Sabtu 26 Oct 2019 07:38 WIB

Banyaknya Tentara-Polisi di Kabinet Indonesia Maju Disorot

Pengamat menyoroti banyaknya tentara dan polisi dalam Kabinet Indonesia Maju

Red:
Pelantikan Kabinet Indonesia Maju. Jajaran Kabinet Indonesia Maju mengikuti acara perkenalan bersama Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10).
Foto: Republika/ Wihdan
Pelantikan Kabinet Indonesia Maju. Jajaran Kabinet Indonesia Maju mengikuti acara perkenalan bersama Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10).

Presiden Jokowi melantik 34 Menteri di Kabinet barunya pada Rabu (23/10/2019). Ada beberapa nama baru yang masuk dalam Kabinet Indonesia Maju, namun formasi itu masih dianggap membawa kabar buruk bagi masyarakat, utamanya di bidang pemberantasan korupsi serta penegakan hukum terkait pertambangan dan lingkungan.

Dari 34 menteri yang dilantik Presiden Jokowi, 16 di antaranya berasal dari partai politik, sementara sisanya berasal dari kalangan profesional.

Melky Nahar dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengatakan susunan Kabinet Indonesia Maju tak ada bedanya dengan pemerintahan Jokowi jilid pertama, walau memiliki porsi profesional lebih besar.

Ia menganggap Kabinet yang baru terbentuk itu sebagai kabar buruk yang datang untuk kedua kalinya.

"Meski sebagiannya profesional, tapi Kabinet baru ini sama-sama memiliki rekam jejak yang buruk terutama dalam kaitan dengan kepemilikan perusahaan, kepemilikan saham, ataupun pernah memegang jabatan strategis dalam sektor industri pertambangan dan energi," jelasnya kepada ABC.

Melky memaparkan kabar buruk itu bisa dilihat dari kepentingan pragmatis sang Menteri.

"Baik itu dalam konteks secara personal, yang notabene punya perusahaan punya bisnis, maupun dari konteks partai politiknya, yang notabene hampir seluruh pimpinan partai politik kita itu memiliki bisnis yang sama."

"Nah ketika mereka menjabat, mereka memegang kekuasaan, artinya ada dua hal yang dengan mudah mereka kendalikan. Pertama adalah terkait dengan kebijakan , yang kedua adalah dengan mudah mengendalikan anggaran publik," terangnya kepada ABC.

Dua poin besar itu, sebut Melky, akan menjadi ancaman atau tanda bahaya bagi masyarakat terutama masyarakat yang selama ini menjadi korban akibat ulah atau operasi dari beberapa perusahaan-perusahaan yang pemiliknya ada di lingkaran Istana.

 

"Ancaman berikutnya adalah ketika ada mantan polisi dan tentara yang ada di Kabinet ini."

"Yang notabene patut diduga juga, orang-orang ini karena punya jejaring yang jelas dengan kepolisian dengan tentara, ada potensi untuk mereka dengan mudah mendukung investasi lalu kemudian menekan resistensi dari masyarakat di daerah."

Melky bersama JATAM dan beberapa organisasi lainnya, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan Greenpeace, bahkan membentuk koalisi #BersihkanKabinet yang menyelidiki profil Menteri Jokowi-Ma'ruf dan keterkaitan mereka dengan bisnis batu bara.

Koalisi itu meyakini bisnis mereka berkontribusi pada kerusakan alam yang mengakibatkan berbagai dampak negatif seperti banjir besar dan lubang-lubang maut bekas tambang.

Kritikan lain terhadap Kabinet baru Presiden Jokowi juga disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW). Salah satu peneliti ICW, Donal Fariz, mengatakan masyarakat semestinya tak berharap banyak pada figure-figur di Kabinet karena mereka yang terpilih bukanlah representasi semangat pemberantasan korupsi.

"Terkecuali Mahfud MD," sebut Donal.

"Menurut saya, dari stok Menteri, kalau yang lama itu yang msih bagus itu Sri Mulyani, Retno Marsudi, sementara di sektor wilayah hukum dan keamanan, relatif nama-nama itu mengecewakan."

 

Ia bahkan menuding Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, sebagai mantan Kapolri (Kepala Kepolisian RI), gagal membongkar kasus penganiayaan terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan.

"Selama jadi Kapolri juga berbagai macam konflik dengan KPK, itu terjadi. Sehingga saya melihat bahwa prestasi beliau di wilayah hukum dan penegakan korupsi juga tidak terlalu menonjol selama di Polri."

"Di sektor lain juga, Prabowo punya banyak catatan lah. Persoalan hukum masa lalu, kemudian demokrasi di Gerindra yang juga jadi persoalan."

"Jadi menurut saya, ini adalah sosok-sosok yang justru tidak menjadi iymbol semangat baru penegakan hukum dan pemberantasan korupsi," utaranya kepada ABC.

Tudingan yang tidak tepat

Berbagai keraguan dan tudingan terhadap Kabinet baru Presiden Jokowi boleh saja dilayangkan. Namun politisi Golkar, yang juga anggota DPR RI, Dave Laksono, tak sepakat dengan semua predikat miring tersebut.

 

"Kalau dibilang bahwa Kabinet ini tidak bisa membantu memberantas korupsi, saya rasa itu sangat tidak tepat karena figure-figur yang dalam Kabinet ini terutama yang dari Golkar, tentunya, itu adalah yang sangat mengerti tentang tata cara menjalankan pemerintahan dan yang sangat super anti pada korupsi."

"Dan juga yang terjadi pada pengalaman berkali-kali di pemerintahan sebelumnya, pemerintahan hari ini juga akan sangat hati-hati."

Dave membantah jika latar belakang dunia bisnis yang melekat pada beberapa Menteri hanya akan menguntungkan segelintir pihak.

"Hanya karena mereka itu terekspos ke dunia usaha atau memiliki latar belakang pengusaha ya tidak otomatis itu akan menguntungkan kepada satu sisi, satu pihak."

"Kalau bicara seperti itu kan ada juga yang di Kabinet itu mantan tentara, berarti apakah itu otomatis langsung menguntungkan semua personil TNI? Kan enggak juga."

Menurutnya, semua pejabat negara berusaha bekerja secara profesional, apalagi di era keterbukaan dewasa ini.

"Sekarang tuh pengawasannya sangat ketat, sehingga tidak mudah untuk melakukan hal seperti itu (menguntungkan golongan tertentu).

Simak berita-berita menarik lainnya di situs ABC Indonesia.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement