Jumat 25 Oct 2019 17:40 WIB

Presiden Lebanon Tolak Mundur

Presiden Aoun menyebut korupsi dan sektarianisme penyebab krisis di negaranya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Lebanon Michel Aoun di istana kepresidenan di Baabda, timur Beirut, Lebanon, 24 Oktober 2019.
Foto: Dalati Nohra/Lebanese government via AP
Presiden Lebanon Michel Aoun di istana kepresidenan di Baabda, timur Beirut, Lebanon, 24 Oktober 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Presiden Lebanon Michel Aoun menolak mengundurkan diri dari jabatannya menyusul gelombang demonstrasi yang terjadi di negara tersebut. Dia menyebut korupsi dan sektarianisme merupakan penyebab krisis di negaranya.

“Saya mendengar banyak seruan untuk perubahan pemerintahan. Pemerintah tidak bisa diubah dalam semalam. Itu harus terjadi melalui reformasi konstitusi,” ujar Aoun dalam sebuah pidato pada Kamis (24/10), dikutip laman Al Arabiya.

Baca Juga

Dia mengklaim telah berkontribusi membawa Lebanon menjadi lebih baik. “Saya telah membawa ke Lebanon ke tempat yang aman dan stabil,” ucapnya setelah mengatakan sektarianisme dan korupsi adalah penyebab hancurnya negara tersebut.

Aoun mengatakan praktik korupsi terjadi di semua partai politik di negara tersebut. “Politikus harus mengembalikan dana penggelapan. Korupsi tidak memiliki agama atau sekte. Mari menyingkap (praktik) korup dan menyerahkan masalah ini ke tangan pengadilan,” kata dia.

Ia pun menyatakan dukungan atas reformasi yang diusulkan oleh pemerintah di bawah kendali Perdana Menteri Saad Hariri. Menurutnya, hal itu merupakan solusi krisis.

“Reformasi yang telah disahkan adalah langkah pertama menyelamatkan Lebanon,” ujarnya seraya mendaftar sejumlah reformasi, termasuk rancangan undang-undang yang akan menghapus kekebalan politik dari anggota parlemen dan pejabat pemerintah.

Alih-alih memenuhi tuntutan pengunduran dirinya, Aoun kembali menyerukan dialog sebagai solusi terbaik. “Dialog adalah cara terbaik mencari solusi. Saya siap bertemu dengan perwakilan kalian untuk mendengarkan tuntutan kalian,” ucapnya.

Sejak pekan lalu, Lebanon dilanda gelombang demonstrasi antipemerintah. Puluhan ribu orang turun ke jalan-jalan dan memprotes kenaikan pajak, termasuk rencana pengenaan biaya pada panggilan telepon melalui aplikasi Whatsapp.

Aksi demonstrasi telah menyebabkan empat menteri dari partai Lebanese Forces Party (LBF) mengundurkan diri dari jabatannya. Ketua LBF Samir Geagea yang tergabung dalam jajaran kabinet pemerintahan Saad Hariri turut menanggalkan jabatannya.

Geagea berpendapat kondisi seperti sekarang belum pernah dihadapi Lebanon sebelumnya. Di sisi lain, pemerintahan Hariri pun belum menunjukkan upaya untuk mengatasi krisis.

"Kami sekarang yakin pemerintah tidak dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelamatkan situasi. Karena itu LBF memutuskan meminta menterinya mengundurkan diri dari pemerintah," ujar Geagea dalam pidatonya yang disiarkan televisi pada Sabtu pekan lalu.

Geagea berpendapat kondisi seperti sekarang belum pernah dihadapi Lebanon sebelumnya. Di sisi lain, pemerintahan Hariri pun belum menunjukkan upaya  mengatasi krisis.

"Kami sekarang yakin pemerintah tidak dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelamatkan situasi. Karena itu LBF memutuskan meminta menterinya mengundurkan diri dari pemerintah," ujar Geagea.

Dia menilai, krisis yang saat ini berlangsung bukan disebabkan sistem politik Lebanon, tapi pada mayoritas yang berkuasa. "Saya pikir dengan mayoritas menteri ini kita tidak bisa kemana-mana," ucapnya.

Kelompok hak asasi manusia Amnesty International mendesak otoritas Lebanon agar tak memperlakukan para pengunjuk rasa dengan represif. "Kami menyerukan otoritas Lebanon menghormati hak para demonstran untuk kebebasan berkumpul secara damai serta menyelidiki penggunaan gas air mata berlebih,”  Direktur Riset Amnesti International Timur Tengah Lynn Maalouf.

Menurut data kementerian keuangan negara tersebut, Lebanon memiliki utang sebesar 86 miliar dolar AS. Jumlah itu lebih dari 150 persen produk domestik bruto Lebanon. Demonstrasi yang terus berlanjut berpotensi menjerumuskan Lebanon lebih jauh ke dalam krisis politik dan berdampak pula pada perekonomiannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement