Selasa 22 Oct 2019 08:26 WIB

Dari Nadiem Hingga Prabowo: Pemilihan Kabinet Gaya Jokowi

Presiden Indonesia Jokowi memanggil sejumlah calon Menteri ke Istana Kepresidenan RI

Red:
.
.

Di hari pertama masa kerjanya (21/10/2019), Presiden Indonesia Jokowi memanggil sejumlah calon Menteri ke Istana Kepresidenan RI. Sebagian besar calon berasal dari kalangan profesional. Ada wajah lama seperti Mahfud MD hingga wajah baru seperti Nadiem Makarim.

Ada pula sosok yang selalu mendukung Jokowi di masa kampanye seperti Erick Thohir, hingga sosok yang menjadi rivalnya di Pemilu, Prabowo Subianto.

Tanpa lampu sorot dan panggung megah, satu per satu calon Menteri Kabinet Jokowi Jilid II itu muncul ke Istana dari pagi.

Semua calon kompak mengenakan atasan kemeja berwarna putih. Bak bintang reality show di televisi, mereka melambai ke arah penonton -dalam hal ini para jurnalis yang menyapa dan bidikan kamera fotografer -sebelum masuk Istana.

Keluar dari Istana, mereka kembali disambut para pewarta. Sebagian besar mau berbagi cerita.

"Saya tadi dipanggil oleh Bapak Presiden. Intinya saya diminta beliau untuk menjadi salah seorang Menteri, yang kalau tidak berubah akan dilantik besok lusa hari Rabu. Pagi sudah berkumpul di sini," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, di tengah sorotan kamera.

Mahfud menuturkan Presiden mengajaknya berdiskusi seputar pelanggaran hak asasi manusia dan penegakan hukum.

Politisi asal Madura ini menyebut Presiden memiliki data yang sangat detil dan terukur tentang masalah di kedua isu itu.

Calon Menteri yang muncul berikutnya adalah CEO start-up decacorn Go-Jek, Nadiem Makarim.

Ia juga tak enggan berbagi kisah pertemuannya pagi itu dengan Presiden Jokowi.

"Dari dulu misi saya kepada Go-Jek itu adalah menampilkan Indonesia di dalam panggung dunia, jadi ini suatu kelanjutan dari misi itu. Tapi sekarang kepentingannya untuk negara dan dalam skala yang besar," papar Nadiem.

"Beliau meminta saya dengan tanggung jawab ini dan saya menerima dan saya sangat senang sekali hari ini karena ini menunjukkan bahwa kita siap maju ke depan dan siap berinovasi ke depan," imbuh pria lulusan Amerika Serikat ini.

Menyusul hadir setelah Nadiem adalah praktisi media, Wishnutama, dan pendiri Mahaka Group, Erick Thohir serta beberapa tokoh lain.

 

Pemanggilan calon Menteri di hari pertama berlangsung hingga sore hari yang ditutup dengan kedatangan Prabowo Subianto -Ketua Umum Partai Gerindra, mantan rival Jokowi di Pemilu.

Sama seperti calon lainnya, Prabowo -yang didampingi Wakil Ketua Umum Gerindra, Edhy Prabowo -juga mengenakan atasan putih.

Proses pemanggilan calon Menteri ini disiarkan secara luas oleh berbagai media. Beberapa stasiun berita bahkan menayangkannya secara langsung dan terus menyorot kamera hingga sang calon Menteri masuk ke kendaraannya.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Airlangga Surabaya, Suko Widodo, mengatakan tak salah jika ada pihak yang menilai proses itu layaknya reality show televisi.

"Ada kesan seperti pertunjukkan memang."

"Ini seperti pelibatan publik secara langsung. Dan dilakukan karena Pak Jokowi butuh dukungan publik," jelas Suko kepada ABC.

 

Ia menerangkan gaya pemanggilan itu memperlihatkan kepada publik bahwa proses penetapan Kabinet dikakukan secara transparan.

"Ini sekaligus mengajak publik ikut mengawasi eksistensi calon Menteri."

"Untuk menghindari tekanan partai politik juga, dengan melibatkan publik dengan cara mempertunjukkan prosesi seleksi," ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ini.

Sementara seragam atasan putih, kata Suko, dimaksudkan untuk memperlihatkan kekompakan.

"Jika menilik perjalanan politik Pak Jokowi, mulai dari Solo, Gubernur DKI dan Presiden, memang komunikasi Pak Jokowi terkelola secara rapi."

"Pak Jokowi melakukan strategi komunikasi secara terencana," sebutnya.

Bukan hal asing

Munculnya nama Prabowo sebagai calon Menteri Jokowi santer terdengar beberapa hari belakangan.

Merapatnya Gerindra ke gerbong Pemerintah makin terlihat jelas pasca Prabowo menemui Jokowi di Istana lebih dari sepekan lalu (11/10/2019).

Saat datang ke Istana, Senin (21/10/2019), Prabowo menceritakan dengan percaya diri amanat apa yang akan diembannya.

"Kami diminta untuk memperkuat kabinet beliau dan saya sudah sampaikan keputusan kami dari Partai Gerindra, apabila diminta kami siap membantu. Dan hari ini resmi diminta dan kami sudah sanggupi untuk membantu," kata Prabowo kepada media, didampingi Edhy.

"Saya beliau izinkan untuk menyampaikan bahwa saya diminta membantu beliau di bidang pertahanan."

"Jadi tadi beliau memberi beberapa pengarahan dan saya akan bekerja sekeras mungkin untuk mencapai sasaran-sasaran dan harapan-harapan yang ditentukan," papar mantan Danjen Kopassus ini.

 

Di lini masa media sosial Twitter, topik #kabinetjokowi sempat menjadi trending topic sepanjang siang. Kata kunci lain yang terkait pemanggilan calon Menteri Jokowi seperti "Prabowo" dan "Menhan" juga ramai diperbincangkan.

Netizen juga terlihat mengkritisi kemunculan Prabowo ke Istana.

"Prabowo Subianto is in the presidential palace this afternoon, likely as a candidate for a ministerial position in #kabinetjokowi. Truly the mother of all plot twists, which begs the question: Kemarin ini Pemilu buat apa?," tulis pemilik akun @septian pada Senin (21/10/2019) sore, tak lama setelah kedatangan Prabowo disiarkan.

Terlepas dari komentar berbagai pihak, rencana masuknya Prabowo ke jajaran pemerintahan bukanlah hal asing.

Bukan kali ini saja seorang rival politik akhirnya bergabung dengan gerbong penguasa, dan diberi posisi yang strategis.

Sebelas tahun lalu di Amerika Serikat, Hillary Clinton merupakan rival politik Obama di konvensi Partai Demokrat.

Namun ketika Obama diangkat menjadi Presiden Amerika yang ke-44, Hillary justru diangkat sebagai Menteri Luar Negeri.

Di lingkaran pendukung Jokowi, kritikan terhadap rencana bergabungnya Prabowo dan Gerindra lantang disuarakan partai di dalam koalisinya sendiri.

Ketua Umum DPP Partai Nasdem, Surya Paloh, menyampaikan keberatan terhadap bertambahnya anggota koalisi dan surutnya oposisi.

"Tidak baik kalau tidak ada check and balances."

"Kalau tidak ada lagi yang beroposisi, demokrasi berarti sudah selesai. Negara sudah berubah menjadi otoriter atau monarki ya kalau enggak ada oposisi," ujar Surya kepada media saat menghadiri pelantikan Presiden dan Wakil Presiden di Gedung MPR (20/10/2019).

"Kalau tidak ada yang mau jadi oposisi, Nasdem saja jadi oposisi," imbuhnya.

Simak berita-berita menarik lainnya di situs ABC Indonesia.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement