Senin 04 Nov 2019 13:51 WIB

Cina Desak Hong Kong Lebih Keras Hadapi Demonstran

Cina meminta penegak hukum Hong Kong segera menindak para pengunjuk rasa.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Demonstrasi di Hong Kong, Sabtu (2/11)
Foto: AP Photo/Kin Cheung
Demonstrasi di Hong Kong, Sabtu (2/11)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Surat kabar China Daily yang didukung Pemerintah Cina mengkritik serangan terhadap cabang kantor berita Xinhua oleh para demonstran Hong Kong akhir pekan lalu. Beijing mendesak aparat Hong Kong lebih keras menghadapi massa pengunjuk rasa.

Dalam tajuk rencananya yang diterbitkan Senin (3/11), China Daily menyebut perusakan terhadap kantor berita Xinhua sebagai serangan tak beralasan. "Mereka pasti gagal karena tindak kekerasan mereka hanya akan menemui beratnya hukum," kata China Daily.

Baca Juga

Pada Ahad (2/11) lalu, majalah Global Times yang juga didukung Pemerintah China turut mengecam aksi perusakan kantor berita Xinhua di Hong Kong. Ia menyerukan lembaga-lembaga penegak hukum Hong Kong segera menindak para pengunjuk rasa yang terlibat.

"Karena citra simbolis Xinhua, perusakan kantor cabangnya tidak hanya provokasi terhadap aturan hukum di Hong Kong, tapi juga pada pemerintah pusat dan daratan China, yang merupakan tujuan utama para perusuh," kata Global Times.

Akhir pekan lalu, selain merusak kantor berita Xinhua, para demonstran di Hong Kong juga membakar stasiun metro dan bangunan lainnya. Gerai kopi Starbucks tak luput dari sasaran massa.

Demonstrasi yang telah berlangsung selama lima bulan telah menyebabkan Hong Kong menghadapi resesi dan tak mungkin mencapai pertumbuhan ekonomi apa pun tahun ini. Gelombang demonstrasi yang berlangsung selama lima bulan merupakan pemicu utama terjadinya hal tersebut.

"Pukulan (dari aksi protes) terhadap ekonomi kita luas," ujar Menteri Keuangan Hong Kong Paul Chan dalam sebuah unggahan di blog pada akhir Oktober lalu.

Paul pun mengungkapkan akan sangat sulit mencapai pertumbuhan ekonomi tahunan antara nol hingga satu persen. Kendati pemerintah telah berupaya memberikan suntikan dana, hal itu hanya bisa sedikit mengurangi tekanan.

Penghentian demonstrasi adalah cara utama memulihkan ekonomi. "Biarkan warga kembali ke kehidupan normal, biarkan industri dan perdagangan beroperasi secara normal, dan ciptakan lebih banyak ruang untuk dialog rasional," ujar Paul.

Sebelumnya Paul mengumumkan Pemerintah Hong Kong telah menyiapkan dana sebesar 255 juta dolar AS untuk memulihkan perekonomiannya. Dana itu akan digunakan mendukung industri transportasi, pariwisata, dan ritel.

"Karena situasi ekonomi memburuk cukup cepat, kami meluncurkan paket ini untuk menargetkan sektor-sektor yang terpukul," ucapnya.

Menurut Paul, langkah-langkah dukungan seperti itu pada akhirnya akan meningkatkan probabilitas defisit fiskal. Namun, dia menjamin keuangan Pemerintah Hong Kong masih memadai.

Pada Agustus lalu, Hong Kong telah mengucurkan dana sebesar 2,4 miliar dolar AS. Selain untuk keperluan menopang aktivitas bisnis yang terdampak demonstrasi, dana itu pun dialokasikan untuk membantu warga kurang mampu.

Aksi demonstrasi di Hong Kong telah berlangsung sejak Juni lalu. Hingga kini, belum ada tanda-tanda unjuk rasa akan mereda.

Pemicu utama pecahnya demonstrasi di Hong Kong adalah rancangan undang-undang ekstradisi (RUU). Masyarakat menganggap RUU itu merupakan ancaman terhadap independensi proses peradilan di sana. Sebab jika disahkan RUU itu memungkinkan otoritas Hong Kong mengekstradisi pelaku kejahatan atau kriminal ke Cina daratan. Hong Kong telah secara resmi menarik RUU tersebut.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement