Senin 11 Nov 2019 09:47 WIB

Saat Pejabat Muslim Diimbau tak Ucapkan Salam Lintas Agama

MUI Jatim imbau umat Islam dan para pejabat tidak mengucapkan salam lintas agama

Red:
.
.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menghimbau umat Islam dan para pejabat untuk tidak mengucapkan salam pembuka agama lain dalam forum resmi. Kebiasaan itu dianggap perbuatan bid'ah yang dapat merusak kemurnian agama Islam.

Imbauan MUI Jawa Timur:

  • Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menghimbau umat Islam dan para pejabat untuk tidak mengucapkan salam lintas agama.
  • Pejabat muslim disarankan hanya ucapkan 'Assalamu'alaikum Wr. Wb
  • Pejabat menilai imbauan ini berpotensi memarjinalkan penganut agama lain hanya karena salam

 

Imbauan MUI Jawa Timur yang diteken Ketua MUI Jatim, KH. Abdusshomad Buchori ini memuat delapan butir tausiyah atau pokok pikiran MUI Jatim.

Salah satunya menyerukan umat Islam dan para pejabat muslim cukup mengucapkan salam pembuka khas dalam Islam yakni kalimat "Assalaamu'alaikum. Wr. Wb." tanpa mengucapkan salam pembuka dalam agama lain yakni Syaloom, Om swasti astu, Namo buddaya yang lazim diucapkan diawal sambutan.

"Dewan Pimpinan MUI Provinsi Jawa Timur menyerukan kepada umat Islam khususnya dan kepada pemangku kebijakan agar dalam persoalan salam pembuka dilakukan sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Untuk umat Islam cukup mengucapkan kalimat, "Assalaamu'alaikum. Wr. Wb."

"Dengan demikian bagi umat Islam akan dapat terhindar dari perbuatan syubhat yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya." Demikian bunyi imbauan tersebut.

MUI Jawa Timur berpendapat salam menurut Islam bukan hanya sekedar basa-basi melainkan bentuk doa dan ibadah kepada Alloh SWT, Tuhan yang diyakini umat Islam.

Sementara salam pembuka dalam agama lain juga mencerminkan keyakinan pada Tuhan dari masing-masing agama tersebut.

"Jika dicermati, salam adalah ungkapan do'a yang merujuk pada keyakinan dari agama tertentu.

"Sebagai contoh, Salam umat Islam, "Assalaamu'alaikum" yang artinya "semoga Allah mencurahkan keselamatan kepada kalian".

"Ungkapan ini adalah doa yang ditujukan kepada Allah Swt, Tuhan yang Maha Esa, yang tidak ada Tuhan selain Dia." demikian bunyi himbauan MUI Jatim.

"Salam umat Budha, "Namo Buddaya artinya terpujilah Sang Budha, satu ungkapan yang tidak terpisahkan dengan keyakinan umat Budha tentang Sidarta Gautama.

"Ungkapan pembuka dari agama Hindu, "Om Swasti Astu" Om, adalah panggilan umat Hindu khususnya di Bali kepada Tuhan yang mereka yakini yaitu "Sang Yang Widhi". "

"Dengan demikian ungkapan Om swasti astu kurang lebih artinya, "semoga Sang Yang Widhi mencurahkan kebaikan dan kebahagiaan".

Dalam imbauan itu, MUI Jatim juga menyatakan meski Islam memiliki tradisi yang menjunjung tinggi prinsip toleransi, namun penerapannya perlu dibatasi untuk menjaga kemurnian ajaran agama Islam.

"Mengucapkan salam pembuka lintas agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bid'ah yang tidak pernah ada di masa yang lalu, minimal mengandung nilai syubhat yang patut dihindari.

Berbeda dengan fatwa, imbauan seperti yang diterbitkan MUI Jawa Timur ini tidak bersikap mengikat dan MUI di daerah lain bisa berbeda sikap dan pendapat.

Tradisi positif

Menanggapi imbauan ini, dikutip dari Detik.com, Menteri Agama, Fachrul Rozi menolak menyikapi imbauan ini karena mengaku belum mengetahui secara rinci imbauan MUI Jatim itu.

"Kalau di situ bukan hanya orang agama Islam, pasti ... Kecuali acara Islam, Islam saja. Tapi kalau acara umum, nasional, harus nasional," kata Fachrul di Royal Kuningan Hotel Jakarta, Minggu (10/11/2019).

Sementara itu, diluar persoalan teologis, sosiolog keagamaan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wahyudin Akmaliah menilai imbauan MUI Jawa Timur ini berpotensi menimbulkan persoalan baru di masyarakat.

"Secara teologis mungkin tidak salah, tapi secara publik dan etika imbauan ini akan menimbulkan persoalan. Karena berpotensi menyebabkan kelompok umat yang lain akan mengalami proses marjinalisasi hanya karena ucapan salam ini." ungkap Wahyudi Akmaliah.

Menurutnya mengucapkan salam kepada 6 agama itu sudah menjadi tradisi baik di masyarakat yang dilakukan oleh pejabat.

Itu bentuk penghormatan dan bagian dari toleransi antar umat beragama di tanah air yang perlu dilestarikan.

"Prakteknya selama ini sudah baik di masyarakat, tapi sekarang seperti hendak dikerdilkan dengan imbauan ini."

"Salam itu dianggap do'a dan umat Islam hanya boleh mengucapkan salam alam umat Islam saja, logikanya pejabat itu bisa diartikan hanya untuk umat Islam saja."

"Padahal seseorang kalau sudah jadi pejabat dia tidak lagi miliki agama tertentu, tapi milik semua golongan, itu ada etikanya dan itu juga bagian dari menjadi warga negara Indonesia." tuturnya.

 

Namun tudingan ini ditepis oleh MUI Pusat. Sekjen MUI Pusat, KH Anwar Abbas menyangkal tudingan imbauan ini berpotensi mencederai praktek toleransi antar umat beragama di tanah air selama ini.

Menurutnya sikap ini sesuai dengan Alquran dan Sunnah serta UUD 45 pasal 29 ayat dimana negara menjamin setiap warganya untuk menjalankan ibadah sesuai agama dan keyakinannya masing-masing.

"Bagi saya tidak harus seperti itu kalau mencerminkan toleransi, MUI itu tugasnya menjaga umat Islam baik aqidahnya, ahlaknya, muamalahnya supaya tidak terkontaminasi dan jangan rusak."

"Dan saya lihat ada fenomena yang tidak tepat. Itu akan mengarah pada sinkretisme agama dan Pluralisme agama, sebuah paham yang menyatakan semua agama itu benar."

"Bagi orang islam itu doa meminta kepada Alloh Jangan orang Islam meminta kepada Alloh SWT, tapi juga meminta pada Tuhan dari agama lain, bisa dimurkai karena itu namanya mempersekutukan dan itu dosa yang paling besar dalam agama Islam, itu namanya Syirik!," tegasnya.

Sebagai jalan tengah, peraih gelar Doktor Syariah dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta ini menyarankan pejabat menggunakan salam pembuka yang lebih netral. "Lebih baik ucapkan Salam sejahtera untuk kita semua, itu salam yang lebih netral tidak memasuki wilayah teologi," katanya.

KH Anwar Abbas mengaku dirinya akan mengangkat isu ini pada sidang fatwa MUI pusat mendatang tanpa menyebut kapan waktunya.

Simak berita-berita lainnya dari ABC Indonesia

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement