Rabu 30 Oct 2019 02:40 WIB

Unjuk Rasa di Irak Capai Momentum Terbesar

Unjuk rasa dilakukan sebagai bentuk penolakan perdana menteri untuk pemilihan awal.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Friska Yolanda
Unjuk rasa Irak.
Foto: AP Photo/Khalid Mohammed
Unjuk rasa Irak.

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Puluhan ribu warga Irak memenuhi Lapangan Tahrir, Baghdad pada Selasa (29/10) waktu setempat dalam aksi unjuk rasa atas laporan pasukan keamanan yang menembak demonstran hingga tewas di Kerbala. Selain itu aksi unjuk rasa tidak lain sebagai bentuk penolakan perdana menteri untuk melakukan pemilihan awal.

Unjuk rasa kali ini merupakan gelombang protes terbesar di ibu kota melawan pemerintahan Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi, dan elit yang berkuasa. Pasukan keamanan pun telah ditempatkan di jembatan Jumhuriya dekat pusat kota.

Gas air mata tak terelakkan ditujukan kepada para pengunjuk rasa yang mencoba menerobos ke Zona Hijau yang dijaga ketat sebab berpenghuni gedung-gedung pemerintahan dan misi asing. "Dengan hidup dan darah kami membela Irak," teriak pengunjuk rasa.

Kerumunan sebagian besar terdiri dari pria muda, yang banyak dari mereka membawa bendera Irak. Sebelumnya serikat pekerja mengumumkan bahwa mereka akan melakukan pemogokan, mengikuti langkah pemimpin pengacara dan guru.

Demonstrasi terbaru terjadi setelah malam kerusuhan di kota suci Syiah Kerbala. Semalam, menurut sumber medis dan keamanan, pasukan keamanan Irak menembaki para demonstran dan menewaskan sedikitnya 14 orang. Sumber itu mencatat paling tidak 865 orang terluka.

Meski demikian, gubernur dan kepala polisi Kerbala, perdana menteri Irak, dan militer menyangkal adanya warga yang terbunuh. Sumber keamanan dan medis mengatakan kepada Reuters bahwa pemerintah setempat telah menerima perintah tegas untuk menutupinya. Sebagian besar mayat itu adalah lelaki muda dari provinsi lain, kata mereka.

Kepala departemen kesehatan Kerbala mengatakan 122 orang terluka, termasuk 66 anggota pasukan keamanan. Sehingga total korban tewas sejak kerusuhan dimulai pada 1 Oktober sekarang setidaknya 250 orang.

Salah satu pengunjuk rasa Sala al-Suweidi mengatakan, keinginannya untuk pemerintah hengkang. Tuntutannya bukan perdana menteri Abdul Mahdi mengundurkan diri, melainkan parlemen, dan partai-partainya.

"Kemarin kami melanggar jam malam dan menginap, kami akan melakukannya lagi hari ini, bahkan jika 10, 20, 100, seribu mati. Apa yang terjadi di Kerbala tidak akan diabaikan, darah saudara-saudara kita di Kerbala dan provinsi lain tidak akan sia-sia," katanya.

Di Irak selatan, pengunjuk rasa memblokir pintu masuk ke pelabuhan komoditas Umm Qasr di dekat Basra. Hal itu memperlambat operasi 80 persen.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement