REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Organisasi hak asasi manusia (HAM) Amnesty International mengatakan, serangan udara yang dilancarkan Israel ke Jalur Gaza pada Mei lalu tidak proporsional dan turut menargetkan warga sipil. Oleh sebab itu, Amnesty menilai, serangan tersebut dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang.
“Israel secara tidak sah menghancurkan rumah-rumah warga Palestina, seringkali tanpa keperluan militer, yang merupakan bentuk hukuman kolektif terhadap penduduk sipil," kata Amnesty dalam laporannya terkait serangan Israel ke Jalur Gaza pada Mei lalu yang dirilis Selasa (13/6/2023), dikutip laman Middle East Monitor.
Amnesty secara khusus menyoroti serangan perdana Israel yang diluncurkan pada 9 Mei 2023 karena langsung menelan korban sipil. “Tiga serangan terpisah pada malam pertama pengeboman pada 9 Mei, di mana bom berpemandu presisi menargetkan tiga komandan senior Brigade Al-Quds, menewaskan 10 warga sipil Palestina dan melukai sedikitnya 20 lainnya,” ungkap Amnesty.
Amnesty menyebut, dalam serangkaian serangan pada 9 Mei 2023, Israel turut menargetkan daerah perkotaan padat penduduk. Serangan itu pun diluncurkan pada dini hari ketika warga tengah tertidur. Atas fakta tersebut, Amnesty menilai, Israel kemungkinan besar mengabaikan kerugian yang tidak proporsional terhadap warga sipil ketika melancarkan serangannya ke Jalur Gaza.
"Sengaja melancarkan serangan yang tidak proporsional, sebuah pola yang telah didokumentasikan Amnesty International dalam operasi Israel sebelumnya, adalah kejahatan perang," kata Amnesty dalam laporannya.
Direktur Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara Heba Morayef mengatakan, penderitaan yang ditimbulkan oleh serangan Israel terhadap penduduk sipil di Jalur Gaza tidak pernah berhenti. "Dalam penyelidikan kami, kami mendengar laporan yang jelas tentang bom yang menghancurkan rumah, ayah yang menggali gadis kecil mereka dari bawah reruntuhan, seorang remaja yang terluka parah saat dia berbaring di tempat tidur sambil memegang boneka beruang. Yang lebih menakutkan dari semua ini adalah hampir pasti bahwa, kecuali para pelaku dimintai pertanggungjawaban, adegan mengerikan ini akan terulang kembali,” ucap Morayef.
Dia menekankan, akar penyebab kekerasan tersebut adalah sistem apartheid Israel. “Sistem ini harus dibongkar, blokade terhadap Jalur Gaza harus segera dicabut,” ujarnya.
"Mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan apartheid, kejahatan perang, dan kejahatan lain di bawah hukum internasional harus dimintai pertanggungjawaban,” kata Morayef menambahkan.
Bulan lalu, kelompok Jihad Islam terlibat pertempuran dengan Israel. Konfrontasi dimulai pada 9 Mei 2023, ketika Israel melancarkan serangan udara yang membidik sejumlah fasilitas Jihad Islam. Serangan tersebut kemudian dibalas Jihad Islam dengan meluncurkan ratusan roket ke wilayah Israel.
Ketika pertempuran pecah, Israel menutup semua jalur penyeberangan ke Jalur Gaza. Hal itu memicu kekurangan persediaan bahan makanan, obat-obatan, hingga bahan bakar yang digunakan untuk mengoperasikan generator listrik.
Pertempuran antara Jihad Islam dan Israel yang berlangsung selama lima hari pada bulan lalu menyebabkan 34 warga Gaza tewas, termasuk enam anak-anak dan tiga wanita. Di antara para korban tewas terdapat pula tiga komandan senior Jihad Islam. Sementara korban luka mencapai sekitar 150 orang.