Setidaknya salah satu pakaian di lemari anda diproduksi di sebuah pabrik di Bangladesh. Tapi tahukah anda kekerasan terhadap pekerja garmen terjadi di sana?.
Merek pakaian olahraga Lululemon adalah perusahaan terbaru yang terlibat dalam tuduhan pelecehan terhadap pekerja perempuan di pabrik-pabrik Bangladesh yang memasok label mereka.
Poin utama:
• Pekerja perempuan di pabrik Lululemon di Bangladesh mengatakan mereka dikata-katai sebagai "perempuan murahan" dan "pelacur"• Lululemon mengatakan pihaknya telah membuka penyelidikan sebagai tanggapan atas tuduhan terbaru itu
• Para perempuan bergaji rendah berkontribusi terhadap sekitar 80 persen pekerja pabrik di Bangladesh
Industri ekspor pakaian jadi Bangladesh tengah meningkat meski terjadi kecelakaan mengerikan di tempat kerja dan ada bukti bahwa perlakuan buruk terhadap pekerja tersebar luas di pabrik-pabrik yang memasok merek-merek fashion kelas atas.
Sebuah laporan baru dari The Guardian menemukan bahwa pekerja perempuan yang membuat pakaian bermerek di pabrik-pabrik Bangladesh mengalami pelecehan fisik dan verbal.
Laporan itu menyebut bahwa para pekerja pada umumnya dilecehkan dengan penghinaan seksual yang dilakukan oleh manajer mereka.
Para pekerja perempuan mengatakan kepada The Guardian bahwa mereka dikata-katai "perempuan murahan" dan "pelacur".
Penulis laporan itu juga mewawancarai pekerja yang mengatakan bahwa mereka telah dipukuli oleh manajer dan dipaksa bekerja berjam-jam dalam kondisi yang sangat melelahkan untuk memenuhi target.
Sepasang celana legging Lululemon dijual seharga $ 120 (atau setara Rp 1,2 juta) di Australia - hanya sedikit lebih rendah dari rata-rata penghasilan bulanan pekerja pabrik di Bangladesh.
Para perempuan di negara-negara berkembang merupakan golongan mayoritas di tengah para pekerja pabrik yang membuat pakaian untuk merek-merek fashion global termasuk Lululemon.
Organisasi Human Rights Watch juga telah mendokumentasikan ancaman seksual terhadap perempuan oleh manajer pabrik dan penyelia mereka di Bangladesh.
Lululemon telah mengontrak pihak ketiga untuk mengaudit beberapa pabrik Asia yang berada dalam rantai pasokan mereka, tetapi perusahaan itu lebih sering melakukan audit internal.
Human Rights Watch telah mengkritik audit semacam ini, dengan mengatakan audit itu sering dilakukan dalam kelompok campuran gender dan di tempat, yang berarti pekerja perempuan tidak merasa cukup aman untuk mengungkap pelecehan, terutama ketika menyangkut topik-topik yang sensitif secara budaya seperti pelecehan seksual.
Lululemon mengatakan pihaknya telah membuka investigasi sebagai tanggapan atas tuduhan terbaru, dan mengatakan saat ini tidak ada pesanan dengan pabrik yang bersangkutan.
Aruna Kashyap, penasihat senior di divisi hak-hak perempuan di Human Rights Watch, mengatakan Lululemon harus "menggunakan kesempatan ini untuk menilai praktik pembelian mereka sendiri dan melihat betapa kondusifnya mereka untuk mempromosikan kepatuhan hak-hak buruh di pabrik pemasoknya".
"Merek seperti Lululemon yang mengaku peduli terhadap pekerja harus melacak dan melaporkan kepada konsumennya tentang berapa banyak pabrik pemasoknya yang telah memiliki serikat pekerja, berapa banyak yang memiliki perjanjian perundingan bersama, dan insentif bisnis apa yang mereka berikan kepada pabrik tersebut.
"Daripada membuang-buang sumber daya untuk investigasi pelanggaran ketenagakerjaan lainnya di pabrik, Lululemon harus menggunakan kesempatan ini untuk merancang program untuk mencegah dan menanggapi kekerasan dan penyalahgunaan pekerja di pabriknya."
"Program semacam itu harus melibatkan serikat pekerja lokal dan kelompok-kelompok hak asasi perempuan," ujar Kashyap.
Pekerja perempuan bergaji rendah
Industri garmen telah mendorong pertumbuhan ekonomi yang besar di Bangladesh dalam beberapa tahun terakhir dan mempekerjakan sekitar 4,5 juta orang.
Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) negara itu saat ini lebih dari 8 persen melebihi pertumbuhan tetangganya, India.
Tetapi perempuan bergaji rendah-lah yang berkontribusi sekitar 80 persen pekerja pabrik, sementara laki-laki biasanya memegang posisi manajemen.
Advokasi untuk standar internasional terhadap sektor ini dimulai setelah pabrik garmen Rana Plaza yang berlantai delapan di Bangladesh runtuh, menewaskan 1.100 orang dan melukai 2.000 lainnya.
Lululemon memiliki Kode Etik Vendor internal, yang mengatakan pihak mereka mempromosikan pencarian sumber secara etis terhadap produk-produk mereka.
Simak berita-berita menarik lainnya di situs ABC Indonesia.