Rabu 13 Nov 2019 16:29 WIB

Dubes Ajak Pengusaha Inggris Berbisnis di Indonesia

Pengusaha Inggris diberikan gambaran peluang berbisnis di Indonesia.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Dr. Rizal Sukma (tiga kanan)
Foto: ist
Dr. Rizal Sukma (tiga kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Dalam pembukaan Indonesia Briefing 2019, Duta Besar Indonesia untuk Inggris dan Irlandia Dr Rizal Sukma mengatakan mengajak pengusaha Inggris untuk berbisnis di Indonesia.

Menurutnya, saat ini merupakan momen yang sangat tepat untuk memberikan proyeksi kebijakan Indonesia 5 tahun ke depan bagi para pelaku bisnis di Inggris. Indonesia Briefing adalah acara tahunan Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Inggris dan Irlandia kepada pelaku usaha di Inggris.

Baca Juga

Acara yang digelar bersama Bank Indonesia dan UK ASEAN Business Council tersebut dilaksanakan di tengah-tengah fenomena keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan pasca-terbentuknya kabinet Indonesia Maju. Kehadiran para narasumber dalam Indonesia Briefing 2019 diharapkan dapat memberikan gambaran utuh proyeksi kebijakan Indonesia 5 tahun ke depan.

“Kehadiran Dr. Aida Budiman, Mohammad Lutfi, dan Dr. Ninasapti Triaswati tidak hanya akan memberikan gambaran komprehensif positif atas capaian pemerintah, namun juga pandangan kritis atas progress perkembangan dan langkah pemerintah saat ini guna memperbaiki berbagai tantangan yang masih dihadapi pemerintah dewasa ini”, kata Rizal dalam siaran pers yang Republika.co.id terima pada, Rabu (13/11).

Dalam kesempatan ini Direktur Eksekutif Bank Indonesia Aida Budiman menyoriti 3 isu utama. Isu itu antara lain; stabilitas dan ketahanan ekonomi Indonesia, peran bank sentral melalui bauran kebijakan bank sentral untuk menjaga stabilitas harga dan mendukung stabilitas sistem keuangan, dan prioritas ke depan Indonesia melalui ekspor, upaya menarik investasi dan peningkatan peran digital ekonomi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

“Di tengah pelemahan pertumbuhan ekonomi global perekonomian Indonesia masih stabil. Pertumbuhan ekonomi masih diprediksi di kisaran 5 persen dengan tingkat inflasi masih dapat dipertahankan di kisaran 3,5 persen plus minus 1 persen, lebih baik dibandingkan negara-negara di kawasan lainnya”, kata Aida.

Ia mengatakan Bank Indonesia, bersama pemangku kepentingan lainnya bekerja bersama untuk mendukung 5 prioritas kabinet Presiden Joko Widodo. Prioritas itu yakni pembangunan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi, simplifikasi regulasi yang menghambat investasi, dan transformasi ekonomi.

“Sinergi ini dilakukan antara lain melalui koordinasi rutin untuk membahas situasi fiskal dan moneter, koordinasi untuk mengelola current account deficit melalui pengembangan manufaktur, pariwisata,dan industri maritim, melalui bauran inovasi dalam pembiayaan pembangunan, dan pengembangan kebijakan di sektor digital ekonomi dan sektor finansial," ujarnya.

Aida mengatakan bauran kebijakan termasuk inovasi dalam pembiayaan pembangunan, dan pengembangan kebijakan di sektor ekonomi dan keuangan digital dilakukan untuk mendukung 5 prioritas pemerintah tersebut. Hal itu memenuhi ambisi Indonesia sebagai negara perpendapatan tinggi.

Briefing yang dihadiri lebih dari 100 pelaku usaha di Inggris tersebut, juga menghadirkan mantan Kepala BKPM dan Menteri Perdagangan dan Duta Besar RI untuk Jepang Muhammad Lutfi dan ekonom senior dari Universitas Indonesia Dr. Ninasapti Triaswati. Dalam sesi, yang dimoderatori oleh Pooma Kimis, Direktur lembaga think tank keuangan Autonomous Research, Dr. Ninasapti menyoroti adanya beberapa permasalahan domestik yang perlu diselesaikan oleh pemerintah Indonesia.

 “Lima prioritas pemerintah Indonesia di sektor sumberdaya manusia, infrastruktur, reformasi regulasi, reformasi birokrasi guna meningkatkan pelayanan publik, dan transformasi ekonomi ke arah industrialisasi merupakan refleksi pemerintah untuk memperbaiki dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini,“ kata Ninasapti.

Ekonom senior tersebut meyakinkan para pelaku bisnis di Inggris meskipun perlu waktu untuk memperbaiki beberapa aspek dalam pengelolaan pembangunan di Indonesia saat ini, Indonesia sudah berada dalam jalur yang tepat dan potensial bagi para pelaku bisnis dunia.

Muhammad Lutfi menyampaikan saat ini Indonesia merupakan negara yang telah melalui transformasi ekonomi besar-besaran. “Indonesia tumbuh sebesar 1.000 persen semenjak 1998”, kata Lutfi.

Namun demikian, hal itu tidak dicapai dengan mudah dan ke depan Indonesia masih memiliki beragam tantangan untuk mencapai ambisinya. Hal itu seperti strategi memanfaatkan bonus demografi agar tidak terjebak dalam fenomena middle income trap atau jebakan pendapat menengah.

“Presiden telah mencanangkan bahwa Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar kelima di dunia pada 2045”, kata Lutfi.

Menurut Lutfi berarti Indonesia perlu menggelar reformasi besar guna mendorong investasi dan industrialisasi menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia. Lutfi mencontohkan pergeseran perekonomian Indonesia melalui tumbuhnya industri ekonomi digital, yang telah menimbulkan efek domino bagi pertumbuhan sektor-sektor industri lainnya di Indonesia. Dalam menanggapi transformasi ekonomi itu, Lutfi mengundang pelaku usaha di Inggris untuk berbisnis di Indonesia.

“Cerita mengenai Indonesia adalah seperti perumpamaan ‘getting rich before the country gets old’, berbisnis dengan Indonesia sekarang sebelum Indonesia akan dipenuhi oleh pemain-pemain lainnya, disadari bahwa tidak mudah berbisnis di Indonesia, namun nothing is impossible in Indonesia,” kata Lutfi.

Diskusi dengan para pelaku bisnis tidak hanya fokus pada isu komitmen pemerintah di 5 sektor prioritas pemerintah Indonesia. Tapi juga membahas bagaimana komitmen Pemerintah Indonesia di isu pemanasan global, pendanaan riset dan inovasi bagi para ilmuwan Indonesia dan bagaimana Indonesia dapat menjadi bagian dari rantai pasokan global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement