Walau banyak yang dilahirkan di Australia, warga keturunan Asia masih harus berjuang keras untuk mencapai posisi senior dalam perusahaan besar dan tidaklah mudah untuk mencapai hal ini. Meski terlahir di kamp pengungsi di Indonesia, bagi Tuan Nguyen, Australia adalah satu-satunya negeri yang diketahuinya dan dianggapnya sebagai kampung halaman.
Dilahirkan dari keluarga pengungsi Vietnam yang melarikan diri dari perang, Nguyen dan keluarganya mendapatkan suaka di Australia dan pindah ke Melbourne ketika berusia enam bulan. Keluarga Tuan melarikan diri dari Vietnam di tahun 1982 ketika ibunya dalam keadaan hamil.
Beberapa saudara perempuan ibunya tidak berhasil melarikan diri dan dijebloskan ke penjara. "Di tengah kegelapan malam, orang tua saya menaiki sebuah perahu kecil yang penuh sesak," katanya.
Sekarang perempuan muda ini menjadi salah seorang direktur bidang hukum di perusahaan konsultan dan akuntansi ternama dunia PricewaterhouseCoopers (PWC) di Australia. Namun mencapai karier tinggi seperti itu bukanlah hal yang mudah.
Bagi warga Asia Australia ada istilah yang disebut 'langit-langit bambu' (bambo ceilling) guna menyebut 'batas' yang tidak tampak yang membedakan pekerja biasa dengan mereka yang menduduki jabatan tinggi di negeri seperti Australia.
Batas langit-langit bambu ini merujuk kepada berbagai penghalang diantaranya masalah budaya yang membuat warga Asia di Australia bisa masuk ke jajaran tertinggi dalam perusahaan-perusahaan besar.
Menurut penelitian terbaru mengenai kehadiran warga Asia di pucuk pimpinan bisnis di Australia, rasisme dan stereotip menjadi faktor penting penghalang bagi warga Asia, hal yang dialami oleh Tuan Nguyen sendiri.
Dia misalnya berusaha berbicara dengan menggunakan aksen Australia yang lebih kental agar mereka lebih diterima. "Saya merasa terus menerus harus membuktikkan bahwa saya adalah warga Australia." katanya kepada ABC.
"Ketika Pauline Hanson muncul dan berpidato pertama kali di parlemen, untuk pertama kalinya saya merasa tidak menjadi bagian dari negeri ini. Pidatonya itu sangat berdampak pada saya."
Diskriminasi sosial juga masih terjadi
Menurut laporan baru-baru ini mengenai warga Asia di Australia yang dibuat oleh Cultural Intelligence, kurang dari 5 persen warga Australia keturunan Asia yang mencapai kedudukan sebagai eksekutif senior, dan hanya 1,6 persen yang menjadi CEO.
Di bidang pekerjaan Tuan Nguyen, bidang hukum, lebih sedikit lagi warga Asia yang berkecimpung di sana, kata Komisioner Diskriminasi Ras Australia, Chin Tan.
"Hanya 3.1 persen diantara mereka menjadi partner di firma hukum, 1,6 persen jadi pengacara di pengadilan (barristers), dan 0,8 persen jadi hakim," kata Tan.
"Penelitian menunjukkan bahwa sedikitnya warga Asia ini tidak hanya berdampak pada individu, namun di bidang keadilan, juga berpengaruh kepada komunitas."
Dalam laporan yang dibuat oleh Komisi HAM Australia tahun lalu, 82 persen warga Asia di Australia mengatakan 'bias budaya dan pandangan tertentu mencegah mereka naik ke posisi lebih senior."
Penulis laporan dari Cultural Intelligence Christine Yeung mengatakan penting sekali untuk mengetahui perilaku di tempat kerja guna menghilangkan hal yang disebut "bambo ceiling" tersebut.
Dia mengatakan manajemen perusahaan harus membuat lebih banyak usaha untuk mengerti perbedaan budaya dan melihat mereka sebagai aset. "Kita tidak lagi tidak mengindahkan mereka. Di sini kita bukan sekadar bicara mengenai diskriminasi," katanya.
"Cara kerja kita berbeda-beda. Jadi mengapa kita tidak mencari tahu dan berbicara mengenai perbedaan dan mencari solusinya."
"Saya rasa tidak ada organisasi yang bisa bertahan tanpa adanya keragaman pendapat, dan keragaman pendapat tersebut didapat dari keunikan masing-masing pekerja."
Yeung berharap laporan yang dimuat memberi motivasi kepada generasi muda Asia di Australia untuk menciptakan jalan sendiri menuju ke karier lebih tinggi meskipun saat ini tidak banyak contoh di kalangan eksekutif senior.
Tuan Nguyen setuju bahwa bisnis yang ada di Australia saat ini masih enggan menangani masalah rasisme di dalam perusahaan masing-masing.
"Kita tidak mau membicarakan rasisme. Ini seperti hal tabu," katanya.
"Tetapi kenyataannya adalah kalau dia ingin membicarakan soal keragaman budaya khususnya di kalangan kepemimpinan senior, kita harus mengadakan pembicaraan serius mengenai ras dan peran ras ketika seseorang melakukan penilaian."
Lihat artikel selengkapnya dalam bahasa Inggris di sini.