Departemen Pertanian Papua Nugini mengatakan kepada ABC bahwa rencana untuk membuka pangsa pasar pertanian dari negaranya ke sejumlah negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, akan segera terwujud.
Menurut penjelasan Daniek Kombuk, sekretaris dari Departemen Pertanian Papua Nugini, Indonesia akan secara langsung membawa sejumlah produk pertanian dari negaranya.
"Penerbangan perdana dari Mount Hagen ke Jakarta dijadwalkan pada bulan Desember tahun ini," katanya saat diwawancara Hilda Wayne dari ABC.
Sejumlah produk yang akan diekspor ke Indonesia adalah pisang jenis Cavendish, brokoli, jahe, kopi, kakao yang sudah dikeringkan, hingga ikan tuna.
Seorang warga Papua Nugini yang sudah bertani selama 20 tahun telah mengkonfirmasi soal penerbangan perdana yang akan tiba di daerah asalnya, yakni Mount Hagen, kota terbesar ketiga di Papua Nugini.
Ia juga mengaku jika petani lain di kawasan tersebut sudah menantikan agar rencana ini menjadi sebuah kenyataan.
"Sekarang populasi Papua Nugini telah meningkat dan kami alami kesulitan ekonomi, jadi kemitraan baru dengan Indonesia ini akan membantu sebuah hubungan baru," ujar Christopher Tep.
Petani lainnya dari Provinsi East New Britain mengatakan kepada ABC jika hubungan dagang dengan Indonesia nantinya bisa membantu kesejahteraan kehidupan pedesaan di Papua Nugini.
"Indonesia dengan ekonomi yang besar memiliki potensi untuk mengkonsumsi apa yang kita hasilkan dari pertanian, mari kita eksplor apa saja yang bisa dijual," ujar Dorothy Luana.
Perdagangan produk pertanian antara kedua negara ini sebenarnya sudah direncanakan sejak lama.
Sejumlah warga Papua Nugini menduga adanya penundaan disebabkan karena pelanggaran hak asasi manusia di Papua oleh Indonesia.
Para aktivis pro-Papua Barat, seperti Ronny Kareni, mengatakan rencana bilateral kedua negara ini akan menodai komitmen solidaritas pada warga keturunan Melanesia yang ditunjukkan para pemimpin di Kepulauan Pasifik.
"Papua Nugini seharusnya tidak mewujudukan rencana ini sampai Indonesia memperbolehkan PBB melakukan investigasi [soal Papua]," katanya kepada ABC.
Tapi sejumlah petani Papua Nugini, seperti Christopher dan Dorothy merasa masalah pelanggaran hak asasi di Papua dan rencana perdagangan sebaiknya tidak dicampur adukkan.
"Catatan Papua Nugini soal HAM pun tidak lebih baik ... kita harus menyelesaikan masalah sendiri dulu sebelum bicara soal Papua Barat," ujar Dorothy.
Artikel ini telah dikembangkan dari wawancara ABC bersama Departemen Pertanian Papua Nugini dalam program radio berbahasa Tok Pisin.