Rabu 20 Nov 2019 15:19 WIB

Amnesty: 106 Orang Tewas dalam Unjuk Rasa di Iran

Iran diguncang unjuk rasa selama beberapa hari terakhir.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Sebuah stasiun pengisian bahan bakar hangus dibakar demonstran yang menentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Teheran, Iran, Ahad (17/11).
Foto: Abdolvahed Mirzazadeh/ISNA via AP
Sebuah stasiun pengisian bahan bakar hangus dibakar demonstran yang menentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Teheran, Iran, Ahad (17/11).

REPUBLIKA.CO.ID,TEHERAN -- Organisasi kemanusiaan Amnesty Internasional mengatakan, jumlah korban tewas dalam unjuk rasa di Iran menjadi 106 orang. Iran diguncang unjuk rasa selama beberapa hari terakhir setelah pemerintah mereka menaikkan harga bahan bakar.

Pemerintah Iran tidak merilis jumlah orang yang ditangkap, terluka, atau tewas dalam unjuk rasa yang terjadi mulai Jumat (15/11). Namun, melalui perwakilan mereka di PBB, Iran membantah laporan Amnesty Internasional tersebut. Mereka mengatakan, laporan itu tuduhan tanpa dasar dan jumlahnya direkayasa.

Baca Juga

Unjuk rasa yang terjadi di Iran merebak ke seluruh penjuru negeri itu. Unjuk rasa tercatat terjadi di 100 kota. Salah satu badan PBB mengatakan dikhawatirkan kerusuhan dapat menewaskan sejumlah besar orang. Amnesty menyatakan perhitungan dalam laporan mereka dapat dipercaya.

"(Kami) yakin jumlah total orang yang tewas sebenarnya mungkin lebih tinggi lagi, dengan beberapa laporan yang menyebutkan ada sekitar 200 orang yang terbunuh," kata Amnesty Internasional, Rabu (20/11).

Pihak berwenang Iran menutup akses internet keluar. Maka hanya media dan pejabat pemerintah yang dapat mengatakan apa yang tengah terjadi di negara berpopulasi 80 juta orang itu.

Stasiun televisi milik pemerintah Iran menunjukkan gambar Alquran terbakar di sebuah masjid pinggir Kota Teheran. Mereka juga menyiarkan pawai pro pemerintah sebagai upaya membuat pengunjuk rasa antipemerintah terlihat buruk.

Unjuk rasa ini dipicu kenaikan harga bahan bakar. Kenaikan bahan bakar meningkatkan beban warga yang sudah kesulitan karena sanksi Pemerintah Amerika Serikat (AS).

Perekonomian Iran ambruk sejak Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) dan memberlakukan kembali sanksi-sanksi terhadap negeri itu. Karena Iran kesulitan menjual minyaknya keluar negeri maka nilai mata uang mereka pun jatuh.

Presiden Hassan Rouhani yang cenderung moderat telah berjanji dana yang didapatkan dari kenaikan harga bahan bakar akan digunakan untuk menyubsidi warga miskin. Namun, keputusan ini memicu amarah warga Iran. Seperti Maryam Kazemi, seorang akuntan berusia 29 tahun yang tinggal di selatan Teheran.

"Itu keputusan buruk di waktu yang salah, sudah lama situasi perekonomian menyulitkan rakyat dan Rouhani tanpa terduga melaksanakan keputusan terhadap bahan bakar," katanya.

Amnesty mengatakan mereka mendapatkan angka kematian dengan mewawancari wartawan dan aktivis hak asasi manusia. Lalu mereka mengecek kembali informasi tersebut.

Sebelah barat Provinsi Kermashah dan daerah kaya minyak selatan Provinsi Khuzestan menjadi wilayah paling keras terdampak kerusuhan. Sebelum akses internet ditutup banyak video kerusuhan di dua daerah tersebut yang disebarkan melalui media sosial.

"Rekaman video menunjukkan pasukan keamanan menggunakan senjata api, water canon dan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa dan memukuli demonstran dengan tongkat, setelah itu ada gambar selongsong peluru tertinggal di jalanan, serta tingginya jumlah kematian, mengindikasi mereka menggunakan peluru tajam," demikian laporan Amnesty Internasional.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement