya sampaikan ke mereka untuk bersabar karena masalah ini jauh lebih besar dari kita," ujarnya.
Simak berita lainnya dari ABC Indonesia.