Ahad 27 Oct 2019 03:17 WIB

Menag Tetap Hati-Hati pada Kasus Minoritas dan Patuh Fatwa

Fachrul Razi menegaskan dia menteri agama Republik Indonesia.

Red:
.
.

Menindaklanjuti pernyataan "Saya bukan Menteri Agama Islam, saya Menteri Agama (Menag) Republik Indonesia" yang disampaikan pada saat serah terima jabatan (23/10/2019), Menteri Agama Indonesia yang baru terpilih, Fachrul Razi, mengatakan ia akan berhati-hati meninjau kasus GKI Yasmin dan teguh terhadap fatwa MUI terkait jemaat Ahmadiyah.

Tiga belas tahun telah berlalu sejak penyegelan bangunan Gereja Yasmin Bogor (GKI Yasmin) pertama kali dilakukan. Hingga hari ini, nasib rumah ibadah itu masih terkatung-katung.

"Statusnya ya kami masih disegel, belum ada entah itu pejabat atau Menteri Agama atau Dirjen-nya sekalipun mendatangi kami dan menjelaskan atau diskusi mengapa kami bisa seperti ini," kata Kris Hidayat, salah satu jemaat GKI Yasmin kepada ABC.

Ketidakjelasan atas status perizinan GKI Yasmin mulai mencuat sejak beredarnya Surat Keputusan Walikota Bogor No. 503/367-Huk tentang Pembatalan Surat Keputusan No. 601/389-Pem tahun 2006 tentang Pendirian Gereja Yasmin, Bogor.

Izin pendirian gereja ini dicabut karena adanya penolakan dari beberapa kelompok masyarakat.

"Saya enggak bisa bilang maju atau mundur, kami berproses."

"Bahkan kalau bisa saya ibaratkan, kami ini dalam ziarah, karena di dalam agama, di dalam keyakinan kami, ada hal yang layak diperjuangkan," ujar Kris.

Terpilihnya Fachrul Razi sebagai Menteri Agama di Kabinet Indonesia Maju membawa harapan baru bagi Kris.

Terlebih di depan media, pada saat acara serah terima jabatan (Sertijab) dengan Menteri Agama periode sebelumnya, Lukman Hakim Saifuddin, di kantor Kementerian Agama Jakarta (23/10/2019), mantan Wakil Panglima TNI itu sempat mengatakan ia bukan semata Menteri Agama Islam.

"Tapi memang kita harus sepakat bahwa teman-teman tanya 'Pak Fachrul Menteri Agama ya?' Iya, tapi saya bukan Menteri Agama Islam, saya Menteri Agama Republik Indonesia. Di dalamnya ada agama-agama lain," sebut Fachrul kala itu.

 

Kris juga mengikuti pernyataan Fachrul di beberapa media. Ia menilai ada semangat positif yang diutarakan.

"Kami mendukung pemberantasan radikalisme yang beliau sampaikan, tapi di satu pihak, di agama itu ada hal lain yaitu keadilan dan perdamaian."

"Kalau itu juga ranah beliau, itu menurut saya hal yang positif, yang mungkin kita bisa bertemu dan mencapai kemajuan," harapnya.

Ditemui selepas pelantikan Wakil Menteri di Istana Negara Jakarta (25/10/2019), Fachrul Razi mengatakan persoalan penolakan pendirian gereja, termasuk terhadap GKI Yasmin, harus dilihat secara kasus per kasus.

"Kan kita harus lihat kasus per kasus ya, enggak boleh kita sama ratakan. Ada yang betul-betul kasus intoleransi, ada yang bukan, kita harus hati-hati."

"Tapi memang kalau kasus itu harus dibenahi ya dibenahi, tapi memang harus kasus per kasus ya, enggak bisa kita generalisasi. Kalau digeneralisasi nanti justru bisa menimbulkan kebencian atau intoleransi yang lebih parah," tuturnya secara khusus kepada ABC.

Fachrul lalu meminta agar masyarakat tetap yakin pada Kementerian yang dipimpinnya.

"Percayalah kita semua berpikir bagaimana supaya semangat toleransi itu ada di semua pemeluk agama manapun," ujar mantan tentara ini.

Menurut hasil studi Setara Institute, ada 202 tindakan pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia sepanjang tahun 2018. Sebanyak 72 tindakan di antaranya dilakukan oleh negara, sementara sisanya dilakukan oleh aktor non-negara.

Di antara pelanggaran ini terdapat pelanggaran kebebasan terhadap minoritas agama seperti Ahmadiyah, yang dalam situs resminya mengaku sebagai bagian dari Islam.

Pada tahun 1980, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah. Fatwa ini kemudian diperkuat lagi pada tahun 2005, yang menekankan bahwa Ahmadiyah merupakan aliran sesat, menyesatkan dan sudah keluar dari Islam

ABC bertanya kepada Fachrul mengenai kebijakannya terhadap minoritas agama seperti Ahmadiyah.

Ia mengatakan Kementerian Agama tak boleh bertentangan dengan fatwa MUI.

"Kalau kita melihatnya begini, kalau yang sudah ada fatwanya oleh MUI ya jangan, nanti bikin masalah baru."

"Jadi kalau sudah ada fatwa MUI, kita tentang, kita masalah lagi. Bukan makin tenang tapi makin parah," tuturnya.

Fachrul mengaku akan tetap menjalankan kewajibannya sebagai Pemerintah terhadap komunitas seperti Ahmadiyah, meski dengan syarat.

"Ya mereka terlindungi tapi tidak lagi sebagai agama. Jadi kalau sudah ada fatwanya (terhadap Ahmadiyah), jangan (ditentang)," ujarnya menutup percakapan.

Simak berita-berita menarik lainnya di situs ABC Indonesia.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement