Ahad 10 Nov 2019 03:55 WIB

Mengenang 30 Tahun Runtuhnya Tembok Berlin

Momen bersejarah itu dianggap sebagai peristiwa yang mengakhiri Perang Dingin

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Israr Itah
Pembongkaran Galeri Timur (east side gallery) Tembok Berlin dijaga 250 personel polisi.
Foto: AP
Pembongkaran Galeri Timur (east side gallery) Tembok Berlin dijaga 250 personel polisi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudah 30 tahun berlalu sejak Tembok Berlin yang memisahkan Jerman Barat dan Jerman Timur diruntuhkan pada 9 November 1989. Momen bersejarah itu dianggap sebagai peristiwa yang mengakhiri Perang Dingin antara Blok Barat dan Timur, antara komunisme dan kapitalisme.

Bagi warga Jerman, terutama mereka yang tinggal di Berlin, peristiwa itu perlu diperingati dengan suka cita. Pesta digelar di berbagai klub malam. Mereka larut dalam dentuman musik sambil berdansa ria.

Baca Juga

Heiko Hoffman adalah salah satu warga Berlin yang merayakan momen bersejarah itu. Saat Tembok Berlin runtuh, usia dia masih remaja. Dulu Hoffman tinggal di Berlin Barat. 

Saat Tembok Berlin masih berdiri, orang-orang dari Jerman Barat seperti dirinya hanya dapat mengunjungi Jerman Timur selama sehari. Sementara warga Jerman Timur, secara umum, dilarang melintasi perbatasan. 

"Hanya beberapa pekan setelah robohnya tembok, saya menari di reruntuhan industri di sebelah orang-orang dari Timur, yang beberapa bulan sebelumnya saya tidak akan dapat bertemu," kata Hoffman, dikutip dari laman BBC, Sabtu (9/11). 

Menurut dia, kala itu masyarakat Jerman memang larut dalam kegembiraan. Ada pesta dadakan yang digelar di berbagai lokasi. Hoffman menilai momen serupa dapat terjadi lagi. Misalnya saat Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) melakukan reunifikasi. 

"Jika seseorang memberitahu Anda hari ini bahwa pekan depan Korut dan Korsel akan dipersatukan kembali, dan bentuk musik baru yang radikal yang tidak Anda ketahui ada sebelumnya akan datang, orang-orang akan menari bersama di ruang-ruang yang baru dan tidak digunakan untuk keduanya, Anda akan berpikir itu benar-benar utopis. Itulah yang terjadi 30 tahun lalu," kata Hoffman. 

Sebastian Szary adalah salah satu komponis musik elektronik atau DJ yang sempat mengisi acara pesta tak lama setelah Tembok Berlin runtuh. Szary berasal dari Berlin Timur. 

Dia mengingat bagaimana seorang DJ seperti dirinya meraup keuntungan melimpah karena banyaknya pesta musik yang digelar. "Apa pun itu mungkin karena tidak ada aturan. Pemerintah masih berada di zona abu-abu, di tanah tak bertuan, dan hukum belum ditulis," ucapnya.

Szary mengatakan saat itu reunifikasi Jerman Barat dan Timur memang terjadi. "Tapi ada banyak hal yang tidak jelas. Seperti polisi tahu ada pihak ilegal tapi (mereka mengatakan) 'Kami tidak tahu apa yang harus dilakukan, biarkan mereka melakukan pesta'," kata dia. 

Tembok Berlin didirikan kediktatoran Republik Demokratik Jerman (GDR) atau Jerman Timur pada 1961. Tembok itu dikelilingi perbatasan beton dan kawat berduri yang membentang sepanjang 155 kilometer. Selama beberapa dekade, banyak orang Jerman Timur yang berharap dapat melarikan diri ke Barat. 

Reunifikasi Jerman Barat dan Timur hanya dapat terjadi atas persetujuan para pemenang Perang Dunia II, yakni Inggris, Prancis, Amerika Serikat (AS), dan Uni Soviet.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement