REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Kapal tanker milik National Iranian Oil Company (NIOC) dihantam rudal sebanyak dua kali saat sedang berada di Laut Merah, sekitar 96 kilometer dari pelabuhan Jeddah, Arab Saudi, Jumat (11/10). Serangan itu menyebabkan kapal terbakar dan menumpahkan minyak ke laut.
Harga minyak dilaporkan naik dua persen menjadi 60,40 dolar AS per barel. “Dua rudal menghantam kapal milik Iran di dekat kota pelabuhan Jeddah, Arab Saudi,” kata NIOC, dikutip televisi pemerintah Iran dalam laporannya. Kapal itu diketahui bernama Sabiti.
Sebelumnya, NIOC sempat mengidentifikasi kapal yang menjadi target serangan itu sebagai Sinopa. Serangan terjadi pukul 05.00 waktu setempat (07.00 WIB) dan 05.30 waktu setempat (07.30 WIB). Serangan itu menyebabkan Sabiti terbakar. Minyak mentah yang diangkutnya pun tercecer ke laut sepanjang 93 kilometer.
Namun, kantor berita Iran, yaitu IRNA mengatakan, tumpahan akhirnya berhasil dihentikan. Sabiti terakhir menyalakan alat pelacak posisi pada Agustus, saat berada dekat kota pelabuhan Bandar Abbas di Iran.
Kapal tanker Iran memang kerap mematikan alat pelacak posisinya sejak sanksi AS membidik penjualan minyak mentah Iran. "Tanker minyak... mengalami kerusakan pada tubuh kapal ketika dihantam rudal sejarak 60 mil (96 kilometer dari kota pelabuhan Saudi, Jeddah," papar IRNA.
IRNA tidak memaparkan pihak yang mereka curigai sebagai pelakunya. Sedangkan, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi menggambarkan insiden tersebut sebagai serangan yang dilakukan pihak yang melakukan "petualangan berbahaya". Menurutnya, penyelidikan kini sedang berlangsung.
Pelabuhan Jeddah pun dilaporkan turut terbakar. Belum ada laporan apakah serangan itu menimbulkan korban luka atau jiwa. Armada Kelima Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) yang bermarkas di Bahrain telah mengetahui tentang aksi penyerangan tersebut. “Kami mengetahui laporannya, tapi kami tidak memiliki informasi lebih lanjut,” kata seorang juru bicara Armada Kelima Angkatan Laut AS.
Sebuah lubang terlihat di sebuah bagian separator di lantai saat pekerja memperbaiki kerusakan akibat serangan drone dan rudal di fasilitas pengolahan minyak Aramco di Abqaiq, Arab Saudi, Jumat (20/9). Saudi memfasilitasi jurnalis mengunjungi fasilitas tersebut.
Insiden penyerangan terhadap Sabiti di dekat pelabuhan Jeddah diperkirakan semakin meningkatkan ketegangan antara Iran dan Saudi. Hingga berita ini ditulis, belum ada komentar resmi dari Saudi.
"Insiden terakhir ini, jika memang benar sebagai tindakan agresi yang menjadi bagian dari penjelasan tentang memburuknya hubungan antara Saudi dan AS serta Iran," demikian pernyataan perusahaan keamanan swasta bidang maritim, Dryad Maritime. "Kelihatannya, kawasan tersebut yang sempat stabil bulan lalu, akan menghadapi periode baru tentang ancaman maritim, sementara ketegangan geopolitik Iran dan Saudi berlanjut."
Hubungan kedua negara telah memanas sejak dua fasilitas minyak Saudi Aramco diserang pada 14 September lalu. Serangan itu dilancarkan dengan mengerahkan 18 pesawat nirawak dan tujuh rudal jelajah. Sebanyak lima persen produksi minyak dunia dilaporkan terpangkas akibat peristiwa tersebut.
Aramco diketahui merupakan perusahaan minyak terbesar di dunia. Kelompok pemberontak Houthi Yaman mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Namun, klaim mereka diragukan Barat mengingat kecanggihan dan daya jangkau serangan.
Amerika Serikat (AS) bersama Inggris, Prancis, dan Jerman justru menuding Iran sebagai pihak yang mendalangi serangan ke fasilitas Aramco. Namun, mereka memang belum memberikan bukti yang valid sehubungan dengan tuduhan tersebut. Iran telah dengan tegas membantah terlibat dalam serangan terhadap Aramco. (Reuters/Kamran Dikarma)